Pengadilan Manusia

iamfriatmoko.blogspot.com/2013/07/hubungan-manusia-dan-keadilan-tugas-4_2002.html
Dua perempuan, ibu dan anak datang ke kantor Lembaga Bantuan Hukum Universitas Balikpapan (LBH UNIBA), si Ibu berusian kurang lebih 60 tahun, sedangkan si anak berusia kurang lebih 35 tahu, wajah mereka kalut, sedih, dan terburu-buru hendak menemuiku, karena ada tamu yang sedang berkonsultasi, saya minta mereka menunggu sejenak.

Setelah tamu yang juga berkonsultasi keluar dari kantor LBH UNIBA, mereka kupersilahkan masuk ke ruang konsultasi. Setelah merebahkan diri pada tempat yang ada, mereka mulai bercerita, sia anak yang banyak mengambil peran, sedangkan si ibu sesekali menimpali, dia menceritakan tentang keadaan hukum yang menimpa adik lelakinya yang sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Balikpapan.

 
Adiknya didakwa turut terlibat dalam tindak pidana pencurian kendaraan bermotor sekira 1 (satu) tahun yang lalu, dengan tegas dia menyatakan bahwa apa yang didakwakan jaksa kepada adiknya tidak benar. Dia bercerita tentang hal ikhwal adiknya ditangkap polisi, bermula dari 2 (dua) orang yang oleh pengadilan telah dinyatakan bersalah melakukan pencurian kendaraan bermotor, salah satu dari 2 orang tersebut yang pertama menyebut nama adiknya sebagai bagian dari kejahatan yang mereka lakukan, sedangkan 1 (satu) orang yang lain membenarkan, yang menurut ceritanya, seorang yang menjadi pembenar tersebut membuat pengakuan kepada polisi setelah mendapat siksaan.

Kembali keperkara adiknya, dia ditangkap beberapa bulan setelah peristiwa pencurian yang dilakukan 2 (dua) orang tersebut, sempat masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), kemudian ditangkap pada saat sedang bekerja di daerah Kuaro, Kabupaten Paser, ditangkap tanpa mengetahui apa yang diperbuat.

Peristiwa penangkapan yang dilakukan oleh polisi terhadap adiknya yang sedang bekerja di Kuaro, membuatnya bingung, pun dengan ibunya, kebingungan semakin bertambah ketika keluarga mengetahui bahwa adiknya yang bekerja dikuaro tersebut dituduh turut terlibat dalam pencurian sepeda motor yang dilakukan 2 (dua) orang yang tidak pernah mereka kenal, dan lebih membingungkan lagi pada saat mereka mengetahui bahwa pencurian yang dituduhkan kepada adiknya terjadi pada saat adiknya telah bekerja di Kuaro Kabupaten Paser.

Dengan alasan telah cukup bukti, keterangan 2 (dua) orang saksi yang menyatakan adiknya terlibat dalam pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh dua orang tersebut, berdsarkan hal tersebut sistem penegakan hukumpun bekerja, si Ibu yang tua, dan si kaka yang tidak mengerti hukum, tidak bisa melawan kuasa aparat polisi yang menangkap, menahan dan memeriksa adiknya. Perkara terus bergerak dari kekuasaan polisi, jaksa dan sampailah pada majelis hakim yang mulia itu.

Persidangan terus berjalan, setelah dakwaan, dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi, menurut keterangan si kakak, selama persidangan Jaksa penutunt umum (JPU) yang terhormat tidak pernah menghadirkan kedua orang yang menyebut-nyebut namanya sebagai bagian sindikat pencurian mereka, JPU hanya menghadirkan saksi polisi yang menangkap kedua pencuri tersebut, yang dalam keterangan dipersidangan menurut si kakak saksi polisi menyatakan tidak pernah melihat adiknya (terdakwa) terlibat dalam kegiatan pencurian kendaraan bermotor tersebut. Terdakwa semasa persidangan tetap mengelak dan tetap pada pendirian tidak bersalah, keterangan terdakwa diperkuat dengan kesaksian si kakak dan bosnya. Bosnya dalam persidangan menyatakan adiknya tinggal bersamanya, berkelakukan baik, mustahil pergi meninggalkan kuaro untuk mencuri motor ke Balikpapan karena memerlukan waktu kurang lebih 8 (delpan) jam untuk bulak balik, sedangkan si kaka menyatakan adiknya sedang bekerja pada saat peristiwa itu terjadi.

