Gaji Pertamamu...
Pengalaman di HMI, sebuah catatan mengenang PUSKIB
Kurang lebih 7 tahun lalu, di tahun 2004,
Sore itu (saya kurang tahu persis tepatnya) bertempat di sekretariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Balikpapan di kawasan Pusat Kegiatan Islam Balikpapan (PUSKIB), sepanjang hari itu perutku gak terisi makanan normal hanya beberapa gorengan, untuk mengalihkan derita perut kuhabiskan waktu untuk melahap buku yang baru kubeli, “Rekayasa Sosial” yang ditulis Kang Jalal (jalaludin rakhmat). Siang berlalu, malampun datang, dengan senja sebagai permulaanya.
Setelah sholat maghrib, kembali kuambil buku “rekayasa sosial” yang sejak sore kubaca, di beranda sekretariat HMI, sekitar pukul 19.00 wsi (waktu saat itu), dari gerbang PUSKIB nampak motor Supra X bergerak cepat ke arah Sekret HMI tempat aku bersantai, melalui identifikasi singkat kuketahui pengendaranya, Ari Mulyanto, Mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik Minyak dan Gas (STT MIGAS) Semster V (lima), seperti biasa sebelum kuliah dia mengunjungi sekretariat, yang tidak biasa senja itu dia datang dengan wajah yang penuh kecerian, senyumnya terus mengembang, matanya berbinar, yang sejenak mengalihkan perut laparku.
“kau tidak kuliah ri” tanyaku
“sudah kang (panggilan jawa untuk seorang kawan lelaki)”
“ada apa ini, kau nampak bahagia?” gumamku mencari tahu di balik rona bahagian di wajahnya. Kemudian dia mendekat dan duduk persis disampingku.
“ayo kita makan kang, aku mau traktir sampean malam ini” katanya masih dengan penuh kebahagiaan.
Gayuh bersambut, seperti tidak percaya, Allah datang mengulurkan bantuan kepadaku melalui tangan kekasihnya, Ari Mulyanto.
“ emang kamu punya uang, gak usah ri” kataku berbasa-basi
“sudahlah kang, tenang aja” kata-katanya meyakinkanku
“kamu habis dapat penumpang banyak kah hari ini” tanyaku mencari tahu
“nanti kuceritakan, ayo kita jalan” memotong obrolan kemudian menarik tanganku untuk berdiri.
Dengan pakaian ala kadernya kaos oblong putih (seperti yang digunakan aktor laga Jet Lee dalam film kungfu yang dia perankan), dan sarung yang kupelintir seperti orang hendak sholat, sayapun menyusul Ari Mulyanto di motornya, yang sudah siap dengan helm cadangan (tidak standar) untukku, helm yang selalu dia bawa untuk penumpang yang kali-kali dia temukan di pinggir jalan. Saat itu, kawan yang satu ini menghidupi kebutuhan kuliah dengan bekerja sebagai tukang ojek di kawasan pasar baru setiap subuh.
Kamipun berangkat
“malam ini aku mau ngajak sampean makan enak kang” katanya dengan suara samar, dalam perjalanan
“semua makanan sama aja” kataku menjawab tantangannya
Motor Supra x yang dikendarainya bergerek melalui sekretariat HMI yang terletak di Pusat Kegiatan Islam Balikpapan (PUSKIB) memasuki Jln. A Yani dengan arah pusat kota, tepat disimpang gunung sari dan gunung malang, motor Supra X yang merupakan modal usahanya itu, dibelokan ke arah kiri masuk ke Jl Mayjend Sutoyo (gunung malang), motor dengan cepat bergerak hingga sampai pada persimpangan (lampuh merah) yang berhadapan dengan Jl. Jend Sudirman, kemudian dengan gesit dibelokan kekiri memasuki JL. Jend Sudirman ke arah terminal Balikpapan Permai. Tidak jauh dari terminal kemudian motor diparkirkan persis di sebuah warung makan, yang setahuku terkenal di Balikpapan. Warung makan tersebut begitu bersih, warna hijau dominan hampir diseluruh bangunan, ornamen khas jawa (wayang dan tokoh-tokoh jawa dan alat musik) terdapat di sudut ruangan yang dipasang dengan apik dan semilir musik tradisional khas jawa mendayu, begitu anggun, warung makan tersebut milik Puspo Wardoyo, penerima Poligami Award (entah oleh lembaga apa), warung makan tersebut dikenal dengan Warung Makan Wong Solo.
