Orang Baik Ibu Kota

Untuk Dedi Suwandi, Terimakasih

Kejamnya ibu tiri tak sekejam ibu kota, merupakan judul sebuah film tahun 80an, hanya yang kuat secara mental, memiliki keberanian, dan berani durhaka terhadap takdirnya sebagai manusia yang dapat bertahan hidup di ibu kota, itu pandanganku beberapa tahun silam, yang membuatku tidak memiliki keberanian untuk menginjakan kaki di Jakarta, bukan hanya Jakarta, pun dengan kota-kota besar lainnya, saat masih hidup dalam pengasuhan orang tua di kenangan kecamatan sepaku untuk ke kota Balikpapan saja aku tidak punya nyali, karena kota = kejam terlanjur menguasai diriku dan memupus keberanianku.

 Kejam, tidak menjunjung tinggi nilai-nilai kemusiaan, tanpa belas kasih, menghalalkan semua cara untuk hidup, kehormatan hanya dapat diperoleh “jika dan hanya jika” kamu miliki uang dan bisa belanjakan, kebaikan harus kamu beli ditempat yang berpredikat “kota”, karenanya mereka yang memenangkan kehidupan di “kota” pastilah mereka telah berhasil menggadai banyak hal dalam kehidupan, kemusiaan dan belas kasih, karenanya perjalanan ke Jakarta pertamakali aku diselimuti rasa takut, kecurigaan pada setiap orang yang tidak kukenal akan merampas kehidupanku selama di Jakarta. Hahahahah

Karenanya aku selalu kagum dengan seseorang yang memutuskan untuk mengais kehidupan di ibukota, kemudian dalam keberhasilannya diperoleh dengan tanpa harus menggadaikan kehidupannya, atau setidaknya ketika sampai pada titik keberhasilan dalam takaranku (melebihiku) dia tidak berubah. Ada yang berhasil, tapi tidak sedikit yang gagal, mereka yang berhasil umumnya punya bekal pada umumnya generasi kesekian dari para penggede, sudah kaya sejak lahir.

Seiring perjalanan waktu, aku memilki pekerjaan yang mengharuskanku ke Jakarta, ibu kota, cukup sering, tetapi selalu berhati-hati, kala memilih transportasi, hingga menaiki transportasi umum, lama kelamaan kekhawatiranku dimasa lalu tentang kota dan tentang Jakarta mulai terkikis, aku tidak lagi mengkhawatirkan orang-orang baru, boleh jadi keseringan melakukan pekerjaan diluar membuatku semakin percaya diri menghadapi hiruk pikuk kota, disisi lain aku teringat sebuah pesan "sepanjang melakukan hal-hal baik dengan niat baik, insyaallah beroleh pertolongan dan perlindungan dari sisi Allah SWT" tidak jaranga dalam beberapa kesempatan dengan percaya diri aku meletakkan tas atau barang bawaanku ditempat umum tanpa merasa khawatir, meski dalam banyak kesempatan kawan yang bersamaku mengingatkan jangan melakukan itu. 

Sampailah pada satu kesempatan, sebagaimana biasa pekerjaan memperjalankanku kembali ke Jakarta, sesampainya di bandara Soekarno-Hatta, aku memutuskan untuk naik transportasi umum, bis, milik perusahaan plat merah, menuju hotel tempat seorang kawan menungguku, Totok Hariyono, kawan dari malang, Jawa Timur, dia telah mendahuluiku menunggu di sebuah hotel di Kawasan kuningan. Tidak butuh waktu lama transportasi umum yang hendak mengantarkanku ke lokasi yang dituju datang, dengan segera aku naik dan memastikan tempat duduk. 

Dalam perjalanan aku sempatkan berkomunikasi dengan beberapa kawan yang juga ada di Jakarta, salah satunya Aries Mardiono, dari banjar, Kalimantan Selatan. Jalan menuju tempat pemberhentian di Kawasan tugu pancoran Jakarta selatan lengang, kemacetan Jakarta sepertinya telah terurai pada sore menuju magrib. Tidak butuh waktu lama, sektiar 40 menit tibalah aku pada tempat pemberhentian. Setelah merapihkan ransel, telepoon seluller kemudian saya turun, sempat bertegur sapa dengan seseorang yang menyapaku.

