Selamat Datang Ke Dunia Nak
28 januari 2012, dini hari, sekitar pukul 03.00 dini hari teleponku berdering, tanda telepon masuk, dengan payah saya memaksa diri untuk mengangkat, dalam layar telepon tertulis “Wife” dengan segera kuangkat telepon tersebut.
“asalamualaikum yang (bisa juga dibaca sayang)” sapaku dengan suara agak berat, “waalaikum salam, yang tanda-tandanya sudah muncul” kata istriku dengan nada harap, dari suaranya kuketahui bahwa dia tidak tidur semalaman. “baik kalo gitu yang, besok pagi aku pulang pagi-pagi dari sini, kamu istirahat dulu ya” kataku mencoba menenangkan dirinya, “hati-hati di jalan ya” katanya dengan suara parau menahan sakit, setelah itu aku paksakan diri untuk tidur, mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang.
Pukul 07.00 saya sudah bersiap untuk pergi, kucoba menghubungi nomor istriku dan nomor rumah, berkali-kali ku hubungi tetapi tidak diangkat, tiba-tiba ada perasaan khawatir menghinggapi, dengan cepat pula kupanjatkan doa “Ya Allah selamatkanlah istri dan anakku, mudahkan istriku dalam melahirkan, dan sempatkan aku untuk berada disisinya disaat dia akan melahirkan” pekikku dalam hati, penuh harap.
Setelah mengisi bensin dan oli samping, ku pacu motor menuju pelabuhan klotok, saya sengaja memilih nyebrang dengan klotok, untuk nyebrang ke Penajam hanya memerlukan waktu kurang lebih 30 menit meskipun tidak ada asuransi jika terjadi sesuatu pada motor, berbeda dengan kapal fery meskipun aman tetapi waktu tempunya begitu lama 1 (satu) sampai dengan 2 jam.
Sekitar pukul 08.15 saya sudah sampai di Penajam, dengan cepat saya pacu kendaraan saya menuju paser, tepatnya desa sungai terik yang terdapat di kecamatan Batu Kajang. Ku coba lagi menghubungi nomor istriku dan nomor rumah, tidak ada yang mengangkat,”mungkin sedang melahirkan, ya Allah sempatkan aku untuk berada disisinya dan menyambut kedatangan buah hati kami yang kedua” kataku dalam hati penuh harap. Motor tetap saya pacu, kurang lebih ketika melewati kawasan sesulu, kalo tidak salah kawasan yang berada di sekitar kecamatan Waru, kabupaten Penajam Paser Utara, phoncellku berderi, dengan sigap aku tepihkan motor, kulihat pada layar bertuliskan “Rumah”.
“asalammualaikum” sapaku, “waalaikumsalam, ri! Ubai sudah melahirkan, alhamdulillah anakmu selamat, anakmu cewe” kata orang di balik telepon tersebut yang kukenali adalah mertua perempuanku, “Alhamdullah kalo begitu, jam berapa melahirkannya” tanyaku mencari tahu, “tadi jam tujuh lewat, beratnya 4 kilo, kamu pulang gak usah ngebut-ngebut, pelan-pelan aja, karena istri dan anakmu selamat aja” kata mertuaku memberi saran.
Dengan tenang kupacu motorku bergerak melintasi jalan trans kalimantan timur – kalimantan selatan. Sekitar pukul 10.00 (kurang lebih) teleponku kembali berdering, kali ini dari istriku, “anakmu sudah lahir yang, anaku perempuan lagi” katanya dengan memelas, “alhamdulillah yang, gimana keadaanya, wajahnya” tanyaku dengan semangat, “mirip banget dengan kakanya, jalanya pelan-pelan aja yang” terang istriku.
Ada desir satir kutangkap dari nada suara istriku ketika mengungkapkan bahwa anak yang dilahirkan dari rahimnya adalah seorang perempuan, meskipun sudah berulang kali kukatakan padanya bahwa apapun yang akan keluar dari buaian rahimnya, entah dia seorang laki-laki ataupun perempuan tidak boleh ada perlakukan berbeda terhadapnya, bahwa lelaki tidak lebih memberikan kebahagiaan di bandingkan perempun, mempunyai anak laki-laki ataupun perempuan, sebagai orang tuang kita diamanahkan untuk bertanggungjawab untuk mendidiknya.
