Selamat Atas Pernikahanmu

Tulisan Untuk Sahabatku Feri Ferdian, 
Petualanganmu Berakhir, Kau Telah Tetapkan Pelabuhan Pergi dan Pulangmu.

Datang dengan berani, sebagai lelaki
Pagi itu begitu cerah, tumben karena beberapa waktu belakangan hujan seperti memuntahkan bah, sepertinya semesta mendukung acara sakralmu. Alunan sholawat berkumandang, ayat-ayat suci di dendangkan dengan apik, semua hadirin dan hadirat berdandan rapi dengan guratan senyum yang tak pernah lepas dari wajah, sesekali mereka berkomat-kamit yang kuartikan mereka sendang memunajatkan doa agar prosesi hari itu berjalan dengan baik.

Memang agak telat, tapi dapat dipastikan mereka maklum, karena memang hari itu kaulah tuanya, rajanya, keberadaanmu memang harus dinanti, ditunggu, meskipun boleh jadi keterlambatanmu bukan bermaksud membuat mereka yang datang harus membuang waktu, aku tahu kau pasti gelisah menghadapi hari itu, segudang pertanyaan muncul mengganggu, tentang bagaimana ijab-kabulnya?, apa respon tamu yang datang ketika melihatmu?, dan bagaimana menghadapi mata calon orang tua dari istrimu?, itu yang juga dirasakan para pendahulumu ketika menghadapi hari itu.

Akhirnya kau datang, dengan sangat sederhana, dengan pakaian serba putih, sekilas mirip sinetron yang diperankan Roma Irama, pendekar berkuda putih yang menyatukannya dengan Angel Lelga, tapi kendaraanmu bukan kuda, melainkan sebuah mobil jazz (semoga tidak salah) kau diapit kedua orang tuamu, mengekor adikmu. Kau bintangnya hari itu, sepontan semua mata tertuju padamu, dengan senyum campur aduk, dengan bahagia, gerogi, dan sedikit malu-malu kau melangkah ke rumah perempuan yang akan kau peristri, perempuan yang akan menjadi pelabuhanmu, perempuan yang menjadikanmu sejatinya laki-laki, perempuan yang membuat kamu punya alasan menantang matahari.

Sebagaimana dirimu yang ku kenal, kau seorang penghibur sejati, meskin berada dalam situasi gado-gado, kau tetap memberikan senyum, dan begitu sadar kamera, setiap hadirin yang hendak mengambil gambarmu dengan serta merta kau memaku senyum terbaikmu, senyum yang sangat khas, sepertinya untuk senyum seperti itu kau belajar bertahun-tahun, karena hampir semua fotomu selalu dengan senyum yang sama, dilanjutkan dengan mengangkat tangan dengan jemari membentuk huruf “V”, kebiasaanmu sebagai seorang penghibur tidak hilang.

Diantara anak-anak yang pernah berkecimpung di 60+60-N kau yang agak telat nikah, kami-kami telah mendahuluimu dalam urusan ini, meskipun pengalamanmu mungkin dalam urusan membuai kaum hawa lebih dari kami, sebagai seorang Vokalis, kehidupanmu memang tidak jauh dari wanita, mungkin itu alasan kau begitu sulit menambatkan hati, karena terlalu banyak pilihan dihadapanmu, berbeda dengan kami yang berperan sebagai pengiring, meski memiliki ketampanan di atasmu pilihan kami terbatas.

Pelan kau melangkah menuju rumahnya, rumah orang tua perempuanmu, yang karena ijab Kabul akan menjadi orangtuamu juga, kau tidak lagi memanggil mereka “Om” dan “tante” mereka menjadi “Bapak” dan “Mama”, pun sebaliknya, begitulah pernikahan hanya karena dua manusia yang mencinta yang diikat dalam “Ijab-Kabul” selanjutnya bukan kalian saja yang menyatu, orang tua garis keatas, kesamping, dan garis kebawah kalian juga menyatu.

