Sebuah Resume : Diskusi Dengan Sahabat Adi
Renungan Orang Muda tentang kemarin, hari ini dan mungkin
Seorang sahabat yang saya kenal pernah menjadi Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Balikpapan, Adi, barusan pulang dari tempat persinggahanku di eks kantor Lembaga Bantuan Hukum Pos Balikpapan yang sekarang menjadi sekretariat Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu (HMPS) Hukum Universitas Balikpapan dan Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Cabang Balikpapan.
Kunjunganya ini memang sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelum malam ini, dan di malam inilah sebab-sebab untuk kami bertemu terpenuhi tidak ada hujan dan langit pun cerah, sekitar pukul 22.45 dia datang. Ditemani cemilan, rokok, 2 (dua) gelas kopi pahit dan sesekali suara cicak kami pun berbincang, ada hal-hal yang berbau curahan hati, fikiran dan perasaan tentang rencana bagaimana menciptakan langkah strategis esok hari, kami mendiskusikan tentang kritik kelompok Marksis atas Agama yang disebut sebagai candu, juga tentang bagaimana mengusahakan pembumian budaya intelektual di organisasi yang kami geluti dan atau organisasi kampus yang kami pernah berada di dalamnya, termasuk rencana besarnya yang ingin menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan, topik pergulatan tokoh (ideology) yang menginsiprasi kami pun tak luput dari pembicaraan dia dengan Tan Malaka dan Gusdurnya, saya dengan tokoh Pramoedya Ananta Toer dan Ali Syariati.
I. Kritik Atas Kritik Atas Agama Itu Candu
Kami mendiskusikan tentang soal kritik Marks atas agama, yang menurut kami tidak dapat di generalisir jika di lihat sejarah kritik itu berasal yakni menohok kekuasaan katolik yang menjadi abdi tuan-tuan tanah di zamannya, ada beberapa alasan agama sebagai candu telah di mentahkan dengan lahirnya gerakan teologi pembebasan di Amerika Latin di tahun 1980an yang dikawal oleh Gustafo Moreno Teres, Ivan Illic dan Poulo Freire yang sukses menggunakan Agama katolik (yang dikritik kelompok Marksis) sebagai sarana membebaskan masyarakat brasil dari jerat kemiskinan dan buta huruf. Tidak hanya di Brasil gerakan teologi pembebasan ini meluas hamper keseluruh daratan amerika latin.
Kritik atas kritik Marksis terhadap Agamapun dapat kita lihat dari sejarah perjuangan para nabi misalkan Musa, Ibrahim, Isa dan Muhammad SAW (sholawat dan salam semoga selalu tercurah atasnya) yang merupakan Nabi (Rasul) yang bangkit melakukan perlawanan terhadap praktek kapitalisme yang menindas dan menegasikan kemanusiaan kepada pembebasan manusia. Atau Mahatma Gandhi dengan gerakan Ahimsa, Swadeshi dan Satyagraha merupakan gerakan yang terinspirasi dari pemahaman Islam yang progresif(sebagaimana di tampilkan Sayidina Husein) dan kesabaran Hindu yang menjadi spirit membebaskan masyarakat India dari penjejahan Inggris.
Kritik atas kritik Marksis juga terjawab dengan Revolusi Islam di Iran tahun 1979, yang menjadikan semangat Islam sebagai kekuatan yang menginsipriasi lahirnya Revolusi, membebaskan masyarakat Iran dari kekuasaan Syah Reza Pahlevi yang ditopang oleh Amerika, Inggris dan Israel. Atau revolusi Indonesia di tahun 1945 yang juga sangat dipengaruhi oleh semangat keberAgamaan. Dan banyak lagi contoh serupa.
