Si Butut dan Malaikat Yang Baik Hati

Dedikasi untuk penolongku, Hamrin dan Fhyra


Siang itu 18 november sekitar pukul 12.05 wita, bersama motor bututku aku ke Balikpapan nyebrang dngan kapal fery. Betapa beruntungnya aku karena tidak harus mengantri dan menunggu terlalu lama, ferypun bergerak menghantarkan penumpang menuju pelabuhan kariangau balikpapan, seperti menyiratkan bahwa keberangkatan fery saat itu tidak sah jika tidak menyertakan aku dan sibutut di dalamnya.

“akhirnya aku bisa ngumpul dengan teman-teman di LBH” gumamku dalam hati

Belum lama menikmati kebahagiaan karena akan sampai di balikpapan seperti perkiraan sekitar pukul 13.05 (atau lewat dikit) aku di kejutkan dengan kondisi si butut, pada bagian tubuhnya (mesin) keluar cairan yang dengan melalui riset kecil kuketahui cairan tersebut adalah bensin. Keadaan si butut membuat aku kalang kabut bercampur bingung dan kalut.

Kukerahkan semua kemampuanku untuk mengatasi bensin untuk tidak terus mengalir fikiran awamku berargumen aku akan terima nasib naas : mendorong hingga keringat terakhir, jika cairan tersebut tidak dihentikan, kuotak atik katub penyumbat bensin keatas dan ke bawah tetapi cairan tersebut terus, terus dan terus menetes.

“biarlah aku tanggung resiko ini” kataku satir di hati.

Kutinggalkan si butut dalam keadaan terus mengalirkan bensin, sambil berharap Tuhan akan membantu menyumbat dan menyelesaikan persoalanku tersebut, akupun pergi mengalihkan fikiran-fikiran naas yang akan menimpaku kelak karena si butut, kumanjakan diriku dalam ruang tunggu fery yang perlahan demi perlahan bergerak semakin menjauhi pelabuhan fery Penajam, aku coba nikmati fil televisi (FT) di SCTV Juminten Go To Paris yang sejak melihat latar alur sudah kutebak akan seperti apa akhirnya, meskipun aku tahu hasil akhir FTV tersebut dan meskipun aku muak dengan alur cerita dan lakon di dalamnya dan muak dengan orang-orang disekitarku yang menikmati acara seperti itu, mau ngga mau suka tidak suka aku tonton acara tersebut karena tidak ada pilihan lain.

Sesekali ku tengok si butut, keadaannya masih  sama, cairan tubuhnya terus berkurang yang segaris lurus dengan akibat yang di timbulkan terhadapku yang besar pastinya. Kuotak-atik sekali lagi, lagi dan lagi, tapi cairan dari tubuh si butut tidak bisa di hentikan.

”Tuhan berpihak lah padaku, berikan aku cara mengatasi masalah si butut dan masalah yang akan menimpaku, letih dan lelah karena harus mendorong si butut dan bokek karena harus merogoh uang dari saku untuk memperbaiki si butut. Tuhan bantulah hambamu ini, bukankah engkau di pihak orang-orang yang kesulitan” harapku dalam hati bak seorang pengobral barang.

Fery sudah merapat, seluruh penumpang bergegas ke kendaraanya masing-masing dan aku masih terjebak dalam bingung dan doa sapu jagat terus kupanjatkan dalam hati.

”motor sampaian banjir mas, kayaknya karbunya kotor” kata seorang bapak yang kebetulan motornya berada tepat disebelah sibutut dan dengan enteng menyalakan morotnya, seperti memperolokku, dan akupun terjebak dalam kebingungan mengartikan kata ”Karbu” apaan itu dan dimana posisinya dalam mesin motor.
”mungkin juga pa karbunya yang kotor, kira-kira diapain pa” jawabku sekenanya dan mencari tahu solusi apa kira-kira yang bisa di berikan si bapak.
”sampaian engkol aja mas, biasanya motor seperti itu sebentar aja kok penyakitnya” jawabnya dengan enteng, dan membuatku legah.

Kukerahkan semua tenaga yang ada untuk mengengekol si butut, satu engkol, 2 engkol, 3 engkol sampai tak terhintung engkol yang kulakukan, semua posisi mengengkol kulakukan nasib baik tidak kudapat si butut tidak hidup. Sementara itu mobil dan motor dalam fery sudah pergi satu persatu, hanya aku dan si butut yang tertinggal. Tanpa fikir panjang si butut kudorong dengan tenaga sisa yang terkuras karena mengengkol.

Dalam keadaan susah payah si butut ku dorong menaiki pelabuahan tanpa ada yang membantu di bebani tas punggung yang berarnya na udzubillah, hanya mata-mata prihatin penumpang yang akan memasuki fery tanpa tindakan sukarela membantuku mendorong si butut.

”biarlah mungkin ini cobaan dari Tuhan untuk orang beriman, bukankah orang besar selalu lahir dari keadaan sulit” kataku dalam hati mencoba mengobati cape yang sudah menggelayut.

Akupun istirahat sejenak mengumpulkan energi yang tersisa, kemudian kembali mengengkol, 1 engkol, 2 engkol dan 3 engkol, tanpa kuduga si butut hidup.

”Alhamdulillah ujian sudah aku lewati aku lulus sebagai orang yang beriman tahan uji” kataku membanggakan diri sendiri.

Tidak kubiarkan si butut menyuri, segera kutunggangi dengan bangga dan kami berjalan.