Aku pahami perasaan yang dia rasakan, perasaan tersebut sangatlah wajar karena budaya disekitar kehidupannya cenderung patriarkis, bahwa memiliki anak lelaki adalah hebat, bahwa banyak suami yang rela mengancam cerai bagi istri yang tidak bisa memberikan anak laki-laki. Dalam tulisan singkat ini kusampaikan tidak hanya kepadamu sayang, juga kepada mereka yang membaca tulisan ini, bahwa aku bahagia dengan mereka (kedua anak perempuan kita), Zahra anak kita yang pertama sebagaimana kita ketahui tumbuh dengan hebat, bahasanya begitu cemerlang, bahkan bisa dikatakan cara berfikirnya logik yang tidak sama dengan anak-anak yang sebaya denganya.
Sekitar pukul 13.00 (kurang lebih demikian) aku sampai di rumah (mertua), setelah mencuci tangan dan muka, kulihat wajah suci bayi yang keluar dari rahim istriku, yang sempat membuat kami khawatir, dia lahir melampaui batas waktu yang diprediksi oleh dokter, menurut dokter dia akan melahirkan sekitar awal atau pertengahan januari. Dia terlelap di kasur kecilnya yang ditutupi oleh kelambu seukuran dengan kasurnya diruang tamu. Kutatap wajah mungil, sehat, putih, gemuk itu, kurasakan aku menemukan wajahku dan wajah istriku pada wajahnya, perlahan kudekati wajahku ke wajahnya dengan haru kucium makhluk mungil, cantik nan harum itu, kubisikan sholawat di kedua telinganya, sebanyak 3 (tiga) kali tiap telinga sebagai ucapan selamat datang dan pengenalan cinta kepada Allah, Rasul dan Ahlul Baith.
Aku bahagia, dia lahir dengan selamat, kemudian kugerakan tubuhku ke kamat tempat istriku tergolek lelah, setelah perjuangan sekitar 9 bulan 14 hari (mungkin juga lebih) mengandungnya, dan jihad ketika melahirkannya. Kudaratkan kecupan dikeningnya dan kubisikan terima kasih atas apa yang dilakukannya, dia telah memberikan pendidikan luar biasa, dengan makanan yang baik dan kebiasaan baik selama mengandung anak kami.
Perjalanan Panjang Menemukan Namanya
Seorang penyair picisan pernah mengungkapkan “apalah arti sebuah nama”, menurutku ungkapan ini tidak benar, nama tentunya memiliki nilai, jika nama dianggap bukan sesuatu yang memiliki arti, tetapi kerap kita temukan banyak orang memberikan nama anaknya yang memilliki nilai kebaikan, ada yang menamakan anaknya sama dengan tokoh-tokoh revolusioner, pemimpin-pemimpin perubahan dunia, tokoh-tokoh sejarah, sifat-sifat Tuhan.
Pemberian nama tersebut dilakukan tentunya bukan tanpa sebab, jika namanya sesuai dengan tokoh-tokoh perubahan dunia karena orang tua menghendaki anaknya juga dapat mewarisi sifat yang identik dengan tokoh-tokoh yang disandangkan namanya pada anaknya, begitu juga ketika nama-nama yang merupakan sifat tuhan disandangkan kepada anaknya, juga lahir karena adanya harapan bahwa anaknya kelak dapat mewarisi sifat tuhan setidaknya yang sama dengan nama yang disandangkan padanya.
Karena pentingnya sebuah nama maka pencarian nama untuknya pun kami lakukan. Awalnya saya mengikuti saran seorang kawan yang memberikan sebuah nama “Bunga Nainawa” awalnya nama ini yang kami hendak sandangkan kepada bayi cantik kami, yang membuat kami menjadi kurang percaya diri ketika mertuaku mengernyitkan dahi (protes) ketika mendengar nama tersebut. Secara pribadi awalnya saya ingin menyandangkan nama “Matahari Putri Pembebasan” kepadanya, tetapi istriku nampaknya kurang berkenan dengan nama ini.
Praktis setelah dia lahir kami belum memiliki nama untuk anak kami, hanya dua nama tersebut yang kami punya, sementara waktu tasmiyahan (selamatan dan pemberian nama untuknya) tinggal beberapa hari saja.