Jika melihat fakta-fakta historis tentang perubahan (revolusi) social yang terjadi sebagaimana saya kutipkan diatas, sangat jelas bahwa Revolusi diberbagai belahan bumi sangat banyak diInspirasi oleh nilai-nilai Agama yang dianggap candu (oleh kelompok Marksis), karena Agama adalah candu maka banyak yang orang mengorbankan kepentingan dirinya untuk menciptakan kemaslahatan, kebebasan, kebaikan bagi manusia lain dan generasinya. Melihat fakta-fakta revolusi diberbagai belahan dunia kami berkesimpulan bahwa kesimpulan agama candu yang merupakan praktek yang dihadapi marks tidak bisa digeneralisasi pada frame sosiologis ke Indonesiaan, sebaliknya hanya dengan mencari nilai-nilai perlawanan dalam Agamalah revolusi social jilid berikutnya bisa terjadi.
Kritik kami ini memang tidak menutupi diri dari realitas sosial bahwa banyak kelompok keAgamaan yang tidak bisa dipungkiri menggunakan Agama sebagai alat untuk memuaskan sahwat kekuasaanya, tetapi sulit rasanya untuk menafikan bahwa Agama memiliki nilai-nilai perlawanan sebagaimana kami sebutkan diatas.
II. Pembumian Budaya Intelektual
Tidak bisa dipungkiri bahwa budaya membaca, menulis dan berdiskusi merupakan sesuatu yang langka ditemukan di kalangan mahasiswa. Sebagaimana kita ketahui tiga hal tersebut adalah pilar dalam mengasa kepekaan sosial, kesadaran kritis dan bahkan keberpihakan mahasiswa terhadap persoalan kesenjangan mahasiswa dengan realitas diluar kampus. Membaca, menulis dan berdiskusi merupakan sarana pergulatan pemikiran dan ide-ide yang kemudian menjadi langkah awal untuk mentransformasi sosial. Pertanyaan yang muncul pada kami apa jadinya jika budaya ini tercerabut dari kehidupan mahasiswa?
Dalam pandangan kami jika budaya tersebut sudah jauh dari mahasiswa, bisa dipastikan tidak akan kita temui oposan jalanan, ekstra parlementer yang menjadi penyeimbang kekuatan politik kekuasan (Check n balanaces), penyuara orang yang tak berani bersuara. Mahasiswa tidak ubahnya dengan masyarakat biasa, atau jika diperbolehkan mengutip pandangan Antonia Gramsci dalam buku Negara dan Hegemoni yang membagi dua kelompok intelektual, pertama intelektual tradisional dan kedua Intelektual organic.
Intelektual tradisional dalam pandangan Gramsci mereka yang memiliki keilmuan untuk kepentingan profesional umumnya mereka menjadi penopang kekuasaan (Aristokrat) sedangankan, Intelektual organik adalah kelompok intelektual yang hadir sebagai kelompok yang menyadarkan masyarakat, memberikan pencerahan dan hidup ditengah-tengah masyarakat, yang tujuannya untuk memutus kekuatan hegemonic yang diciptakan kekuasaan melalui para Intelektual tradisional. Dan Mahasiswa seharusnya dapat menjadi Intelektual Organik yang hidup dan berjuang ditengah-tengah masyarakatnya.
Tetapi dalam kenyataanya, kita temui aktivis (mahasiswa)yang mengasah keterampilan dirinya sebagai agen pencerahan, yang meluangkan waktunya untuk membaca, tidak pernah lagi kita temui mading kampus atau Koran lokal diisi perspektif mahasiswa yang orisinal, gress dan out of box, sedangkan dalam hal budaya diskusi (dialektika) yang kerap kita temui kerap tanpa referensi, lebih bermuatan intimadatif menyerang personalitas lawan diskusi dan sedikit berbicara tentang substansi.
Mengetahui kenyataan ini tidak membuat kami kecewa lantas putus harapan, kami berkomitment untuk melakukan apa yang paling mungkin kami bisa lakukan. Sebagaimana diungkapkan oleh Sayidina Ali kmw (salam dan sholawat semoga selalu tercurah atasnya) cara terbaik mengajak seseorang pada kebaikan adalah dengan menjadi teladan, mungkin cara itu yang akan kami tempuh. Insyaallah.
