Hubungan Industrial Dengan Cinta
Dalam
pergulatan bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kaltim antara tahun 2009
– 10, ada beberapa kasus perburuhan yang kami tangani, dalam proses
tersebut kerap kami temui perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
selalu melahirkan dendam atau sakit hati buruh terhadap
perusahaan/pengusaha.
Sakit
hati buruh terhadap perusahaan tidak hanya disebabkan oleh hak dalam
PHK yang tidak diterima sebagaimana yang diatur dalam undang-undang,
juga disebabkan dalam praktek hubungan industrial (semasa bekerja)
hak-hak yang seharusnya diterima tidak dipenuhi oleh pengusaha, seperti:
uang lembur kala bekerja lebih dari 40 jam selama seminggu, Tunjangan
Hari Raya, hak berserikat, status kepegawaian yang jelas, hak istirahat
kerja harian, hak upah minimum sebagaimana yang ditetapkan oleh
pemerintah kota, hak asuransi kesehatan atau Jaminan Sosial Tenagakerja.
Watak
pengusaha/perusahaan yang hanya berorientasi pada keuntungan kerap
mengabaikan hak-hak pekerja, yang dalam hukum ketenagakerjaan
praktek-praktek yang kerap dilakukan pengusaha/perusahaan memenuhi unsur
perbuatan pidana (kejahatan dan atau pelanggaran). Umumnya, ketika
buruh/pekerja mengetahui bahwa apa yang dilakukan perusahaan/pengusaha
terhadap dirinya merupakan sesuatu yang tidak semestinya, mereka akan
melakukan perlawanan, yang dalam teori konflik terdapat dua jenis
perlawanan pertama perlawanan yang bersifat terbuka (manifest) dan kedua perlawanan yang bersifat tertup (laten).
Dalam perlawanan terbuka, buruh baik secara sendiri maupun bersama-sama atau
melalui organisasi serikat pekerja melakukan tindakan mempertanyakan
praktek yang diberlakukan perusahaan dan meminta melakukan perubahan,
biasanya jika hak tidak terpenuhi gerakan manifest bermuara pada aksi
massa (demonstrasi) dan mogok kerja. Sedangkan dalam perlawanan
tertutup, umumnya buruh melakukan tindakan-tindakan negative seperti
mencuri barang-barang milik perusahaan, tidak bekerja (bahkan tidur)
saat tidak diawasi.
Kedua
perlawanan tersebut baik yang terbuka maupun yang tertutup sedikit
banyak akan mempegaruhi pencapaian perusahaan? Jika demikian apa yang
haru dilakukan Perusahaan/Pengusaha?
Manunggaling Kawula Gusti
Oritensi
kepada keuntungan (perusahaan/pengusaha) yang menjadi dasar hubungan
kerja kerap melahirkan praktek pelanggaran terhadap buruh/pekerja.
Praktek-prakterk tersebut sudah seharusnya dirubah kepada orientasi
kesejahteraan buruh, dengan Cinta sebagai pendekatan.
Dalam
satu ungkapan Imam Ali kwj mengungkapkan ada tiga jenis hubungan
manusia dengan Tuhannya dalam peribadatan yakni hubungan budak, pedagang
dan hubungan orang merdeka. Dalam hubungan budak, manusia/hamba
beribadah karena didasari rasa takut, bahwa pengingkaran terhadap Tuhan
akan menyebabkan dia dijerumuskan kedalam siksa (neraka). Sedangkan
dalam hubungan pedagang peribadatan dilakukan karena ada imbal balik,
dengan beribadah akan mendapatkan ganjaran berupa kenikmatan (surga).
Lain halnya dengan ibadahnya orang merdeka, yang beribadah bukan
disebabkan rasa takut atau mengharapkan imbalan, apa yang dilakukannya
semata-mata karena kecintaan yang membuat dia melakukan penafian diri
memenuhi segala hal yang diminta olehNya.
Cinta
dalam satu terminologi sufistik adalah proses pecinta menjadi “dia”
yang dicintai, dimana saat pecinta mencintai dia menjadi tiada (baca
“Jatuh Cinta” karya Muhsin Labib deh), dia menjadi sebagaimana yang dia
cintai, sehingga tidak ada aku karena yang ada hanya dia.
