Si Vis Pacem Para Bellum,
Si Vis Pacem Para Bellum merupakan pribahasa yang diambil dari Bahasa latin, yang artinya “siapa yang menginginkan perdamaian bersiaplah berperang”, pribahasa itu bukan bermakna ajakan untuk berperang, tapi lebih kepada antisipasi, bahwa kerap kali kita tidak mengetahui bahkan tidak bisa mengendalikan keadaan diluar diri kita, boleh jadi bersahabat, dapat kita terima, boleh jadi sebaliknya destruktif (memiliki daya rusak), maka penting untuk membangun persiapan atas keadaan-keadaan yang terjadi.
Tanggal 14 juli 2019, kamu mulai pembelajaran di
Sabilal Ar Rasyad, pondok pesantren di samarinda, kamu akan tinggal dengan
semua keadaan yang tersedia, boleh jadi tidak kau sukai pada awalnya, karena kamu
akan terpisah dari kami, harus beradaptasi dengan lingkugan baru, sekamar
dengan orang-orang yang tidak kamu kenali, makan makanan yang tidak bisa kamu
tawar, semua harus kamu hadapi, karena memang dalam hidup tidak semua yang kita
sukai kita dapat atau baik buat kita, tapi tidak semua yang tidak kita sukai
buruk, jalan satu-satunya hadapi dan cobalah untuk berdamai dengan itu semua.
Pada saat pertama kali ke pondok untuk
mendaftarkanmu, katamu “diluar ekspektasi” bapa tahu, karena sarananya teramat
biasa, pondok dalam fikiranmu mungkin satu lingkungan dengan bangunan lebih
dari satu lantai dengan cat yang cerah, serta sarana yang memadai, berbeda
dengan yang kamu temukan. bapa teringat kalimat yang keluar dari mulut Zakkiya
adikmu saat menonton salah satu film televisi tentang seorang anak yang menghina
tempat sekolah anak yang lain “bukan sekolah dimana, tapi mau belajar atau
tidak” kata Zakkiya bereaksi, kalimat bijaksana dari mulutnya, memang banyak
yang tumbuh hebat dari tempat Pendidikan dengan sarana yang lengkap, tapi tidak
sedikit yang tumbuh hebat ditengah keterbatasan, jika kamu minta pendapatku,
maka aku akan katakan “mereka yang tumbuh hebat ditengah keterbatasanlah yang
lebih memiliki nilai”.
Sebagaimana kamu juga tahu, Sabilal ArRasyad,
satu-satunya tempat yang kita datangi sebagai tempatmu melanjutkan studi, kita
tidak memikirkan rencana cadangan, berbekal dari rekomendasi om Kohar, salah
satu rekan kerja bapa di Bawaslu. Ada kisah menarik, kau tahu, pada saat hari
pengumuman, sampai dengan jam 3 sore kita (kamu, aku, mama dan zakkiya) belum
mendapat kabar kamu diterima, rasa khawatir “kamu ditolak” mulai menghinggap,
kami sempat kefikiran untuk menyiapkan rencana berikutnya sebagai antisipasi,
tapi sesaat kemudian, terdapat tanda ada pesan singkat masuk ke seluller bapa, dari nomor yang
belakangan bapa ketahui dari salah
seorang guru Sabilal ArRasyad, pada pokoknya kamu dierima sebagai salah satu santri, ditengah harapan untuk mondok yang
nyaris pupus kemudian pesan itu datang, sungguh rasa syukur yang dihadirkan
begitu nikmat.
Pondok Sabilal Ar Rasyad adalah wadah Para bellum,
tempat kamu akan ditempa, dipersenjatai dengan berbagai hal, kamu akan
mendapatkan persenjataan bukan hanya ilmu dari ruang belajar, juga pengalaman
selama kamu hidup disana, pengalaman yang berasal dari berbagai pertentangan
dan perbedaan, yang harus kamu hadapi dan atasi sendiri, dengan berbagai cara
yang akan kamu temukan, boleh jadi lewat persahabatan dan persaudaraanmu dengan
kawan di kamar, ruang kelas, bahkan dengan pendidikmu, kamu akan menghadapi
konflik, menemukan bagaimana mengelola konflik bahkan memperoleh jalan
penyelesaianya ditengah kewajiban-kewajibanmu sebagai seorang santri, sebagai
seorang individu yang punya kemauan sendiri, sebagai individu dalam komunitas,
sebagai perempuan, dan sebagai Raisah Zahra, anakku. Faber est suae quisque fortunae (setiap orang adalah perancang nasibnya
sendiri)
Pergulatan yang akan kamu hadapi, akan
memperkuat nalarmu, mengasah batinmu, sehingga kamu dapat mengambil keputusan
terbaik dalam menjalani kehidupan kelak, jadi Hiruplah udaranya, mulailah
mengulurkan tangan untuk bersahabat, cintai makananmu disana, fikirkan hal baik
atas setiap keadaan yang kamu hadapi, jadilah berani, karena “keberanian akan
menghantarkanmu pada hal-hal hebat”. Satu pesan penting dari Imam Ali sebagai
tanda kamu dicintai “jika keberadaanmu dinanti, kepergianmu dtangisi” begitulah
kamu bagi kami, dan harapan kami, kamu juga akan menjadi orang yang dicintai
disana, di pondok, kamu bagi mereka.
Bapak akan menanti saat kamu bercerita tentang pengalamanmu
di Pondok Sabilal ArRasyad.
Si vis pacem, para iustitiam
(jika kau mengidamkan perdamaian, tegakkan
keadilan)
Dari Gue, Bapakmu
Komentar
Posting Komentar