Anies Baswedan Bintangnya, TurunTangan Sinarnya

Pagi itu langit cerah, tidak sedikitpun awan berarak menutup sinar mentari, bagai bah massa berarak menuju sebuah hotel terbesar di Balikpapan, untuk menghadiri kegiatan debat kandidat calon presiden Partai Demokrat. Dari beberapa massa callon, massa Dahlan Iskan begitu banyak, maklumlah sejak Dahlan Iskan menyatakan diri dan diterima sebagai salah satu calon Presiden Partai Demokrat yang berkompetisi di Konvensi, Kaltim Pos, Balikpapan Pos, TV Balikpapan, mereproduksi Dahlan Menjadi sosok yang begitu sempurna sampai-sampai seorang teman yang pernah menghadiri kegiatan Demi Indonesia (Demi) yang digagas oleh Dahlan gank berujar bahwa Forum Demi seperti satu komunitas agama baru dan sosok dahlan seperti nabinya.


Hampir tiap hari berita tentang Dahlan memenuhi halaman Koran jaringan jawa pos grup di Kalimantan Timur, yang tidak lupa dibumbui catatan keberhasilan selama menjadi Direktur PLN dan menteri BUMN begitu Herois serta ragam tindak-tanduknya ketika tidur dirumah penduduk dalam satu perjalanan, membuka gerbang tol, kesederahanaanya, serta catatan-catatannya yang diberi tagline Manufacturing Hope, begitu juga dengan TV Balikpapan iklan Demi tidak pernah luput disiarkan melebihi kewajiban lima waktu. Yang lebih heboh sampai-sampai pakaian kerja karyawan dan mobil yang merupakan asset perusahaan yang beraffiliasi dengan Jawa Pos group itu berlabelkan “kerja kerja kerja” yang kita ketahui merupkan motto kampanye DI.

Saya sampai sulit membedakan Koran dan TV yang berada dalam jawa pos group sebagai Surat Kabar yang berfungsi mendidik dan mencerdaskan masyarakat dengan berita yang berimbang, dengan Koran atau bulletin yang segaja dibuat seseorang dalam pembentukan opini masyarakat untuk mencapai tujuan, sungguh rugi ketika masyarakat harus membeli Koran atau menonton acara yang berasal dari Jaringan Jawa Pos grup khusus yang ada di Kaltim karena isinya tidak jauh-jauh tentang Dahlan Iskan, tentang kerja-kerja. Dan ketika melihat awak medianya tidak ubahnya seperti melihat relawan politisi tertentu. Entah apakah praktik ini disukai Dahlan atau tidak, saya sangat meyakini dia mengetahui hal ini dengan segala konsekuensinya, yakni mengorbankan kepentingan pelanggan/konsumen media tersebut memperoleh berita yang lebih obyektif tentang tokoh-tokoh yang memiliki kualifikasi selain Dahlan. 

Dengan penguasaan Jawa Pos Group di Kaltim, reproduksi tentang DI yang sedemikian rupa-rupa warnanya tentu memberi keuntungan bagi DI dalam survey yang akan dilaksanakan Partai Demokrat dalam menentukan siapa Capres Partai mersi ini. 

Tanpa ampun, konvensi Calon Presiden Partai Demokrat di Baikpapan beberapa waktu lalu, menjadikan DI tuan rumahnya, sedangkan calon lain sebagai tamu, dari sisi Atribut, dari sisi jumlah massa, kesiapan Tim yang telah disiapkan jauh-jauh hari oleh Jawap Pos Group melalui karyawan, relawan dan jaringan bisnis yang bersentuhan denganya.Begitu juga ketika di Konvensi, salah satu moderator sempat diteriki oleh peserta yang menghadiri debat kandidat tersebut karena begitu menyanjung DIdihadapan halayak, yang menghadirkan protes, ternyata tidak semua orang terbuai dengan olah media DI, meskipun demikian apa yang mereka buat tetap mengkhawatirkan. 