“kita ngapain di sini ri?” kataku seperti tidak percaya ketika motor dengan percaya diri dia parkirkan di Wong Solo
“makanlah kang” katanya santai, kemudian diikuti langkah masuk kedalam ruangan.
begitu memasuki pintu Wong Solo, kami langsung disambut dengan ramah oleh pelayan. Setelah melihat-lihat kami akhirnya memutuskan duduk di meja yang terdapat di ruang bagian depan. Rasanya penampilan kami malam itu memudarkan keindahan Warung Wong Solo, karena kami datang dengan tampilan kucel, saya dengan kaos oblong, sarung dan sendal kepit, sedangkan Ari Mulyanto dengan jaket lusuh (bermerek motor), celana jeans belel-komprang yang menurut pengkuannya hanya di cuci saat kulitnya mengalami iritasi (minimal 2 minggu sekali di cuci) plus sendal bata hitam tebal (yang menegaskan karakternya sebagai tukang ojek).
Beberapa pegawai perempuan nampak mesem-mesem yang aku duga mereka takjub dengan penampilan kami, dan ini kali pertamannya Wong Solo didatangi Gembel.
“aku dengar harga makanan disini mahal ri, uangmu ada aja kah” kataku berbisik
“santai aja kang, aku barusan terima honor sebagai asisten dosen” katanya dengan senyum, kemudian mengangkat (memamerkan) amplop putih kepadaku, setelah di buka berisi uang sebesar Rp. 150.000,00 (seratus limapuluh ribu rupiah).
“berapa yang kau anggarkan untuk makan disini” kataku
“50.000 kang” katanya dengan gagah.
“pasti banyak banget” kataku dalam hati
Salah seorang pelayanan mendatangi kami dan memberikan daftar menu dan harga makanan yang ada. setelah pelayan tersebut pergi, kami membuka daftar menu, aku kaget begitupun ari tidak kalah kaget (nampak dari wajahnya), mengetahui bahwa harga makanan tersebut luar biasa mahal. Untuk satu porsi menu yang paling murah: lauk, nasi dan sayur tiap orang dibandrol tiga puluh ribu.
“gimana ri, pulang ajakah kita, cari tempat lain”kataku berbisik
“jangan kang, malu kita udah duduk disini” jawabnya
“gini aja, kita ambil yang paling murah, sayur asem satu, ayamnya satu potong, nasinya dua, kalo di hitung pas dengan dana yang kau sediakan, minumnya ait putih aja” kataku memberi solusi
“boleh juga tuh kang” jawabnya dibarengi senyum khas miliknya.
Ketika pelayan datang kami menjelaskan menu kami, pelayan tersebut mengiyakan kemudian bergerak menuju dapur yang tak jauh dari tempat kami duduk. Sekilas kulihat wajah geli palayan tersebut, mungkin karena penampilan kami yang merusak ornamen indah rumah makan tempat mereka bekerja, dan tentunya karena pilihan menu kami yang super minimalis.
Akhirnya jadilah, untuk pertama kalinya saya dan ari menginjak warung Wong Solo milik si pemenang poligami Award yang terkenal itu. Sampai hari ini aku gak habis fikir, kenapa orang yang harus ditraktir gaji pertamanya adalah saya, kalo karena ketertarikan seksual mustahil, kalo karena kasihan gak juga ah, seingatku saya pernah ikut menulis di jurnal kampus miliknya yang diberi nama OJEK SUPER (saya lupa kepanjangannya), cuma sekali saya menulis disitu, kalo karena itu dia mentraktirku di Wong Solo sungguh itu bayaran luar biasa, terlepas dari alasan tersebut, Ari Mulyanto adalah kawan yang baik dan konyol, orang yang tidak mudah tersinggung dan termasuk macan forum.