Dari ceritanya saya ketahui, bahwa proses persidangan terhadap adiknya tengah berlangsung, dan dia mendatangi kantor kami setelah sidang pembelaan diri (Pleidoi) terdakwa, pada persidangan sebelumnya JPU yang terhormat, sebagaimana lazimnya dengan penuh kayakinan dan kepercayaan diri menuntut adiknya (terdakwa) dengan tuntutan 1 (satu) tahun penjara.

Aku tidak tahu seperti apa harus membela kepentingan adiknya, dengan kondisi persidangan yang dia ceritakan, kemudian sikap hakim yang apresiatif terhadap adiknya selama persidangan, aku optimis, tapi optimismeku tidak bisa dilepas dari ketakutan, mengingat pengalaman persidangan yang selama ini kugeluti bahwa majelis hakim tidak pernah mau berfikir keluar dari pakem “siapapun yang dibawa JPU yang terhormat dihadapanya, pasti akan diputus bersalah” karena sangat sedikit hakim berani mengembangkan nalar keadilannya, kebanyakan hakim memiliki semangat mengamini semangat menghukumi JPU.

Tibalah pada hari pengadilan, benar seperti dugaanku, hakim tetap menyatakan adiknya (terdakwa) bersalah dengan pertimbangan, meskipun pelapor dan saksi (terdakwa pada perkara yang sama) yang menyatakan terdakwa terlibat dalam kejahatan mereka tidak pernah dihadirkan dipersidangan oleh JPU oleh karena keterangan yang disampaikan di pengadilan diberikan di bawah sumpah maka menjadi bukti yang cukup untuk mengabulkan tuntutan JPU menyatakan terdakwa bersalah, sedangkan keterangan saksi polisi yang tidak melihat keberadaan terdakwa pada saat penangkapan, keterangan kakaknya, keterangan bosnya yang menyatakan pada saat peristiwa tersebut terjadi dia sedang berstatus bekerja, dan keterangan terdakwa yang menolak seluruh keterangan saksi/pelapor yang tidak pernah dihadirkan JPU seperti biasa dikesampingkan, dan majelis hakim yang mulian itu menyatakan dirinya bersalah, dan menghukumnya 6 (enam) bulan penjara.

Kakaknya menangis padaku, matakupun nanar mendengar ratapannya, betapa ketidakadilan terjadi pada adiknya, pada dirinya dan ibunya, yang jelas bergantung hidup pada si adik. Dengan masa tahanan yang sudah lebih dari 4 bulan, adiknya, kakaknya, dan ibunya hanya bisa pasrah dan menerima putusan tersebut, meski dirasa tidak adil, betapa perihnya mencari keadilan pada Pengadilan Manusia, betapa begitu gampangnya seorang yang tidak melakukan kejahatan, kemudian disebut oleh orang lain berbuat kejahatan dengan alasan cukup bukti harus menanggung penderitaan.

Apbila keyakinan polisi dalam memeriksa pelapor dan saksi benar, jaksa dalam menuntut benar, dan hakim dalam memeriksa perkara ini benar bagiku ini bukan persoalan, tetapi itupun harus lewat proses peradilan yang memang adil bagi terdakwa, yakni mempertimbangkan keterangan saksi-saksi yang menguntungkan terdakwa, bukankah kita mengenal sebuah istilah dalam hukum, membebaskan satu orang yang bersalah lebih baik dari pada harus menghukum satu orang yang tidak bersalah.

Bagaimana jika sebaliknya, apa yang dinyatakan terdakwa tentang dirinya yang tidak tahu menahu tentang perkara yang didakwakan padanya, dirinya tidak tahu tentang pencurian kendaraan bermotor yang dialamatkan kepadanya sebagai pelaku, ditopang dengan keterangan bos dan kakaknya yang menyatakan dia sedang bekerja di Kuaro, kabupaten Paser pada saat peristiwa itu terjadi, adalah kebenaran yang sesungguhnya, artinya pengadilan sedang menghukum orang yang tidak bersalah, polisi menetapkan tersangka pada orang yang salah, begitupun dengan jaksa telah mengurai cerita yang tidak benar tentang keadaan hukumnya sehingga dengan sangat berani dan percaya diri mendakwa dan menuntut terdakwa.


Inilah pengadilan manusia, dengan kekuasaanmu ya Allah kami mohon keadilanmu

Komentar

Postingan Populer