Setelah seluruh penumpang turun, bis bergerak mengantarkan penumpang tersisa ketitik-titik pemberhentian berikutnya, perlahan tapi pasti bis bergerak menjauh, semakin jauh kemudian menghilang. Rencana menemui Totok Hariyanto, kawan-kawan memanggilnya Cak Toto kulanjutkan, sesaat ketika merogoh telepon seluler, tanganku juga bergerak mencari dompet di saku celana depan keudian ke saku belakang tapi tak kutemukan, kulanjutkan pencarian secara cermat pada saku ransel juga tak kutemukan, aku tersentak boleh jadi dompetku masih berada di bis yang kunaiki, sialnya aku tidak mengetahui plat mobil dan drivernya. “Ya Tuhan, setelah sekian lama engkau menjagaku dari manusia kota yang kutakuti, kini di Jakarta, aku kehilangan dompet karena kelalaianku, yang entah kemana harus mencari dan menemukannya” pekikku dalam dalam hati, lebih tepatnya doa minta tolong.

“sudah di mana Har? ”pesan singkat cak toto melalui whatsap

“siap meluncur cak, ada masalah sedikit, dompetku tidak ikut bersamaku waktu turun dari bis” jawabku singkat

“sudah kamu kesini dulu nanti kita cari” balasnya tanpa ekspresi

“baik cak aku meluncur” masih dalam keadaan gelisah,

aku coba cek biaya dari tempatku berdiri ke hotel dimana cak totok menginap tidak terlalu jauh, kurang dari 20.000, -- (dua puluh ribu rupiah), “ujian apalagi ini, belum pun aku sempat mengisi uang diaplikasi ojek online ini” ujarku dalam hati, ketika menyadari saldo untuk membayar transaksi online dititik nadir. Setelah merogoh kantong terdapat beberapa lembar duit sisa beli rokok, ada sekitar 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah) sepertinya cukup.

Dengan persediaan yang ada berangkatlah aku menaiki ojek online, tidak butuh waktu lama, aku sampai ketempat tujuan, semua uang tersesisa kuberikan kepada driver. Dengan gontai aku memasuki hotel menuju kamar Cak Toto.

Aku disambut dengan senyum, dan seduhan kopi “santai dulu har, kawan kita Aries mau kesini, nanti kita urus masalahmu”ujar cak toto menenangi, sepertinya dia punya teman diseluruh Jakarta sehingga bisa setenang itu melihat masalahku. meskipun demikian aroma kopi yang disajikan tidak mengusikku, fikiranku menerawang, sembari mencari tahu rute bis yang kunaiki, dan tempat-tempat terakhir bis itu berhenti dan beristritahat.

Tidak lama Aries datang, wajahnya empatik terhadapku, iya dia sempat mendapat cerita singkat keadaan yang menderaku dalam perjalananya ke hotel tempat Cak Totok menginap. Sambil menyeruput kopi yang tidak lagi nikmat karena keadaan yang menderaku, kusampaikan pada mereka rute-rute bis, tempat parkir dan persitiratannya saat malam hari. “ayo kita berangkat kesana”ujar Aries penuh semangat, “berangkat” timpal Cak Totok, “tapi aku saat ini orang termiskin di dunia”jawabku karena tak punya uang sama sekali setelah semua yang disaku kuberikan pada abang driver ojek online. “sudah tenang saja” jawab Aries, kemudian ditimpali dengan kata-kata yang sama oleh Cak Totok. 

Bermodal aplikasi ojek online, kami memsan mobil untuk mengantarkan kami menelusuri titik yang menjadi rute bis sebagaimana diterangkan pada beberapa website, waktu sudah menunjukkan pukul 22.15 ketika kami berangkat, tidak beberapa waktu lama kami sampai di stasiun gambir, meski bukan rute bis yang kutumpangi, setidaknya bisa bisa bertemu seseorang yang bisa memberi keterangan, tapi keadaan sudah sangat gelap, petugas keamanan yang kami temui menyatakan, stasiun gambir bukan pool bis rue blok M dan bis sift siang setelah selesai pengantaran terakhir akan kembali ke Pool Bis Besar bukan di gambir, sayangnya sang penjaga keamanan tidak tahu persis. Tidak putus asa, dengan mobil yang sama yang statusnya berubah menjadi sewa untuk 2 jam, kami bergerak ke Blok M, jawaban yang sama kami peroleh, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan akhirnya saya memutuskan membuat laporan kehilangan pada kantor polisi yang tidak jauh dari tempat perhentian bis disana.