Singkat kata saya kemudian bertanya kepada Habib Lugman Bilaqih dan Ustadz Syauqi, kemudian dari mereka ada beberapa nama yang indah dengan arti yang indah, salah satunya adalah Nehla Ardiana yang artinya makhluk tercantik di bumi. Singkat cerita, istriku juga agak kurang mantap dengan nama tersebut.
Akhirnya melalui bantuan Adhin, kami menanyakan nama untuk anak kami kepada jaringan ustadz yang dia miliki, akhirnya datanglah nama kepada kami Khadijah Zakiyyah Dermanto, nama ini pemberian dari Jalaludin Rakhmat, yang akrab disebut sebagai Kang Jalal, seorang cendikiawan muslim yang terkenal karena artikel-artikelnya yang mencerahkan dan ceramah-ceramahnya yang menggugah. Setelah mencari-cari akhirnya saya menemukan arti dari Zakiyyah yakni pandai, suci, cerdas, mengetahui itu aku sangat senang begitupun dengan istriku. Karena menurut kami nama Khadijah sudah sangat familiar, akhirnya kami menggunakan nama Aliya, sehingga namanya menjadi Aliya Zakiyyah yang kami nyatakan sebagai nama yang pas buatnya sehari sebelum tasmiyahan. Aliya yang artinya tinggi, mulia dan Zakiyyah yang artinya pandai.
Dua kata tersebut mewakili harapan kami terhadapnya, InsyaAllah kelak dia menjadi perempuan yang memiliki kemuliaan baik akhlak juga ilmunya. Aku ucapkan selamat datang kedunia nak, akan banyak lika-liku hidup yang akan kau temui di dunia ini, kau bisa sangat jatuh cinta kepadanya karena pesonanya, kau juga bisa sangat membencinya karena kepalsuan yang ada padanya. Jika kau jatuh cinta kepadanya maka kau menjadi rendah karenanya sebaliknya jika kau membencinya maka akan mendapati tempat mulia sebagaimana namamu, dan kemuliaan itu hanya bisa kau dapati dengan ilmu, sebagaimana juga arti namamu.
Salam cintaku
Balikpapan, 15 Februari 2012
Pukul 01.43 Wita (dini hari)
HD
Orang yang kau panggil bapak.
“asalamualaikum yang (bisa juga dibaca sayang)” sapaku dengan suara agak berat, “waalaikum salam, yang tanda-tandanya sudah muncul” kata istriku dengan nada harap, dari suaranya kuketahui bahwa dia tidak tidur semalaman. “baik kalo gitu yang, besok pagi aku pulang pagi-pagi dari sini, kamu istirahat dulu ya” kataku mencoba menenangkan dirinya, “hati-hati di jalan ya” katanya dengan suara parau menahan sakit, setelah itu aku paksakan diri untuk tidur, mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang.
Pukul 07.00 saya sudah bersiap untuk pergi, kucoba menghubungi nomor istriku dan nomor rumah, berkali-kali ku hubungi tetapi tidak diangkat, tiba-tiba ada perasaan khawatir menghinggapi, dengan cepat pula kupanjatkan doa “Ya Allah selamatkanlah istri dan anakku, mudahkan istriku dalam melahirkan, dan sempatkan aku untuk berada disisinya disaat dia akan melahirkan” pekikku dalam hati, penuh harap.
Setelah mengisi bensin dan oli samping, ku pacu motor menuju pelabuhan klotok, saya sengaja memilih nyebrang dengan klotok, untuk nyebrang ke Penajam hanya memerlukan waktu kurang lebih 30 menit meskipun tidak ada asuransi jika terjadi sesuatu pada motor, berbeda dengan kapal fery meskipun aman tetapi waktu tempunya begitu lama 1 (satu) sampai dengan 2 jam.
Sekitar pukul 08.15 saya sudah sampai di Penajam, dengan cepat saya pacu kendaraan saya menuju paser, tepatnya desa sungai terik yang terdapat di kecamatan Batu Kajang. Ku coba lagi menghubungi nomor istriku dan nomor rumah, tidak ada yang mengangkat,”mungkin sedang melahirkan, ya Allah sempatkan aku untuk berada disisinya dan menyambut kedatangan buah hati kami yang kedua” kataku dalam hati penuh harap. Motor tetap saya pacu, kurang lebih ketika melewati kawasan sesulu, kalo tidak salah kawasan yang berada di sekitar kecamatan Waru, kabupaten Penajam Paser Utara, phoncellku berderi, dengan sigap aku tepihkan motor, kulihat pada layar bertuliskan “Rumah”.
