Belajar Dari Pengemudi Taxi Kokapura
sumber gambar http://www.tribunnews.com/2011/07/11/supir-taxi-balikpapan-rebutan-penumpang |
Perkenalan
kawan-kawan Lembaga Bantuan Hukum Kalimantan Timur Pos Layanan Balikpapan
(selanjutnya disebut LBH Pos Balikpapan) dengan Pengemudi Taxi Kokapura terjadi
pada saat Kuliah Hukum Perburuhan Bagi Aktivis Serikat Buruh (Lebour Law
Course For Trade Unionist), program pelatihan kerjasama LBH Pos Balikpapan
dengan Trade Union Rights Cenre (TURC) tanggal 5-8 November 2009 di Balikpapan.
Kesempatan ini mempertemukan kami dengan Aktivis Pengurus Unit Kerja Federasi
Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (PUK F-SPTI) Pengemudi Taxi Koperasi
Karyawan Angkasa Pura, Sukamto S dan Budi Santoso. Dari mereka kami ketahui
berbagai persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi Pengemudi Taxi Kokapura.
Sehari
setelah pelatihan tersebut tanggal 10 November 2010 kawan-kawan LBH Pos
Balikpapan diundang untuk hadir di rumah salah satu pengurus PUK F SPTI
Kokapura untuk menghadiri rapat bulanan mereka. Keberadaan LBH Pos Balikpapan
seperti mendapatkan restu dari yang kuasa dalam usia LBH Pos Balikpapan yang
masih muda (belum lengkap 2 bulan), kami diberikan tantangan untuk menangani
persoalan Pengemudi Taxi Kokapura.
Pertemuan
tersebut dimanfaatkan seluruh pengurus dan anggota PUK F SPTI Pengemudi Taxi
Kokapura yang hadir, menyerang kami dengan berbagai pertanyaan tentang
persoalan ketenagakerjaan yang mereka hadapi. Setahuku diantara kawan-kawan LBH
Pos Balikpapan yang hadir dalam forum tersebut (Saya, Ayyub, Wawan Sanjaya,
Hamrin Hakim dan Irhan) tidak seorangpun yang telah lulus mata kuliah hukum
ketenagakerjaan, sehingga pertanyaan terkait permasalahan ketenagakerjaan yang
mereka hadapi kami jawab dengan jawaban yang sekedar dapat meyakinkan mereka,
yang intinya terdapat pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Pengurus
Kokapura terhadap pengemudi.
Karena
dengan kondisi kami yang awam tentang hukum ketenaga kerjaan dan kondisi forum
yang haus akan kepastian bahwa mereka berada di posisi yang harus dibenarkan,
sehingga mustahil bagi kami untuk member jawaban yang tidak meyakinkan dan
mustahil bagi kami untuk menolak permohonan pengurus dan anggota PUK F SPTI
Pengemudi Taxi Kokapura untuk didampingi oleh kawan-kawan LBH Pos Balikpapan.
Dengan pertimbangan bahwa jumlah korban kebijakan Pengurus Kokapura cukup
banyak, dan tingkat kerugian yang ditimbulkan dari Penerbitan Tata Tertib
Pengemudi Taxi Kokapura oleh Pengurus Kokapura, serta mengingat core
kerja LBH Pos Balikpapan salah satunya adalah menangani kasus-kasus perburuhan,
kamipun mengamini permintaan pengemudi taxi Kokapura tersebut.
Meski
belum mendapatkan teori tentang hukum ketenagakerjaan di bangku kuliah
(kampus), diterimanya kasus ini oleh kawan-kawan membuat kami sepakat untuk
mengupgrade pengatahuan terkait dengan hukum ketenagakerjaan. Setelah
memetakan masalah yang mereka hadapi pada akhirnya kami mengumpulan semua bahan
hukum yang sesuai dengan kebutuhan pendampingan yakni : Undang-undang Nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), Undang-undang Nomor 21
tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (UU Serikat Buruh),
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perseilishan Hubungan
Industrial (UU PPHI), Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Teilnaga Kerja (UU Jamsostek), Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan semua bahan terkait
dengan kelengkapan administrative PUK F SPTI Sebagai Serikat dan berbagai
peraturan lain yang berhubungan dengan persoalan yang dihadapi oleh Pengemudi
Taxi Kokapura.