Malam itu luar biasa, Allah seperti dekat denganku melalui kebaikan Ari Mulyanto, ya memang benar hamba-hamba yang dekat dengan diriNya selalu lahir menjadi penyelamat bagi manusia yang lain.
salam
Kurang lebih 7 tahun lalu, di tahun 2004,
Sore itu (saya kurang tahu persis tepatnya) bertempat di sekretariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Balikpapan di kawasan Pusat Kegiatan Islam Balikpapan (PUSKIB), sepanjang hari itu perutku gak terisi makanan normal hanya beberapa gorengan, untuk mengalihkan derita perut kuhabiskan waktu untuk melahap buku yang baru kubeli, “Rekayasa Sosial” yang ditulis Kang Jalal (jalaludin rakhmat). Siang berlalu, malampun datang, dengan senja sebagai permulaanya.
Setelah sholat maghrib, kembali kuambil buku “rekayasa sosial” yang sejak sore kubaca, di beranda sekretariat HMI, sekitar pukul 19.00 wsi (waktu saat itu), dari gerbang PUSKIB nampak motor Supra X bergerak cepat ke arah Sekret HMI tempat aku bersantai, melalui identifikasi singkat kuketahui pengendaranya, Ari Mulyanto, Mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik Minyak dan Gas (STT MIGAS) Semster V (lima), seperti biasa sebelum kuliah dia mengunjungi sekretariat, yang tidak biasa senja itu dia datang dengan wajah yang penuh kecerian, senyumnya terus mengembang, matanya berbinar, yang sejenak mengalihkan perut laparku.
“kau tidak kuliah ri” tanyaku
“sudah kang (panggilan jawa untuk seorang kawan lelaki)”
“ada apa ini, kau nampak bahagia?” gumamku mencari tahu di balik rona bahagian di wajahnya. Kemudian dia mendekat dan duduk persis disampingku.
“ayo kita makan kang, aku mau traktir sampean malam ini” katanya masih dengan penuh kebahagiaan.
Gayuh bersambut, seperti tidak percaya, Allah datang mengulurkan bantuan kepadaku melalui tangan kekasihnya, Ari Mulyanto.
“ emang kamu punya uang, gak usah ri” kataku berbasa-basi
“sudahlah kang, tenang aja” kata-katanya meyakinkanku
“kamu habis dapat penumpang banyak kah hari ini” tanyaku mencari tahu
“nanti kuceritakan, ayo kita jalan” memotong obrolan kemudian menarik tanganku untuk berdiri.
Dengan pakaian ala kadernya kaos oblong putih (seperti yang digunakan aktor laga Jet Lee dalam film kungfu yang dia perankan), dan sarung yang kupelintir seperti orang hendak sholat, sayapun menyusul Ari Mulyanto di motornya, yang sudah siap dengan helm cadangan (tidak standar) untukku, helm yang selalu dia bawa untuk penumpang yang kali-kali dia temukan di pinggir jalan. Saat itu, kawan yang satu ini menghidupi kebutuhan kuliah dengan bekerja sebagai tukang ojek di kawasan pasar baru setiap subuh.
Kamipun berangkat
“malam ini aku mau ngajak sampean makan enak kang” katanya dengan suara samar, dalam perjalanan
“semua makanan sama aja” kataku menjawab tantangannya
Motor Supra x yang dikendarainya bergerek melalui sekretariat HMI yang terletak di Pusat Kegiatan Islam Balikpapan (PUSKIB) memasuki Jln. A Yani dengan arah pusat kota, tepat disimpang gunung sari dan gunung malang, motor Supra X yang merupakan modal usahanya itu, dibelokan ke arah kiri masuk ke Jl Mayjend Sutoyo (gunung malang), motor dengan cepat bergerak hingga sampai pada persimpangan (lampuh merah) yang berhadapan dengan Jl. Jend Sudirman, kemudian dengan gesit dibelokan kekiri memasuki JL. Jend Sudirman ke arah terminal Balikpapan Permai. Tidak jauh dari terminal kemudian motor diparkirkan persis di sebuah warung makan, yang setahuku terkenal di Balikpapan. Warung makan tersebut begitu bersih, warna hijau dominan hampir diseluruh bangunan, ornamen khas jawa (wayang dan tokoh-tokoh jawa dan alat musik) terdapat di sudut ruangan yang dipasang dengan apik dan semilir musik tradisional khas jawa mendayu, begitu anggun, warung makan tersebut milik Puspo Wardoyo, penerima Poligami Award (entah oleh lembaga apa), warung makan tersebut dikenal dengan Warung Makan Wong Solo.