Pada saat diruangan debat calon presiden PD tersebut akau berada dibarisan masa berbaju merah yang menamakan dirinya sebagai kelompok TurunTangan, pada atribut mereka baik baju ataupun kertas dukungan terdapat dengan gambar tangan yang terbuka dengan telapak bergambar hati diikuti tulisan TurunTangan, pada baju mereka, pada famplet yang mereka bawa berisi tulisan-tulisan yang boleh jadi menyindir beberapa pihak, tulisan tersebut misalkan, “Kami Relawan Tidak di Bayar”, “relawan Rp. 0”. Jika dilihat dari para wajah dapat ditaksir usia mereka masih muda, ada yang masih berstatus sebagai mahasiswa, ada yang sarjana baru, dengan piranti canggih di tangan. Mereka ini relawan salah satu calon yakni Anies Baswedan. 

Terjadi perbedaan yang sangat mencolok antara tim TurunTangan dengan Tim-tim yang lain. Dari sisi atribut, baju yang digunakan TurunTangan tidak satupun terdapat identitas Partai yang sedang melaksanakan Konvensi, warna identitas mereka merah dan putih, kemudian menggunakan tagline yang unik yang menggambarkan semangat muda, sedangkan pakaian pendukung calon presiden yang lain umumnya memiliki kesamaan, baju yang dikenakan terdapat lambang partai, warna baju identik dengan warna partai, dan terdapat wajah calon presiden yang diusung. Dari sisi usia, jika dilihat dari gesture dan penampilan mereka yang menjadi relawan TurunTangan memiliki usia relative muda, jika dilihat dari wajah-wajah mereka sangat mungkin pemilu yang akan dilaksanakan nanti adalah pemilu pertama mereka, pemilih pemula.  

Setelah reformasi, saya tidak pernah melihat kelompok anak muda, belia, yang mungkin tidak mengerti tentang politik berlomba-lomba dengan penuh semangat dan kesadaran untuk mendukung seseorang untuk menjadi pemimpinya, dalam benak saya “liberalisme politik (politik pasar bebas)” telah menggerus moralitas banyak orang, yang mana dukungan seorang masyarakat terhadap satu tokoh selalu bersanding dengan kompensasi langsung sebagaimana halnya jual beli, ada harga yang harus dibayar untuk setiap dukungan. Sosok Anies Baswedan merubah praktek jual beli suara ini, dengan slogan TurunTangan dia menebar kesadaran bersama kepada setiap orang untuk ambil bagian dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bangsa ini, bukan sekedar Turun Angan. 

Saya teringat pernyataan Anies ketika memberikan pernyataan penutup dalam rangkaian konvensi PD di Novotel Balikpapan beberapa waktu lalu, “ketika republik ini dibangun, anak-anak muda pada saat itu memiliki semua persyaratan untuk pesimis, tetapi mereka tidak memilih itu, mereka memilih TurunTangan untuk mewujudkan kemerdekaan” yang lebih hebat “Republik ini dibangun oleh pemuda-pemuda yang tidak memikirkan tetanng apa yang akan mereka dapat dalam perjuangan, mereka mengabaikan semua hal itu dalam rangka membangun republik", mendengar itu saya terhenyak, Anies dan teman-teman TurunTangan saat ini sedang memberikan pondasi yang benar tentang arah politik, demokrasi masa depan Indonesia yang tidak berpijak pada jual beli suara, akan tetapi membagi kesadaran sebagaimana yang dimiliki oleh generasi pertama Republik Soekarno, Hatta, Syahrir dan kawan-kawanya yang muda, berpendidikan dan tidak mengharap rupiah dalam geraknya. 

Setelah kegiatan tersebut, seorang teman bercerita kepadaku tentang penilaian seorang tentara yang jaga dikantor kelurahan tempat dia bekerja, yang kebetulan hadir dalam kegiatan Konvensi PD tersebut, katanya “Anies Baswedan Bintangnya” dan aku menambahkan “TurunTangan” adalah sinar yang menyentuh kesadaran.

Trims Mas Anies telah mampir ke Balikpapan

Komentar

Postingan Populer