Saya
mencoba menurunkan konsep hubungan tersebut (Imam Ali) ke dalam
hubungan Industrial. Harus diakui bahwa hubungan buruh dengan pengusaha
sedikit banyak mempraktekan hubungan budak dan pedagang. Hubungan
Industrial perbudakan, pekerjaan dilakukan karena rasa takut kehilangan
sumber penghidupan dan dampak lain yang akan ditimbulkan ketika hilang
pekerjaan meskipun akan merugikan dirinya. Hubungan Industrial dengan
pendekatan dagang pekerjaan dilakukan berbanding lurus dengan apa yang
akan diterima, pekerjaan tidak dilakukan terhadap sesuatu yang tidak
dibayar.
Alhasil,
paradigma budak melahirkan penindasan pada buruh, dan paradigma
pedagang melahirkan stagnasi pada perusahaan yang akan merugikan kedua
belah pihak. Sebagaimana hubungan Pecinta dengan yang dicintai,
paradigma budak dan pedagang jelas tidak melahirkan kebahagiaan.
Berdasarkan hal tersebut paradigma Hubungan Industrial dengan Cinta
dapat didorong menjadi penawar. Seperti apa penerapannya?
Pertanyaan
mendasar yang harus dijawab terlebih dahulu, apakah untuk memperoleh
pekerja/buruh yang produktif, setia, jujur dan rela berkorban demi
perusahaan/pengusaha diperlukan cara yang melanggar hukum, mengabaikan
hak dan menindas? Kebanyakan orang akan memberi jawaban “tidak” meskipun
dalam praktek mereka yang berkata “tidak” menggunakan konsep penindasan
dan melanggar hukum untuk mencapai tujuan usahanya. Dengan demikian,
untuk mendapatkan pekerja/buruh yang produktif, setia, jujur dan rela
berkorban demi perusahaan/pengusaha yang harus dilakukan adalah
memerdekakan pekerja dari ruang penindasan dalam hubungan industrial.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana cara memerdekakan pekerja/buruh?
Tentunya dengan pemahaman yang penuh tentang hak-hak pekerja/buruh
tersebut, pemahaman yang penuh terhadap hak buruh/pekerja tidak mungkin
tanpa CINTA.
Sebagaimana
terminologi cinta yakni “menjadi dia”, maka perusahaan/pengusaha
menjadi buruh, dan buruh menjadi pengusaha/perusahaan.
Perusahaan/pengusaha menjadi buruh dengan memenuhi semua hak dasar
sebelum buruh/pekerja melakukan gerakan penuntutan terhadap hak-hak
tersebut, bahkan hak-hak dasar diberikan lebih dari apa yang diatur
dalam praturan perundang-undangan. Dengan pendekatan cinta “menjadi dia”
akan menanamkan cinta pekerja/buruh terhadap pengusaha/perusahaan yang
membuat pekerja menjadi setia, produktif, jujur dan bahkan rela
berkorban untuk memajukan perusahaan. Dengan pendekatan ini maka tidak
ada lagi tuan dan budak dalam hubungan industrial kerena kedua entitas
tersebut telah melebur dan menyatu, manunggaling kawula-gusti.
Bagaimanapun
pengusaha/perusahaan adalah bagian dari diri pekerja/buruh, dan
buruh/pekerja adalah bagian dari diri perusahaan/pengusaha. Sehingga
jika mereka saling mengenal bahwa ada dirinya pada diri yang lain dia
akan mendapatkan tujuan dari hubungan industrial sebenarnya. Sehingga
Cara terbaik yang harus dilakukan pengusaha dalam memajukan perusahaan,
justru dengan mensejahterakan pekerjanya, bukan dengan menindas. Dan
cara terbaik pekerja/buruh dalam memajukan perusahaan/pengusaha adalah
dengan setia, produktif, jujur dan rela berkorban.
Jika
hubungan industrial dengan cinta telah terbangun, dan ada pihak yang
melanggar maka konsekuensi hukum dapat diberlakukan. Sebagaimana
hubungan Makhluk dengan Khalik, siksa akan diberikan bagi mereka yang
telah diberikan nikmat tetapi mengabaikan si pemberi absolute,
sebaliknya malah tunduk pada sang pemberi absurd. Salam
Komentar
Posting Komentar