Belum jauh, di jalan mendaki keluar dari area pelabuhan kariangau menuju jalan utama kariangau, tiba-tiba tubuh si butut merenggang nyawa (mati lagi) persis ditengah jalan menanjak membuat posisiku serba salah. Tanpa ampun aku terus mengengkol si butut, malang yang kudapat dia tidak hidup. Sirnalah harapanku untuk hadir dalam diskusi di internal LBH Pos Balikpapan.

Dalam kadaan tidak bisa lagi menolong diri sendiri dan menolong si butut akhirnya kulayangkan pesan singkat kepada kawan yang kebetulan rumahnya dekat dengan pelabuhan fery : Maghfhyra, dia Bendahara Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Hukum dimana aku sebagai ketuanya.

Sms ku : ”fhyra kalo kamu ada dirumah sudihkah membantuku”

Tidak sabar menunggu jawabannya kemudian ku sms lagi: ”motorku mogok dan perlu di tarik, saat ini aku di pelabuhan fery kariangau dekat dengan rumahmu”
1 menit, 2 menit, 3 menit Fhyra tidak membalas, ku coba misscall diapun tidak membalas. Akhirnya kualihkan permohonanku kepada Muhammad Ayyub punggawa LBH Pos Balikpapan.

SMS Ku : ”Yub bisakah kau kirimkan orang budiman untuk membantuku, motorku mogok di pelabuhan kariangau.
Ayyub tidak membalas, akhirnya kutelpon dan dia menghubungkanku dengan Hamrin Hakim, dengan nada harap kulayangkan permintaan kepada dia untuk bisa membantuku, tanpa babibu dia mengiyakan.

”tunggu aja mas aku segera kesana” kata Hamrin meyakinkanku.

Selesai komunikasi dengan Hamrin, aku pun memaksakan diri untuk mendorong motorku sampai ke puncak, dengan susah payah, keringat bercucuran membasahi baju dan jaket, napas tinggal separu, kaki bergetar akhirnya sampai juga di jalan utama yang landai.

Lama menunggu hamrin, tiba-tiba hand phone ku yang baterainya sudah sekaratul maut bergetar, ada pesan, yang ternyata dari Fhyra

SMS Fhyra : ”kariangau mana kak ? jauh gak ?
SMS Ku : ”di pelabuhan fery dekat rumahmu, kira-kira 10 km ran
SMS Fhyra : ”Waduuuh jauhnya kak, aku gak tahu jalannya nah kak.
SMS Ku : ”jalannya di sebelah kiri kalo keluar gang rumahmu terus aja sampai ketemu gapura pelabuhan fery”
SMS Fhyra : ”ywdah kak aku mencoba.”
SMS Ku : ”terimakasih ya atas niat baikmu, btw jangan lupa bawa tali untuk narik motorku”
SMS Fhyra : ”Talinya gak ada kak”
SMS Ku : ”yang penting kamu kesini itu sudah cukup membantu, karena aku punya teman berbagi duka, btw kalo ada selang bawa aja. Peristiwa ini akan ku tulis di blogku”

Kuperhatikan setiap motor yang berlalu, kuamati satu persatu pengemudinya akhirnya melalui pengetahuan yang akurat tentang hamrin dan motornya kuteriaki dia. Hamrin juru selamatku.

Dengan selang yang di bawa akhirnnya motorku dapat di tarik, tidak lama berselang Fhyra yang menjanjikan dirinya untuk membantuku lewat, ku panggil dia dengan berteriak kesetanan, kemudian ku telpon dan kuberitahukan bahwa saya sudah di tolong hamrin. Akhirnya di menemukan kami yang tertatih menyusuri jalan.

”Busyet, neh anak, yang menurut banyak orang cantik dalam keadaan segawat inipun masih sempatnya tampil sempurna (cantik)” pekikku dalam hati ketika melihat dia menghampiri, seakan-akan bebanku hilang, parasnya mengalihkan kesusahanku dengan senang hati kemudian dia membawakan tasku untuk sekedar mengurangi beban. Hamrinpun terkagaum-kagum dengan niat baiknya yang hendak membantuku dan berujar
”jarangloh mas ada orang cantik kayak fhyra mau nolong orang, narik motor lagi” katanya mengagumi.

Tragedi sempat menghampiriku dalam perjalanan menuju bengkel ketika di tarik oleh hamrin dan jagoannya (motornya), ketika hamrin mencoba menanjak dengan mengganti gigi tiba-tiba jarak jagoannya dan si butut berdekatan, tak pelak keadaan itu membuat selang penarik leluasan masuk diantara band dan mentackle si butut dan akupun terkapar di jalan dengan memar dan si butut kehilangan sepion dan sidikit pilas pada bagian kepala.

Untungnya tidak ada mobil besar melintas jika tidak nasibku, sibutut dan hamrin akan lain.

Berkat pertolongan Hamrin Hakim dan Paras Manis (kata orang) kami bisa sampai ke rumah sakit untuk si Butut. Sekitar jam 16.30 si butut selesai di obati, gila pengalaman ini memang aneh bin ajaib didalamnya ada suka ada duka dan ada-ada saja.

Terimakasihku untuk hamrin hakim dan Maghfhyra atas keikhlasannya, jika tidak ada mereka mungkin aku dalam keadaan gempor, hancur remuk dan tiada bentuk karena harus mendorong si butut naik turun gunung kariangau. Hari itu aku merasakan bahwa malaikat benar-benar nyata, mereka hadir dalam sosok Hamrin dan Fhyra. Tapi Tuhan aku tidak menyangka bahwa ujian yang kau berikan memberikan bekas......


Balikpapan 19 November 2009

Komentar

Postingan Populer