“asalammualaikum” sapaku, “waalaikumsalam, ri! Ubai sudah melahirkan, alhamdulillah anakmu selamat, anakmu cewe” kata orang di balik telepon tersebut yang kukenali adalah mertua perempuanku, “Alhamdullah kalo begitu, jam berapa melahirkannya” tanyaku mencari tahu, “tadi jam tujuh lewat, beratnya 4 kilo, kamu pulang gak usah ngebut-ngebut, pelan-pelan aja, karena istri dan anakmu selamat aja” kata mertuaku memberi saran.
Dengan tenang kupacu motorku bergerak melintasi jalan trans kalimantan timur – kalimantan selatan. Sekitar pukul 10.00 (kurang lebih) teleponku kembali berdering, kali ini dari istriku, “anakmu sudah lahir yang, anaku perempuan lagi” katanya dengan memelas, “alhamdulillah yang, gimana keadaanya, wajahnya” tanyaku dengan semangat, “mirip banget dengan kakanya, jalanya pelan-pelan aja yang” terang istriku.
Ada desir satir kutangkap dari nada suara istriku ketika mengungkapkan bahwa anak yang dilahirkan dari rahimnya adalah seorang perempuan, meskipun sudah berulang kali kukatakan padanya bahwa apapun yang akan keluar dari buaian rahimnya, entah dia seorang laki-laki ataupun perempuan tidak boleh ada perlakukan berbeda terhadapnya, bahwa lelaki tidak lebih memberikan kebahagiaan di bandingkan perempun, mempunyai anak laki-laki ataupun perempuan, sebagai orang tuang kita diamanahkan untuk bertanggungjawab untuk mendidiknya.
Aku pahami perasaan yang dia rasakan, perasaan tersebut sangatlah wajar karena budaya disekitar kehidupannya cenderung patriarkis, bahwa memiliki anak lelaki adalah hebat, bahwa banyak suami yang rela mengancam cerai bagi istri yang tidak bisa memberikan anak laki-laki. Dalam tulisan singkat ini kusampaikan tidak hanya kepadamu sayang, juga kepada mereka yang membaca tulisan ini, bahwa aku bahagia dengan mereka (kedua anak perempuan kita), Zahra anak kita yang pertama sebagaimana kita ketahui tumbuh dengan hebat, bahasanya begitu cemerlang, bahkan bisa dikatakan cara berfikirnya logik yang tidak sama dengan anak-anak yang sebaya denganya.
Sekitar pukul 13.00 (kurang lebih demikian) aku sampai di rumah (mertua), setelah mencuci tangan dan muka, kulihat wajah suci bayi yang keluar dari rahim istriku, yang sempat membuat kami khawatir, dia lahir melampaui batas waktu yang diprediksi oleh dokter, menurut dokter dia akan melahirkan sekitar awal atau pertengahan januari. Dia terlelap di kasur kecilnya yang ditutupi oleh kelambu seukuran dengan kasurnya diruang tamu. Kutatap wajah mungil, sehat, putih, gemuk itu, kurasakan aku menemukan wajahku dan wajah istriku pada wajahnya, perlahan kudekati wajahku ke wajahnya dengan haru kucium makhluk mungil, cantik nan harum itu, kubisikan sholawat di kedua telinganya, sebanyak 3 (tiga) kali tiap telinga sebagai ucapan selamat datang dan pengenalan cinta kepada Allah, Rasul dan Ahlul Baith.
Aku bahagia, dia lahir dengan selamat, kemudian kugerakan tubuhku ke kamat tempat istriku tergolek lelah, setelah perjuangan sekitar 9 bulan 14 hari (mungkin juga lebih) mengandungnya, dan jihad ketika melahirkannya. Kudaratkan kecupan dikeningnya dan kubisikan terima kasih atas apa yang dilakukannya, dia telah memberikan pendidikan luar biasa, dengan makanan yang baik dan kebiasaan baik selama mengandung anak kami.
