Konteks di Balik Teks

tulisan ini di buat beberapa waktu lalu, membaca tulisan adit membuat saya mengingat bahwa saya pernah menulis yang berhubungan dengan tempat saya kuliah beberapa waktu lalu. semoga saya nggak di keluarkan dari kampus karena tulisan ini. he he he

Tulisan ini mungkin dapat dinilai sebagai opini, pendapat atau sampah pemikiran yang sangat subyektif karena diciptakan bukan berangkat dari satu penelitian ilmiah dengan metode mutakhir obyektifitas, tulisan, opini dan/atau apapun dalam pandangan ini sangat identik dengan kesalahan berfikir (fallacy) di masyarakat baik overgeralisir dan force hypotesis, saya sadari hal tersebut ketika ingin menulis berkaitan dengan refleksi culture intlektual kampus (universitas balikpapan) dengan merefleksi keadaan fisik kampus.

Meskipun terlalu sangat subyektif, jauh dari kesan akademis dan rasionalitas karena hanya bersandar pada penilaian pribadi (suka dan tidak), tetapi saya ingat satu ungkapan Antonio Gramsci, bahwa obyektifitas pada dasarnya adalah subyektifitas yang berlaku umum artinya kesalahan berfikir dan subyektifitas tulisan ini akan ternafikan jika apa yang saya ungkapkan adalah satu persoalan yang teman-teman benarkan, sehingga terjadi pemberlakuan subyektifitas sebagai obyektifitas.

Saya percaya bahwa setiap teks mewakili konteks tertentu, bahwa keberadaan infrastruktur merupakan pengejawantahan suprastruktur. Bahwa tampilan fisik dalam seni arsitektur adalah cermin kualitas si arsitek, Jika bangunan fisik UNIBA dalam bentuk infrastruktur berupa gedung dan fasilitas didalamnya, dan tataruang kampus seperti yang saya dan anda lihat-saksikan setiap kekampus dan praktek manusia (kita) yang bermahasiswa, berdosen ria kita gambarkan sebagai teks, maka dengan rumusan diatas konteks apa kiranya yang bersemayam dalam fikiran kita tentang UNIBA.

Jika konteks diartikan sebagai cerminan yang kita tangkap ketika melihat teks (keadaan di permukaan) berupa buruknya (pengelolaan) gedung, faslitas, tata ruang kampus dan pola komunikasi akademik, maka konteks yang diwakili atas teks tersebut adalah UNIBA dibangun orang yang tidak memiliki visi pencerahan manusia melainkan dibangun oleh manusia dengan visi menghisap manusia, UNIBA dibangun bukan oleh orang yang bervisi hommo ethicus melainkan oleh orang yang bervisi hommo economicus, UNIBA diciptakan bukan untuk menciptakan manusia merdeka melainkan manusia budak. Penghisapan, ekonomis dan perbudakan adalah konteks yang hadir dalam kepala saya ketika melihat kampus dan sosialita kita.

Konteks tersebut semakin tidak terbantahkan ketika melihat praktek sosialita kita untuk terjebak dalam teks bahwa kita kuliah untuk sekedar berijasah sarjana tapi tidak menjadi manusia sarjana jika subyektifitas saya salah dalam melihat UNIBA dan sosialita kita maka dalam hukum rasional adalah wajib untuk dibantah dengan pendekatan yang sama. Atau memang tulisan ini akan bernasib sama dengan tulisan yang pernah termuat di mading (majalah dinding atau papan pengumuman) sebelumnya tidak tersentuh atau dibaca karena satu hal keperluan anda (kita) ke madding Cuma untuk satu hal melihat pengumuman kerja. Jika watak mahasiswa melihat mading hanya untuk sekedar melihat lowongan kerja adalah teks social maka konteks social mahasiswa uniba adalah mahasiswa budak.

Semoga konteks uniba dan sosialita mahasiswa UNIBA yang merupakan subyektifitas saya adalah salah besar, bukan gambaran obyektif.

Komentar

Postingan Populer