III. Rencana Besarnya Kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan
Dia berancana dapat kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan, dia memiliki cita-cita dapat mendorong budaya menulis pada mahasiswa ekonomi sebagaimana kegemarannya, memiliki komunitas kajian mahasiswa ekonomi yang berorientasi pada kajian ekonomi dengan perspektif Soekarno dan Hatta. Menurutnya ajaran di fakultas ekonomi yang dibanyak universitas jarang sekali mengkaji pemikiran dua tokoh tersebut, kedua tokoh tersebut hanya dikenal sebagai deklarator proklamasi bagaiamana dengan persepektif ekonomi mereka sangat sedikit yang memahami. Menurutnya 2 (dua) tokoh tersebut memiliki pemahaman ekonomi yang berbasiskan Ideologi, kebangsaan dan kemanusiaan, yang memiliki corak berbeda dengan teori-teori ekonomi barat (baca liberal) tidak memiliki pondasi ideology, hanya berorientasi pada akumulasi modal, kerap menegasikan nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan.
Rencana membentuk kelompok kajian ekonomi yang menggali perspektif Soekarno dan Hatta sebagai basis ideologis (perspektif) sebagaimana yang dia cita-citakan, mengingatkan saya pada lembaga Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PUSTEK) Universitas Gajah Mada (UGM), melalui Pustek tokoh sekaliber Revrisond Bazwir (yang bersangkutan pernah mengisi kuliah umum tentang Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pembangunan Hukum Indonesia atas undangan HMPS Hukum UNIBA), Ichsanodin Noorsy dan beberapa tokoh lainya merupakan ekonom oposan yang kerap mengkritisi kebijakan ekonomi rezim SBY yang berhaluan liberal.
Sebagai teman saya mengaminkan cita-cita mulianya, semoga Allah SWT melapangkan jalan baginya dalam mewujudkan misinya menjadi kenyataan.
29 September 2011
Dini Hari: 02.15
HD
Seorang sahabat yang saya kenal pernah menjadi Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Balikpapan, Adi, barusan pulang dari tempat persinggahanku di eks kantor Lembaga Bantuan Hukum Pos Balikpapan yang sekarang menjadi sekretariat Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu (HMPS) Hukum Universitas Balikpapan dan Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Cabang Balikpapan.
Kunjunganya ini memang sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelum malam ini, dan di malam inilah sebab-sebab untuk kami bertemu terpenuhi tidak ada hujan dan langit pun cerah, sekitar pukul 22.45 dia datang. Ditemani cemilan, rokok, 2 (dua) gelas kopi pahit dan sesekali suara cicak kami pun berbincang, ada hal-hal yang berbau curahan hati, fikiran dan perasaan tentang rencana bagaimana menciptakan langkah strategis esok hari, kami mendiskusikan tentang kritik kelompok Marksis atas Agama yang disebut sebagai candu, juga tentang bagaimana mengusahakan pembumian budaya intelektual di organisasi yang kami geluti dan atau organisasi kampus yang kami pernah berada di dalamnya, termasuk rencana besarnya yang ingin menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan, topik pergulatan tokoh (ideology) yang menginsiprasi kami pun tak luput dari pembicaraan dia dengan Tan Malaka dan Gusdurnya, saya dengan tokoh Pramoedya Ananta Toer dan Ali Syariati.
I. Kritik Atas Kritik Atas Agama Itu Candu
Kami mendiskusikan tentang soal kritik Marks atas agama, yang menurut kami tidak dapat di generalisir jika di lihat sejarah kritik itu berasal yakni menohok kekuasaan katolik yang menjadi abdi tuan-tuan tanah di zamannya, ada beberapa alasan agama sebagai candu telah di mentahkan dengan lahirnya gerakan teologi pembebasan di Amerika Latin di tahun 1980an yang dikawal oleh Gustafo Moreno Teres, Ivan Illic dan Poulo Freire yang sukses menggunakan Agama katolik (yang dikritik kelompok Marksis) sebagai sarana membebaskan masyarakat brasil dari jerat kemiskinan dan buta huruf. Tidak hanya di Brasil gerakan teologi pembebasan ini meluas hamper keseluruh daratan amerika latin.
