Si Kaka Memimpin Pembacaan Ikrar Santri

Ketika berada di rumah (6 april) istriku mengabarkan bahwa anak pertama kami, Raisah Zahra (si kaka) yang masih berumur 4 tahun telah hapal 6 butir Ikrar Santri, yang aku sendiri tidak hapal dengan baik ikrar tersebut. Ketika mengetahui kabar itu, dengan serta merta aku panggil si Kaka untuk membuktikan pernyataan istriku, ternyata benar, dengan suara mungil dan lantang dia ucapkan satu persatu ikrar santri tersebut, meskipun sesekali dibantu Istriku (mamanya) untuk mengingatkan kata-kata permulaan pada poin ikrar tersebut, karena kerap kali ada poin yang terbalik, ikrar nomor 6 di baca di urutan nomor 3, dan masih ada kata-kata yang si Kaka lupa.

"Raisah besok mau baca ikrar santri loh pa!" tukas istriku setelah si Kaka menyelesaikan pembacaan Ikrar Santri di hadapanku.
"wah hebat, Raisah mau nggak ?" tanyaku tidak kalah semangat
"Ia, pa aku mau" jawabnya optimis
"Raisah berani?" tanya Istriku bermaksud menantang dirinya
"Berani dong" jawab Raisah dengan optimis, gembira dan kemudian pergi menyibukan dirinya dengan permainannya. 

Aku benar-benar tidak sabar menunggu datangnya hari esok, menyaksikan si Kaka memimpin pengucapan Ikrar Santri dan mengetahui perasaan dia setelah melakukan hal tersebut. 
______
Keesokan harinya, ketika si Kaka pulang mengaji, sekitar pukul 15.00, saya menungguinya di depan pintu,  ketika dia tiba dengan segera kutanyakan pengalamannya memimpin teman-teman TK-TPA Al Quran menyuarakan Ikrar Santri..

"Gimana Ka, tadi mimpin Ikrar Santri ?" tanyaku dengan pertanyaan harap cemas
"Rahmi culas pa, masa dia yang baca Ikrar Santrinya" jawabnya dengan nada yang begitu menggemaskan
"Jadi tadi Raisah Gak Jadi Baca Ikrar Santri?" tanyaku memastikan. "Gak apa, kan besok masih bisa, kaka masih mau kan?" Tanyaku memberi semangat
"Ia dong pa" jawabnya masih dengan semangat menggebu, diikuti goyangan badanya kekiri dan kekanan sambil memegangi tas daur ulangnya. "Pa lepaskan jilbabku nah, aku mau main dulu" katanya seraya memberikan tas daur ulang yang selalu dibawanya ketika pergi mengaji, tas tersebut berisi peralatannya mengaji dan berekspresi terdapat buku gambar serta peralatan melukisnya seperti pensil, pulpen dan pensil warna. Si Kaka pun berlalu menggabungkan diri dengan teman-temanya.
______

Malam harinya ketika saya, istri dan angah (saudara perempuan istri saya, dipanggil  angah karena dia anak yang berada ditengah-tengah, anak ke 2 dari  3 bersaudara) yang kebetulan merupakan salah satu guru ngaji si kaka. Kami berkumpul di ruang tamu tempat kami tinggal .

"Ngah tadi Raisah mimpin baca Ikrar Santri nggak?" tanya istriku kepada kakaknya
"Tadi si Rahmi yang baca, leh, bisakah Raisah?" rekasinya seperti tidak percaya, dengan logat banjar yang khas
"Si Kaka bisa, dua hari ini si din bapandir handak memimpin Ikrar Santri, meski kadang ada yang terbalik, dan perlu diingatkan penyebutan kata-kata depannya, setelah itu pasti bisa" jelas Istriku
"mana si Kaka?" tanya angah dan mencari-cari keberadaanya

Kemudian si Kaka pun di panggil. 
"Kaka bisa baca Ikrar Santri kah?" tanya Angah dengan rasa ingin tahu
"bisa ngah" jawab anakku penuh percaya diri
"coba angah mau tahu" tanya angah
"Ikrar santri, kami santri TK AL-Quran, demi baktiku kepada Ilahi dan cintaku kepada AL-Quran suci kami berjanji 1 (satu)  Rajin Shalat Sepanjang Hayat, 2 (dua) tak lupa mengaji setiap hari, 3 (tiga) berbakti kepada ayah dan bunda, 4 (empat) taat dan hormat kepada guru, 5 (lima) menuntut ilmu tiada jemu, 6 (enam) sayang kawan tak punya lawan" kata si Kaka dengan lantang mengucapkan Ikrar Santri dari pembukaan sampai dengan ikrar yang ke-6, memang ada kalanya dia tersendat, ketika diberikan kata kunci terhadap poin-poin ikrar santri dengan cepat dan lantang dia menyebutkan, penuh percaya diri. 
"Weh bisa leh Raisah" kata kakak Istriku, "besok Raisah baca ikrar santri ya?" katanya menawari, seperti biasa dengan optimistik si Kaka bereaksi positif menjawab tantangan dengan keberanian yang membuat kami terpukau.
"Iya ngah" ujarnya dengan wajah optimis tanpa beban.
_______
Minggu 9 April 2011, pukul 12.45 aku beranjak dari rumah menuju Balikpapan, padahal besar sekali hasratku bisa menyaksikan anakku memimpin Ikrar Santri.

Sekitar pukul 18.15, saat berada di kapal Fery istriku mengabarkan melalui pesan singkat "anakmu hari ini baca Ikrar Santri loh", pesan singkat tersebut membuat aku terharu, ternyata si Kaka memiliki keberanian. "wah hebat banget yang, bisa nggak telp aku, aku mau dengar reaksinya atas apa yang dilkukan" balasku. "anakmu lagi main, nanti ya kalo dia pulang ku telp" jawab istriku. Malam harinya istriku mengabari lagi " besok aja ya telponya, si kaka sudah tidur" kata istriku. Akupun harus bersabar mengetahui reaksi anakku tetang hal hebat yang telah dia lakukan. 

keesokan paginya istriku meneleponku, kemudian memberikan telepon itu kepada kakak, untuk bicara kepadaku, dengan segera langsung kulontarkan perasaanku atas apa yang telah dia lakukan.


"Wah Raisah hebat banget, bapa senang sekali dengan Raisah mimpin Ikrar Santri, gimana perasaan Raisah?"  kataku ketika istriku menelepon.
"Aku senang pa" jawab anakku lugas, dengan suaranya yang riang, seperti biasa ketika berkomunikasi denganku via telp hanya bicara seperlunya kemudian berlalu dalam duanianya.
______
Tidak menyangka diusianya yang masih belia, dia mampu menghadapi tantangan dengan penuh keriangan, bahkan sempat-sempatnya dia merasa "tidak suka" ketika kesempatan untuk mengumandangkan ikrar santri diberikan kepada orang lain. Apa yang dia lakukan membuatku benar-benar merasakan haru, bisa juga dia membuat kami merasakan takjub.

Komentar

Postingan Populer