Instrumen
hukum tersebut kami kumpulkan sebagai alat analisa untuk melihat dan membedah
persoalan pengemudi, sebagaimana terungkap dalam pertemuan lanjutan tanggal 17
November 2010 di kantor LBH Pos Balikpapan dengan Pengurus dan anggota PUK F
SPTI Pengemudi Taxi Kokapura, ada beberapa masalah hukum yang mengemuka, yakni pertama
pelanggaran terhadap hak atas kepastian hukum berupa status hubungan kerja
antara pengemudi dan Kokapura, kedua beberapa pasal Tata Tertib (Tatib)
bagi Pengemudi Taxi Kokapura berseberangan dengan UU Ketenagakerjaan yang
memaksa pengemudi bekerja lebih dari 40 jam tiap minggunya tanpa upah kerja
lembur, ketiga adanya pasal-pasal dalam Tatat Tertib Pengemudi Taxi
Kokapura yang cenderung menuntut pengemudi melakukan kewajiban kerja secara
maksimal tetapi tidak sebanding dengan hak yang harus diterima, keempat terkait
dengan kewajiban pengusaha dalam pembayaran jaminan sosial tenaga kerja
(jamsostek).
Pada
pertemuan tersebut kami bersama-sama perwakilan PUK F SPTI pengemudi taxi
Kokapura membuat rumusan Tata tertib versi Pengemudi Taxi Kokapura yang berisi
usulan perubahan terhadap poin-poin yang dianggap memberatkan pengemudi, dan
mengajukan tawaran untuk menyesuaikan jam kerja, serta membayar upah kerja lembur
sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Kemudian usulan perubahan Tatib
versi Pengemudi taxi Kokapura tersebut dilampirkan bersamaan dengan dikirimnya
Surat PUK F SPTI Nomor 002/PUK-SPTI/TK/XI/2009
tertanggal 19 November 2009 perihal Usulan Perubahan Tatatertib bagi pengemudi
taxi KOKAPURA.
Karena surat PUK F SPTI tidak mendapatkan balasan selama kurang lebih 3
(tiga) minggu, pada tanggal 14 Desember 2009 PUK F SPTI kembali menyurati
Pengurus Kokapura melalui surat bernomor Nomor 003/PUK SPTI/TK/XII/2009 perihal
Perundingan Bipartit, surat kedua yang ditujukan kepada Pengurus Kokapurapun
tidak mendapakan jawaban selama kurun waktu yang ditentukan. Bersamaan dengan
menunggu surat balasan dari Pengurus Kokapura pada tanggal 22 Desember 2009
pengurus PUK F SPTI pengemudi Taxi Kokapura mendorong pencatatan serikat
pengemudi ke Dinas tenaga kerja dan sosial (Disnakersos) Kota Balikpapan.
Meski DPC F SPTI Kota Balikpapan telah mendapatkan nomor pencatatan, kami
berpendapat tidak serta merta langsung mengakui PUK F SPTI, sebagaimana diatur
dalam Pasal 18 ayat (1) UU Serikat Pekerja dan keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi RI Nomor KEP. 16/MEN/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat
Pekerja. Pencatatan PUK F SPTI Pengemudi Taxi Kokapura kami lakukan untuk
mengantisipasi tindakan delegitimasi Pengurus Kokapura sekaligus untuk
memberikan posisi dan perlindungan hukum bagi pengurus PUK F SPTI Pengemudi
Taxi Kokapura dalam kerja-kerja organisasi yang mereka lakukan, sehingga selain
surat keputusan (SK) dari DPC F SPTI Kota Balikpapan mereka juga memiliki tanda
bukti pencatatan dari Disnakersos kota Balikpapan.
Pada tanggal 29 Desember 2009 PUK F SPTI Pengemudi Taxi Kokapura telah
dicatat oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Balikpapan dengan Nomor :
94/PCT/-HSY/OP-SO/2009, berdasarkan pencatatan tersebut maka hak-hak serikat
sebagaimana diatur dalam UU Keetenagakerjaan dan UU Serikat Pekerja wajib untuk
dipenuhi oleh Pengurus Kokapura, disisi lain pencatatan ini memberi energi
positif kepada pengurus dan kepada kami, sehingga menjadi lebih percaya diri.
Kemudian, pada tanggal 11 Januari 2010 pengurus PUK F SPTI kembali
menyurati pengurus Kokapura dengan surat bernomor 007/PUK SPTI/TK/I/2010
perihal Permohonan Pelaksanaan Perundingan Bipartit untuk menekan pihak
Kokapura. Sebagaimana yang terjadi pada surat-surat sebelumnya surat ketiga
yang dikirimkan PUK F SPTI Pengemudi Taxi Koakpura tidak mendapatkan
balasan.
Mesikipun surat-surat pengurus PUK F SPTI Pengemudi Taxi Kokapura tidak
mendapatkan balasan dari Pengurus Koprasi, tetapi tindakan represif yang kerap
diberlakukan Pengurus Kokapura terhadap pengemudi mulai berkurang, menurut
Pengemudi kerja-kerja organisasi PUK F SPTI telah memberikan dampak positif
yakni perbaikan perilaku Pengurus Kokapura terhadap Pengemudi, tidak adalagi
tindakan memberikan peringatan seenaknya atau tindakan ancaman dari
pengurus.