Kritik atas kritik Marksis terhadap Agamapun dapat kita lihat dari sejarah perjuangan para nabi misalkan Musa, Ibrahim, Isa dan Muhammad SAW (sholawat dan salam semoga selalu tercurah atasnya) yang merupakan Nabi (Rasul) yang bangkit melakukan perlawanan terhadap praktek kapitalisme yang menindas dan menegasikan kemanusiaan kepada pembebasan manusia. Atau Mahatma Gandhi dengan gerakan Ahimsa, Swadeshi dan Satyagraha merupakan gerakan yang terinspirasi dari pemahaman Islam yang progresif(sebagaimana di tampilkan Sayidina Husein) dan kesabaran Hindu yang menjadi spirit membebaskan masyarakat India dari penjejahan Inggris.
Kritik atas kritik Marksis juga terjawab dengan Revolusi Islam di Iran tahun 1979, yang menjadikan semangat Islam sebagai kekuatan yang menginsipriasi lahirnya Revolusi, membebaskan masyarakat Iran dari kekuasaan Syah Reza Pahlevi yang ditopang oleh Amerika, Inggris dan Israel. Atau revolusi Indonesia di tahun 1945 yang juga sangat dipengaruhi oleh semangat keberAgamaan. Dan banyak lagi contoh serupa.
Jika melihat fakta-fakta historis tentang perubahan (revolusi) social yang terjadi sebagaimana saya kutipkan diatas, sangat jelas bahwa Revolusi diberbagai belahan bumi sangat banyak diInspirasi oleh nilai-nilai Agama yang dianggap candu (oleh kelompok Marksis), karena Agama adalah candu maka banyak yang orang mengorbankan kepentingan dirinya untuk menciptakan kemaslahatan, kebebasan, kebaikan bagi manusia lain dan generasinya. Melihat fakta-fakta revolusi diberbagai belahan dunia kami berkesimpulan bahwa kesimpulan agama candu yang merupakan praktek yang dihadapi marks tidak bisa digeneralisasi pada frame sosiologis ke Indonesiaan, sebaliknya hanya dengan mencari nilai-nilai perlawanan dalam Agamalah revolusi social jilid berikutnya bisa terjadi.
Kritik kami ini memang tidak menutupi diri dari realitas sosial bahwa banyak kelompok keAgamaan yang tidak bisa dipungkiri menggunakan Agama sebagai alat untuk memuaskan sahwat kekuasaanya, tetapi sulit rasanya untuk menafikan bahwa Agama memiliki nilai-nilai perlawanan sebagaimana kami sebutkan diatas.
II. Pembumian Budaya Intelektual
Tidak bisa dipungkiri bahwa budaya membaca, menulis dan berdiskusi merupakan sesuatu yang langka ditemukan di kalangan mahasiswa. Sebagaimana kita ketahui tiga hal tersebut adalah pilar dalam mengasa kepekaan sosial, kesadaran kritis dan bahkan keberpihakan mahasiswa terhadap persoalan kesenjangan mahasiswa dengan realitas diluar kampus. Membaca, menulis dan berdiskusi merupakan sarana pergulatan pemikiran dan ide-ide yang kemudian menjadi langkah awal untuk mentransformasi sosial. Pertanyaan yang muncul pada kami apa jadinya jika budaya ini tercerabut dari kehidupan mahasiswa?