Pelan waktu bergulir, panas matahari tidak lagi lembut, sang juru nikahpun datang kerumah, kerumah yang dulu ketika pacaran kau begitu malu-malu bertamasya di dalamnya, dan boleh jadi setelah ijab Kabul kau membuat nokta cinta disetiap sudutnya hatta itu di toilet. Semua hadirin-hadirat, muslimin-muslimat, ikhwan-akhwat, penuh syahwat menggerubungi ruang tamu tempat akad nikahmu, meski kau anak band, menurutku situasi ini tidak pernah kau dapatkan, karena selama kehidupan band kita dulu gak ada orang baramai-ramai mau mendatangi dengan penuh antusias sebagaimana yang aku saksikan dipernikahanmu, tak ada orang dengan antusias mengabadikan setiap detik moment bersejarah itu pada masa kita ngeband dulu, karena dulu teknologi seluler belum secanggih dan sehebat sekarang.

Ijab Qobul yang menggetarkan
Dengan modal pengalaman sebagai anak band, dan pria penghibur, hanya dalam waktu sekejap kau bisa mengatasi hampir ratusan kamera di hadapanmu dan ribuan tatap mata. Tidak ada yang bersedih ketika kau menikah semua berbahagia baik perempuan ataupun lelaki yang hadir, kebahagiaan perempuan tentu disebabkan karena lelaki mereka tidak akan terkena jeratmu lagi, dan bagi laki-laki pernikahanmu menyelamatkan mereka dari kehilangan perempuanya, karenanya perempuanmu beruntung mendapat lelaki yang diributkan lelaki dan perempuan. Sebagaimana ketika ngeband selalu ada persiapan manggung yang kita lakukan sebelum tampil, pun dengan pengucapan irkrar “Qobul” hanya sekali proses persiapan, setelah itu kau katakan “saya terima nikahnya…….. dengan mas kawin sebesar Rp. 240115” katamu lantang, tegas, tanpa notasi balog, seperti hendak mengusir kami semua yang hadir biar bisa kau segerakan hajatmu mereguk madu, “Sah” kata dua saksi pernikahanmu, “barakallahu” sambung hadirin-hadirat, ikhwan-akhwat. 

Aku paham bahwa nilai mahar yang kau berikan untuk dia yang kini menjadi istrimu sama dengan tanggal pernikahan saat itu, yang tidak kupahami seperti apa wujud lima belas rupiah yang kau berikan dalam mahar itu, mengingat Bank Indonesia sudah mencabut ketentuan mata uang terkecil itu, tapi sudahlah karena hari itu hari bahagiamu mana mungkin aku tega memperdebatkan itu dengan berbagai konsepsi ilmu hukum, filsafat atau logika yang kumiliki. Yang menarik, masih tentang mahar, apa yang kau berikan sebagai mahar, sama yang umumnya para pesohor (artis-artis) itu lakukan, awalnya aku agak geli, tapi gamat-gamat aku sadari setahuku pada saat kuliah kau memang seorang artis, pernah berperan menjadi ustadz dalam teater maulid nabi pada saat SMA, salah seorang juara nyanyi se PT. ITCI, dan vokalis 60+60-N yang terdiri dari manusia-manusia dengan cita-cita tanpa ambisi, karena pengalaman itu aku sadari kau memberi mahar bak artis-artis itu, karena memang gerak tubuhmu, tatap matamu, senyummu, suaramu, lakumu adalah seni, kau seorang penghibur, Artis.

Resmilah Kalian
Selamat atas pernikahanmu, aku teringat obrolan kita beberapa waktu sebelum kau menikah, kau katakan, ibarat mobil kami-kami yang lambat nikah ini seperti Lamborgini atau Ferari, barang mahal sehingga sangat sulit mendapatkan pasangan, hanya kelompok tertentu yang bisa memiliki, semoga sebagaimana yang kau katakana perempuan yang menjadi istrimu adalah perempuan kelompok tertentu yang bisa mendapatkan lamborgini, ibaratnya kau seperti lamborgini disisi Syahrini, tapi kau bukan mobil. Dia menjadi perempuan yang menghargaimu sebagaimana pemilik lamborgini atau ferari, dan kau dapat memberikan kenyamanan padanya dalam berkendara, mengarungi berbagai tempat, berbagai tujuan, dan berbagai kesenangan.

Selamat Kawan, hanya ini yang bisa kubingkiskan untukmu atas pernikahanmu.

HD
Lelaki yang berasal dari lokasi bersalju, km 6, pernah mengiringimu sebagai penggebuk drum di 60+60-N


Komentar

Postingan Populer