Meskipun telah terjadi perubahan perilaku pada pengurus Kokapura,
kerja-kerja pengurus PUK F SPTI untuk memperjuangkan hak-hak normatifnya terus
dilakukan, sehingga pada tanggal 25 Januari mereka kembali menyurati Pengurus
Kokapura dengan surat bernomor 011/PUK-SPTIer/TK/XII/2010 perihal meminta
jawaban atas surat-surat PUK SPTI Pengemudi Taxi Kokapura.
Surat terakhir yang dikirimkan oleh PUK F SPTI mendapatkan jawaban dari
Pengurus Kokapura melalui surat tertanggal 5 Februari 2010 dengan nomor surat
KOP.23/UM/II/2010, dimana dalam poin 4 (empat) surat balasan yang
ditandatangani oleh oleh Meneger KOKAPURA R. Agung
Marsudiyono mewakili pengurus Kokapura tersebut
menyarakan bahwa Mengenai pembentukan PUK F SPTI, pihak pengurus akan
membawa pemohonan ini ke Rapat Anggota Tahunan Untuk Mendapatkan Persetujuan
dari Anggota KOKAPURA, untuk saat ini disarankan segala kegiatan yang
berhubungan dengan pengemudi taxi Kokpura dapat dilakukan oleh perwakilan dari
Forum Kerukunan Kesejahteraan Pengemudi Taxi Kokapura (FORKERKESPETRA).
Poin
4 (empat) dalam surat jawaban Pengurus Kokapura, memberi alasan bagi PUK F SPTI
Pengemudi taxi Kokapura untuk melakukan upaya lebih lanjut. Hasil dari
pertemuan yang dilakukan di kantor LBH Pos Balikpapan, pada tanggal 17 Februari
PUK F SPTI Pengemudi Taxi Kokapura diwakili oleh Bambang PS (ketua), Sukamto S
(sekretaris), Budi Santoso (Seksi Hukum dan Pembelaan) dan Misnu (Anggota)
melaporkan perbuatan pidana ketenagakerjaan dan kejahatan anti serikat yang
dilakukan oleh Pengurus Kokapura kepenyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Dinas
Tenaga Kerja dan Sosial (Disnakersos) Kota Balikpapan. Strategi pemidanaan
Pengurus Kokapura ditempuh kawan-kawan sebagai opsi untuk membangun posisitawar
bagi pengmudi dalam negosiasi hak dan dalam mendesak pelaksanaan pemenuhan hak
Pengemudi dan hak serikat.
Kontruksi
laporan pidana yang dibuat bersama-sama antara LBH Pos Balikpapan dengan Pengurus
PUK F SPTI Kokapura berjalan efektif, yang menyebabkan bidang pengawasan
Disnakersos pada tanggal 2 Maret 2010 mempertemukan Pengurus PUK F SPTI
Pengemudi Taxi Kokapura dan Pengurus Kokapura. Untuk menghadapai proses
klarifikasi di Disnakersos kota Balikpapan tersebut sehari sebelumnya pada
tanggal 1 Maret 2010 bertempat di Rumah pak nardi kami melakukan berbagai
persiapan untuk memperkuat pemahaman terhadap bentuk-bentuk pelanggaran hukum
ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pihak Kokapura, dengan membentuk tim,
melakukan simulasi sidang mediasi dan mengikuti anjuran Wawan Sanjaya yang
sedang belajar hukum ketenagakerjaan di Jakarta, tim dari pengmudi harus hadir
lebih awal (30 menit) sebelum pertemuan dilakukan, berrpakain rapi jika perlu
menggunakan jas (menurut wawan ini akan memberikan efek positif), dan harus ada
solidaritas dari seluruh pengemudi bagi mereka yang tidak hadir dalam proses di
Disnakersos menggunakan pitah hitam dilengan kanannya saat bekerja.
Tanggal
2 maret 2010, sidang mendengar pendapat antar pihak yang berselisih antara
pekerja yakni Pengemudi taxi kokapura yang diwakili PUK F SPTI Pengemudi taxi
Kokapura dengan pihak pengusaha yakni Pengurus Kokapura dilakukan, dengan
pimpinan pertemuan berasal dari pegawai Disnakersos : Drs. Parman dan Mohammad
Nawir Bsc.
Menurut
pengemudi, pegawai disnaker yang menjadi pimpinan pertemuan tersebut tidak
bersikap netral, memihak pada kepentingan pengusaha, dalam forum tersebut semua
argumen pengemudi digugurkan dengan argumentasi yang tidak berpijak pada aturan
perundang-undangan terkait dengan permasalahan yang mereka hadapi, dilakukan
dihadapan Pengurus Kokapura. Keadaan tersebut membuat ketua pengurus PUK F SPTI
putus asah, kalah, dia beranggapan bahwa pengusaha telah bermain mata dengan
pimpinan pertemuan. Berbeda dengan sebagian pengurus yang menganggap ini bagian
dari tantangan perjuangan yang harus dilewati.