Dalam pandangan kami jika budaya tersebut sudah jauh dari mahasiswa, bisa dipastikan tidak akan kita temui oposan jalanan, ekstra parlementer yang menjadi penyeimbang kekuatan politik kekuasan (Check n balanaces), penyuara orang yang tak berani bersuara. Mahasiswa tidak ubahnya dengan masyarakat biasa, atau jika diperbolehkan mengutip pandangan Antonia Gramsci dalam buku Negara dan Hegemoni yang membagi dua kelompok intelektual, pertama intelektual tradisional dan kedua Intelektual organic.
Intelektual tradisional dalam pandangan Gramsci mereka yang memiliki keilmuan untuk kepentingan profesional umumnya mereka menjadi penopang kekuasaan (Aristokrat) sedangankan, Intelektual organik adalah kelompok intelektual yang hadir sebagai kelompok yang menyadarkan masyarakat, memberikan pencerahan dan hidup ditengah-tengah masyarakat, yang tujuannya untuk memutus kekuatan hegemonic yang diciptakan kekuasaan melalui para Intelektual tradisional. Dan Mahasiswa seharusnya dapat menjadi Intelektual Organik yang hidup dan berjuang ditengah-tengah masyarakatnya.
Tetapi dalam kenyataanya, kita temui aktivis (mahasiswa)yang mengasah keterampilan dirinya sebagai agen pencerahan, yang meluangkan waktunya untuk membaca, tidak pernah lagi kita temui mading kampus atau Koran lokal diisi perspektif mahasiswa yang orisinal, gress dan out of box, sedangkan dalam hal budaya diskusi (dialektika) yang kerap kita temui kerap tanpa referensi, lebih bermuatan intimadatif menyerang personalitas lawan diskusi dan sedikit berbicara tentang substansi.
Mengetahui kenyataan ini tidak membuat kami kecewa lantas putus harapan, kami berkomitment untuk melakukan apa yang paling mungkin kami bisa lakukan. Sebagaimana diungkapkan oleh Sayidina Ali kmw (salam dan sholawat semoga selalu tercurah atasnya) cara terbaik mengajak seseorang pada kebaikan adalah dengan menjadi teladan, mungkin cara itu yang akan kami tempuh. Insyaallah.
III. Rencana Besarnya Kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan
Dia berancana dapat kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan, dia memiliki cita-cita dapat mendorong budaya menulis pada mahasiswa ekonomi sebagaimana kegemarannya, memiliki komunitas kajian mahasiswa ekonomi yang berorientasi pada kajian ekonomi dengan perspektif Soekarno dan Hatta. Menurutnya ajaran di fakultas ekonomi yang dibanyak universitas jarang sekali mengkaji pemikiran dua tokoh tersebut, kedua tokoh tersebut hanya dikenal sebagai deklarator proklamasi bagaiamana dengan persepektif ekonomi mereka sangat sedikit yang memahami. Menurutnya 2 (dua) tokoh tersebut memiliki pemahaman ekonomi yang berbasiskan Ideologi, kebangsaan dan kemanusiaan, yang memiliki corak berbeda dengan teori-teori ekonomi barat (baca liberal) tidak memiliki pondasi ideology, hanya berorientasi pada akumulasi modal, kerap menegasikan nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan.
Rencana membentuk kelompok kajian ekonomi yang menggali perspektif Soekarno dan Hatta sebagai basis ideologis (perspektif) sebagaimana yang dia cita-citakan, mengingatkan saya pada lembaga Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PUSTEK) Universitas Gajah Mada (UGM), melalui Pustek tokoh sekaliber Revrisond Bazwir (yang bersangkutan pernah mengisi kuliah umum tentang Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pembangunan Hukum Indonesia atas undangan HMPS Hukum UNIBA), Ichsanodin Noorsy dan beberapa tokoh lainya merupakan ekonom oposan yang kerap mengkritisi kebijakan ekonomi rezim SBY yang berhaluan liberal.
Sebagai teman saya mengaminkan cita-cita mulianya, semoga Allah SWT melapangkan jalan baginya dalam mewujudkan misinya menjadi kenyataan.
29 September 2011
Dini Hari: 02.15
HD
Komentar
Posting Komentar