MALPRAKTEK PENEGAKAN HUKUM

sebuah refleksi terhadap apa yang menimpa Muhammad Tang

Beberapa waktu lalu dunia penegakan hukum Indonesia digemparkan dengan penuntutan 10 (sepuluh) anak pemain judi koin di kota Tangerang dan atas penangkapan terhadap nenek mina yang dipidana karena mencuri kakau tiga buah, serta diikuti beberapa kasus serupa yang dihadapi oleh orang-orang kecil seperti Rusmini dan Soetarti (dua janda pahlawan) yang juga dipindanakan karna dugaan menyerobot rumah dan bangunan milik Perum Pegadaian Jakarta.

Walau mendapatkan sorotan tajam, kasus-kasus serupa terus terjadi seolah kritik publik terhadap penegak hukum tidak melahirkan perbaikan, yang memberi kesan bahwa penegak hukum tidak melakukan introsfeksi diri. Ibarat penyakit menular, hal serupa terus tejadi di berbagai daerah. Seolah malpraktek penegakan hukum menjadi budaya penegakan hukum ketika berhadapan dengan persoalan-persoalan orang-orang kecil.

Malpraktek penegakan hukum oleh aparat penegak hukum juga pernah dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara (PPU) terhadap penangkapan dan penahanan Yusran Aspar atas putusan MA yang kontradiktif, begitupula yang dilakukan jaksa penuntut Umum Kejaksaan Negeri kota Balikpapan atas tersangka Tri Arbainah di Kejaksaan Negeri Balikpapan beberapa waktu lalu. Hal serupa juga terjadi terhadap Muhammad Tang (65 Tahun) seorang petani tambak, Sejak tanggal 15 Juni atas perintah Kejaksaan Negeri Kota Samarinda hingga kini Muhammad Tang terpaksa harus mendekam dalam Rumah Tahanan Negara meskipun dalam keadaan sakit (asma) yang seharusnya tidak memungkinkan bagi yang bersangkutan untuk di Tahan.

Disisi lain, jika melihat perselisihan hukum antara Muhammad Tang, sebagai tersangka yang di laporkan oleh Eddy ke Polsek Samarinda Seberang, maka dapat diidentifikasi bahwa kualifikasi hukum perselisihan diantara keduanya pada dasarnya adalah kualifikasi hukum private (perdata), karena hubungan hukum keduanya terjalin atas dasar perikatan (perjanjian) yang diatur dalam pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang penyelesaian hukum terkait persoalan tersebut adalah dengan pendekatan yang diatur dalam hukum acara perdata, yakni melalui cara-cara mediasi, konsoliasi atau melalui gugatan perdata. Sehingga persoalan tersebut bukan wilayah kewenangan kepolisian dan kejaksaan selaku alat Negara sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Dengan gugurnya kualifikasi hukum pidana dalam persoalan Muhammad Tang dengan Eddy, hal ini sekaligus menggugurkan alasan objektif sangkaan (pemidanaan) pihak kepolisian dan kejaksaan terhadap Muhammad Tang. Sehingga penetapan tersangka, dan penangkapan serta penahanan yang di lakukan dari tingkat kepolisian hingga tingkat kejaksaan tidak ubahnya sebagai tindakan malpraktek penegak hukum. Dimana, primordialitas atas alasan subjektif penahanan yang terdiri dari unsur-unsur “Tidak akan melarikan diri, Tidak akan mengulangi perbuatan yang sama, serta tidak akan menghilangkan alat bukti”, kesemuanya juga tidak dapat terpenuhi.

Apa yang dilakukan pihak Kepolisian Sektor Samarinda Seberang dan JPU Kejaksaan Negeri Samarinda terhadap Muhammad Tang adalah bentuk kesewenang-wenangan aparat Penegak Hukum terhadap masyarakat kecil yang awam akan hak-haknya yang dilindungi oleh hukum, dan hal tersebut merupakan penafian terhadap pasal 34 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang intinya setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan secara sewenang-wenang.

Dari hasil analisa ini kami berharap bahwa penegakan hukum kedepan dapat berjalan secara objektif dan mengedepankan hak asasi manusia, dan penegakan hukum tidak seperti mata pisau yang tajam kebawah (tegas terhadap orang kecil, marginal dan awam terhadap hak-hak hukumnya), namun tumpul keatas (karena tidak berdaya terhadap kesewenangan kekuasaan), sehingga hukum terkesan hanya menjadi alat untuk orang-orang berkuasa.



Catatan

Tulisan ini merupakan catatan diskusi LBH K.A.I Balikpapan, LBH Pos Balikpapan, Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Cabang Balikpapan dan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ilmu Hukum UNIBA, terhadap proses penanganan hukum oleh Polsek Samarinda Seberang dan Kejaksaan Negeri Kota Samarinda terhadap Muhammad Tang 65 tahun.

Komentar

Postingan Populer