Merasa
tidak puas, dengan semangat yang tersisa akhirnya perwakilan pengemudi pada
hari itu juga menuju kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota
Balikpapan untuk mengadukan apa yang mereka alami dalam hubungan kerja dan apa
yang terjadi dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Disnakersos. Pada
kesempatan itu ketua Komisi IV DPRD kota Balikpapan menghubungi kepala
Disnakersos Kota Balikpapan, dan menjelaskan kepada anggota DPRD dan Pengemudi
yang hadir pada saat itu, bahwa apa yang dilakukan oleh pimpinan pertemuan
tersebut hanya trik, jawaban tersebut sedikit memperbaiki kondisi psikologis
perwakilan pengemudi.
Semua
persiapan berhasil baik karena kesimpulan pertemuan antar pihak yang terdapat
didalam surat tertanggal 22 Maret 2010 dengan Nomor 567/758/Disnakersos.4/2010
perihal Pemberitahuan, menyebutkan bahwa:
1. Status Pekerja/sopir
adalah masuk dalam hubungan kerja, oleh karena itu persyaratan kerja, hak dan
kewajiban serta perlindungan pekerja harus berdasakan ketentuan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.
2. Bahwa serikat Pekerja transportasi
Indonesia Pengemudi taxi Kokapura adalah sah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan
kesimpulan tersebut maka merupakan kewajiban pihak Pengusaha dan pekerja
melaksanakan risalah pertemuan tersebut, karena sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan kesimpulan tersebut
seharusnya tindak pidana dapat diteruskan, tetapi kebijaksanaan pengemudi Taxi
Kokapura sehingga perbuatan pidana tersebut pidana diabaikan.
Saat
ini persoalan ketenagaakerjaan yang dihadapi oleh pengemudi taxi Kokapura sudah
sampai pada level mendekati sukses karena beberapa persoalan yang menjadi
tuntutan pengemudi hampir terpenuhi, terkait dengan hak atas upah dan upah
kerja lembur, potongan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang telah
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dimana kewajiban pembayaran jamsostek
pekerja adalah hanya pada item jaminan hari tua sebesar 2% dari Rp.
1.000.000,--, dan hak yang belum terakomodasi sebagaimana mestinya adalah pengakuan
terhadap hak serikat pekerja yang telah dicatat oleh Disnakersos.
Pembelajaran
menarik
Kurang
lebih sekitar 5 bulan yakni antara November 2009 sampai dengan Mei 2010
pendampingan hukum (efektif) terhadap pengemudi taxi Kokapura melalui serikat
mereka yakni PUK F-SPTI Pengemudi Taxi Kokapura dilakukan oleh LBH Pos
Balikpapan. Proses ini memberi pembelajaran berharga baik pada penggiat bantuan
hukum perburuhan LBH Pos Balikpapan juga pada Penggiat PUK F SPTI Pengemudi
Taxi Kokapura.
Implikasi
positif terhadap PUK F SPTI Pengemudi Taxi Kokapura, proses ini menurut
penilaian kami telah menghasilkan kepercayaan diri ditingkat pengurus dalam
melakukan pembelaan-pembelaan terhadap masalah-masalah hubungan kerja yang
mereka hadapi. proses ini telah menghasilkan paralegal perburuhan yang
berasal dari Pengemudi taxi. Terjadi peningkatan sumber daya PUK F SPTI
Pengemudi taxi Kokapura karena mereka juga ikut berporses dalaam menyusun
strategi advokasi. Proses ini telah menciptakan paralegal khususnya bidang
ketenagakerjaan yang berasal dari Pengemudi.
Sehingga
kami berkesmpulan, pada dasarnya bukan penggiat bantuan hukum LBH Pos
Balikpapan yang menyelesaikan masalah Pengemudi taxi Kokapura, sebaliknya
melalui persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi pengemudi taxi Kokapuralah kami
dapat belajar (praktis) tentang hukum ketenagakerjaan, dan masalah hubungan
ketenagakerjaan pengemudi taxi kokapura justru yang telah mengatasi masalah dan
memberikan solusi terhadap kebutuhan sumber daya penggiat bantuan hukum
khususnya dalam hal hukum perburuhan/ketenagakerjaan. Kami mendapatkan training
bantuan hukum gratis melalui kasus ini. Saya sebut sebagai metode pengembangan
kemampuan dengan cara menghadapi masalah.
Komentar
Posting Komentar