Faber est suae quisque fortunae
Hai Nak, tidak terasa sudah sebulan kau mondok, tanggal
14 Juli 2019 kau sudah berada disana, menjelang melepasmu kau tahu
terjadi gejolak pada kami sebagai orang tua, pertanyaan apakah kamu siap atau tidak? mampu
atau tidak beradaptasi? menjadi fikiran yang menyelimuti kami, aku dan momsky,
kalo aku sich, ada perasaan tidak siap, karena sejak kamu lahir sampai dengan
masuk sekolah SD hingga lulus, aku yang sering meninggalkan kamu, kalian, tapi
untuk pertama kalinya kamu meninggalkanku, kami, teringat ketika masih kecil
setiap aku akan berangkat kuliah atau kerja meninggalkan kalian di resdes,
pasti kamu jingkar hendak ikut, atau ketika mengetahui aku dalam keadaan tidak
sehat, meski pilek atau meriang yang tidak seberapa, mengetahui itu dari
momsky, kamu langsung mewek, kini aku tahu perasaanmu saat
ditinggalkan, sebagaimana perasaanku harus melepaskanmu kepondok, tapi aku
selalu percaya bahwa setiap mahluk hidup, manusia memiliki insting untuk bertahan hidup, bahkan memiliki akal dan perasaan untuk membantunya bertahan
dalam berbagai keadaan, aku percaya Faber est suae quisque fortune, setiap orang adalah
penata/perancang nasibnya sendiri, ujar Appius Claudius Caecus.
Minggu-minggu awal ketika kamu mondok, setiap malam
kuperhatikan wajah momsky yang gelisah dalam tidurnya, “Gimana Zahra ya
bang?”ujar momsky padaku, “dia akan tumbuh, tenang saja”ujarku menguatkan
batinya, meski secara pribadi aku juga memiliki pertanyaan yang sama, tapi aku
tetap meyakinkan diri bahwa kamu akan siap dengan segala keadaan yang kau
hadapi, benar sahaja, pada kunjungan kami pertama kali, pada tanggal 18 Juli
2019, wajahmu cerah ketika melihat kami di ruang tunggu, yang kau sebut “Dermaga” karena posisinya yang berada di atas kolam, tempat kalian, santri putri bermain kala senggang,
langkahmu mengayun, senyummu mengembang, tepat ketika kamu mengalungkan kedua
tangan dipundak momsky, tangismu pecah, aku hanya mengintip peristiwa itu
“nyaris aku menangis” buru-buru kutahan, kamu pasti akan malu, dengan
teman-temanmu punya bapak yang menangis, hehehe, kurasakan perasaan rindu
memendar dalam isakmu saat dipelukan momsky, kalian menangis Bersama, suasana
yang sama juga terjadi pada teman-temanmu yang mendapat kunjungan orang tua,
saudara, pamannya disana. Bersama jarak ada rindu membentang dan jumpa adalah obat paling romantis.
“gimana nak betah gak?”tanya momsky
“aku betah disini”katamu tegas dengan senyum yang
memendar
Dalam proses itu aku lebih banyak mendengar kamu
bercerita, termasuk ceritamu tentang halangan pertamamu, kemudian kisah awal
ketika kami melepaskanmu dalam asuh pondok dan langkah kami gontai meninggalkanmu. Malam pertama kalian
berceritaan hingga larut, kemudian menangis selama 3 (tiga) malam berturut-turut, dan pada akhirnya
terbiasa, meski ada juga temanmu yang tidak betah, tidak bisa meninggalkan
kenyamanannya, atau tidak mampu berdamai dengan keadaan dalam waktu cepat, semua berpulang pada pribadi kalian. Aku kagumi daya adaptasimu dengan keadaan di pondok, kamu nyatakan
“betah” membuat kami tidak risau, benar kataku “kamu akhirnya tumbuh, bisa
berdamai dengan keadaan”.
Kamu sudah bisa mencuci pakaianmu, menemukan cara
untuk merapihkan baju sekolah meski tidak ada setrika dengan meletakan baju yang
telah dilipat di bawah Kasur, berniat puasa senin kamis meski akhirnya gagal
karena menu makan siangnya terlalu mewah untuk dilewatkan, hal menarik
perhatianku, belakangan kamu mulai meminta untuk tidak membawa makanan
berlebihan saat berkunjung, terbaru kudapat cerita bahwa tidak ada cucian kotor
yang kau titipkan pada pertemuan hari ini tanggal 23 agustus 2019, semua sudah
kau cuci, “dia mulai pengertian bang, sepertinya tahu kalo air sedang mati”
perkembanganmu membuatku bangga.
Maafkan untuk beberapa kesempatan kunjungan tidak
bisa hadir karena memang beririsan dengan pekerjaan yang sedang kujalani.
Waktumu masih Panjang, aku teringat sebuah
ungkapan Cura,
ut valeas!, Berusahalah agar kau
berhasil!
Komentar
Posting Komentar