“kita ngapain di sini ri?” kataku seperti tidak percaya ketika motor dengan percaya diri dia parkirkan di Wong Solo
“makanlah kang” katanya santai, kemudian diikuti langkah masuk kedalam ruangan.
begitu memasuki pintu Wong Solo, kami langsung disambut dengan ramah oleh pelayan. Setelah melihat-lihat kami akhirnya memutuskan duduk di meja yang terdapat di ruang bagian depan. Rasanya penampilan kami malam itu memudarkan keindahan Warung Wong Solo, karena kami datang dengan tampilan kucel, saya dengan kaos oblong, sarung dan sendal kepit, sedangkan Ari Mulyanto dengan jaket lusuh (bermerek motor), celana jeans belel-komprang yang menurut pengkuannya hanya di cuci saat kulitnya mengalami iritasi (minimal 2 minggu sekali di cuci) plus sendal bata hitam tebal (yang menegaskan karakternya sebagai tukang ojek).
Beberapa pegawai perempuan nampak mesem-mesem yang aku duga mereka takjub dengan penampilan kami, dan ini kali pertamannya Wong Solo didatangi Gembel.
“aku dengar harga makanan disini mahal ri, uangmu ada aja kah” kataku berbisik
“santai aja kang, aku barusan terima honor sebagai asisten dosen” katanya dengan senyum, kemudian mengangkat (memamerkan) amplop putih kepadaku, setelah di buka berisi uang sebesar Rp. 150.000,00 (seratus limapuluh ribu rupiah).
“berapa yang kau anggarkan untuk makan disini” kataku
“50.000 kang” katanya dengan gagah.
“pasti banyak banget” kataku dalam hati
Salah seorang pelayanan mendatangi kami dan memberikan daftar menu dan harga makanan yang ada. setelah pelayan tersebut pergi, kami membuka daftar menu, aku kaget begitupun ari tidak kalah kaget (nampak dari wajahnya), mengetahui bahwa harga makanan tersebut luar biasa mahal. Untuk satu porsi menu yang paling murah: lauk, nasi dan sayur tiap orang dibandrol tiga puluh ribu.
“gimana ri, pulang ajakah kita, cari tempat lain”kataku berbisik
“jangan kang, malu kita udah duduk disini” jawabnya
“gini aja, kita ambil yang paling murah, sayur asem satu, ayamnya satu potong, nasinya dua, kalo di hitung pas dengan dana yang kau sediakan, minumnya ait putih aja” kataku memberi solusi
“boleh juga tuh kang” jawabnya dibarengi senyum khas miliknya.
Ketika pelayan datang kami menjelaskan menu kami, pelayan tersebut mengiyakan kemudian bergerak menuju dapur yang tak jauh dari tempat kami duduk. Sekilas kulihat wajah geli palayan tersebut, mungkin karena penampilan kami yang merusak ornamen indah rumah makan tempat mereka bekerja, dan tentunya karena pilihan menu kami yang super minimalis.
Akhirnya jadilah, untuk pertama kalinya saya dan ari menginjak warung Wong Solo milik si pemenang poligami Award yang terkenal itu. Sampai hari ini aku gak habis fikir, kenapa orang yang harus ditraktir gaji pertamanya adalah saya, kalo karena ketertarikan seksual mustahil, kalo karena kasihan gak juga ah, seingatku saya pernah ikut menulis di jurnal kampus miliknya yang diberi nama OJEK SUPER (saya lupa kepanjangannya), cuma sekali saya menulis disitu, kalo karena itu dia mentraktirku di Wong Solo sungguh itu bayaran luar biasa, terlepas dari alasan tersebut, Ari Mulyanto adalah kawan yang baik dan konyol, orang yang tidak mudah tersinggung dan termasuk macan forum.
Malam itu luar biasa, Allah seperti dekat denganku melalui kebaikan Ari Mulyanto, ya memang benar hamba-hamba yang dekat dengan diriNya selalu lahir menjadi penyelamat bagi manusia yang lain.
salam
Komentar
Posting Komentar