Perjalanan Panjang Menemukan Namanya
Seorang penyair picisan pernah mengungkapkan “apalah arti sebuah nama”, menurutku ungkapan ini tidak benar, nama tentunya memiliki nilai, jika nama dianggap bukan sesuatu yang memiliki arti, tetapi kerap kita temukan banyak orang memberikan nama anaknya yang memilliki nilai kebaikan, ada yang menamakan anaknya sama dengan tokoh-tokoh revolusioner, pemimpin-pemimpin perubahan dunia, tokoh-tokoh sejarah, sifat-sifat Tuhan.
Pemberian nama tersebut dilakukan tentunya bukan tanpa sebab, jika namanya sesuai dengan tokoh-tokoh perubahan dunia karena orang tua menghendaki anaknya juga dapat mewarisi sifat yang identik dengan tokoh-tokoh yang disandangkan namanya pada anaknya, begitu juga ketika nama-nama yang merupakan sifat tuhan disandangkan kepada anaknya, juga lahir karena adanya harapan bahwa anaknya kelak dapat mewarisi sifat tuhan setidaknya yang sama dengan nama yang disandangkan padanya.
Karena pentingnya sebuah nama maka pencarian nama untuknya pun kami lakukan. Awalnya saya mengikuti saran seorang kawan yang memberikan sebuah nama “Bunga Nainawa” awalnya nama ini yang kami hendak sandangkan kepada bayi cantik kami, yang membuat kami menjadi kurang percaya diri ketika mertuaku mengernyitkan dahi (protes) ketika mendengar nama tersebut. Secara pribadi awalnya saya ingin menyandangkan nama “Matahari Putri Pembebasan” kepadanya, tetapi istriku nampaknya kurang berkenan dengan nama ini.
Praktis setelah dia lahir kami belum memiliki nama untuk anak kami, hanya dua nama tersebut yang kami punya, sementara waktu tasmiyahan (selamatan dan pemberian nama untuknya) tinggal beberapa hari saja.
Singkat kata saya kemudian bertanya kepada Habib Lugman Bilaqih dan Ustadz Syauqi, kemudian dari mereka ada beberapa nama yang indah dengan arti yang indah, salah satunya adalah Nehla Ardiana yang artinya makhluk tercantik di bumi. Singkat cerita, istriku juga agak kurang mantap dengan nama tersebut.
Akhirnya melalui bantuan Adhin, kami menanyakan nama untuk anak kami kepada jaringan ustadz yang dia miliki, akhirnya datanglah nama kepada kami Khadijah Zakiyyah Dermanto, nama ini pemberian dari Jalaludin Rakhmat, yang akrab disebut sebagai Kang Jalal, seorang cendikiawan muslim yang terkenal karena artikel-artikelnya yang mencerahkan dan ceramah-ceramahnya yang menggugah. Setelah mencari-cari akhirnya saya menemukan arti dari Zakiyyah yakni pandai, suci, cerdas, mengetahui itu aku sangat senang begitupun dengan istriku. Karena menurut kami nama Khadijah sudah sangat familiar, akhirnya kami menggunakan nama Aliya, sehingga namanya menjadi Aliya Zakiyyah yang kami nyatakan sebagai nama yang pas buatnya sehari sebelum tasmiyahan. Aliya yang artinya tinggi, mulia dan Zakiyyah yang artinya pandai.
Dua kata tersebut mewakili harapan kami terhadapnya, InsyaAllah kelak dia menjadi perempuan yang memiliki kemuliaan baik akhlak juga ilmunya. Aku ucapkan selamat datang kedunia nak, akan banyak lika-liku hidup yang akan kau temui di dunia ini, kau bisa sangat jatuh cinta kepadanya karena pesonanya, kau juga bisa sangat membencinya karena kepalsuan yang ada padanya. Jika kau jatuh cinta kepadanya maka kau menjadi rendah karenanya sebaliknya jika kau membencinya maka akan mendapati tempat mulia sebagaimana namamu, dan kemuliaan itu hanya bisa kau dapati dengan ilmu, sebagaimana juga arti namamu.
Salam cintaku
Balikpapan, 15 Februari 2012
Pukul 01.43 Wita (dini hari)
HD
Orang yang kau panggil bapak.
Komentar
Posting Komentar