Perlawanan Dengan Pohon Pisang
Hari Dermanto
Sekitar antara tahun 2007-2008 (saya lupa pastinya), suatu pagi semua orang yang berdiam di kawasan kelurahan penajam, kecamatan penajam, kabupaten penajam paser utara (PPU) di jalan sekitar pelabuhan penyeberangan penajam-balikpapan sampai dengan jalan yang berhadapan dengan kantor bupati (saat itu) berdiri puluhan pohon pisang. Semua mata terhenyak, semua aktivitas melambat, hanya sekedar untuk memperhatikan pohon pisang berdiri memadati jalan, tertawa simpul (puas) ada pula yang kecut.
Hari itu puluhan pohon pisang menjadi bintang jalanan, kehadirannya serasa mewakili perasaan publik yang teraniaya, tidak puas terhadap kerja-kerja palayanan publik pemerintah kabupaten PPU. Pohon-pohon tersebut seolah menjadi saluran kekecewaan masyarakat, sekaligus bentuk kesadaran masyarakat memposisikan dirinya sebagai subjek pembangunan yang harus terlindungi hak-haknya, juga merupakan kritik social terhadap ketidakberesan yang terjadi dalam pembangunan jalan yang belum juga tuntung dalam batas normal. Tindakan ini dilakukan karena Pembangunan jalan yang seharusnya memberi kenyamanan bagi masyarakat sebaliknya telah memproduksi ketidaknyamanan berupa debu (polusi) yang mengganggu kesehatan masyarakat dan pengguna jalan.
Tidak ada yang berusaha menyingkirkan puluhan pohon-pohon pisang tersebut dari badan jalan hari itu dan beberapa hari setelahnya sampai dengan adanya keputusan untuk merealisasikan pembangunan jalan. Entah siapa yang memiliki ide perlawanan dengan pohon pisang, harus diakui mereka berjasa mempercepat di penuhinya hak-hak publik, karena tidak menunggu lama setelah perlawanan dengan pohon pisang itu dilakukan pemerintah kabupaten PPU merasa terkoreksi dan mewujudkan pembangunan jalan.
Peristiwa perlawanan dengan pohon pisang yang dilakukan masyarakat penajam telah menjadi buah bibir, pembicaraan, gossip hangat bagi banyak orang dan termuat dalam kepala berita Koran lokal yang ada di Kalimantan timur karena sifatnya yang unik, dengan capaiannya yang terbukti sukses mengkudeta status quo pemerintahan, menyebabkan perlawanan dengan pohon pisang menjadi trand masyarakat tidak hanya di Penajam. Hampir semua kerusakan pelayanan publik setelah kejadian tersebut pohon pisang menjadi seakan dihadirkan untuk menjadi wakil dalam menyuarakan kepentingannya, sebagaimana yang terjadi di jalan provinsi desa rangan, sendele (kabupaten paser), desa waru, babulu, petung (kabupaten PPU) dan mungkin dibeberapa desa yang tidak terjangkau dari pengamatan penulis.
Perlawanan dengan pohon pisang adalah sisi lain yang mengungkap kenyataan betapa wakil rakyat yang berada di pemerintahan sudah tidak di percaya masyarakat dalam membela hak publiknya.
Komentar
Posting Komentar