Malam sudah larut, ikhtiar sudah ditempuh, akhirnya saya sampaikan untuk menghentikan pencaharian meski cak Totok dan Aries mendesak tetap ikhtiar, “Jakarta luas bung, kita sudah berikhtiar, dan saya fikir cukup, kita balik saja ke hotel beristirahat”pintaku meredam kesetiaan mereka.”okelah bro”kita Balik, ujar Aries “yo Wes, tawakal saja wes”sambung cak Toto. “boleh jadi aku tidak menemukan dompetku lagi, tapi paling tiak pengalaman ini membuktikan posisi Aries dan Cak Toto sebagai seorang kawan, mereka kawan yang baik”ungkapku dalam hati dalam keheningan jalan pulang. Sebagaimana ungkapan Sayidina Ali “temanmu adalah mereka yang berada disisimu saat sulit”, itulah mereka.

00.50 wib, seingatku ketika kami sampai di kamar hotel. “sekarang aku tahu posisi kalian disisiku, kalian teman yang baik, sedangkan aku teman yang buruk karena akan merepotkan kalian dua malam kedepan”ungkapku, “wes bukan masalah nasional” ujar cak Toto, “santai aja bro”timpal Aries. Setelah merelakan semua, akhirnya kami duduk menikmati kopi, yang ternyata enak, setelah melakukan usaha dan merelakan apa yang terjadi.

Belum sempat lama kami ngobrol, cak toto sudah mempersiapkan diri diperaduan, tetiba ada nomor asing menelponku, tertulis +628521760xxxx, entah siapa, “cak ada yang nelp”ungkapku, Cak Totok terperanjat dari peraduan, “angkat Har siapa tahu orang yang nemukan dompetmu” jawab cak Totok, ketika saya angkat tidak ada suara si penelpon, kemudian saya matikan boleh jadi ada gangguan, kemudian no tersebut muncul lagi dilayar telepon seluler saya, tanpa basa basi disertai perasaan penuh harap saya langsung mengangkat.

“asalamualaikum ini mas Hari Dermanto?”

“benar saya Hari Dermanto”

“dompetnya ketinggalan di bis yang saya bawa”

“iya pak dompet saya ketinggalan, alhamdulillah bapak menemukan?”

“iya tadi pas bersih-bersih bis di pool saya ketemu dompet, saya minta maaf karena harus memeriksa dompetnya, saya ketemu kartu nama ternyata nomor disitu sudah tidak aktif, saya sempat cari Nama Bapak di Facebook tapi tidak bisa dihubungi dan tidak ada nomor telpnya”

“saya lama tidak buka facebook pak, jadi bagaimana bapak bisa ketemu nomor saya”

“saya minta maaf harus membuka-buka isi dompet, saya ketemu kuitansi pembayaran jas ada nomor ini, jadi saya kontak alhamdulillah tersambung”

“alhamdulillah, bapak ada dimana? Biar saya datangi”

"saya di pool Damri Rawaterate" 

"baik Pak, Bapak siapa namanya?"

 "Dedi Pak"

"Baik Pak Dedi, saya kesana sekarang"

“baik Mas saya tunggu”

Cak Totok dan Aries memperhatikan percakapanku dengan Pak Dedi dengan rona bahagia, “ayo bro” ujar Aries, “aku disini saja ya, biar anak-anak muda yang pergi”ujar cak Totok, ketika pandanganku kualihkan ke dia, sebelum kusampaikan hal yang sama sebagaimana pernyataanya. Setelah memperoleh alamat dari Pak Dedi, pengemudi bis Damri tersebut, akhirnya kami bergegas memesan mobil online dan bergerak menuju Pool Damri Rawaterate, yang terletak di Jakarta Timur, Cakung.

Dalam perjalanan saya sempat mengabarkan kepada Pak Dedi, kurang lebih 45 menit perjalanan, sekirat pukul 02.10 tanggal 15 agustus 2018 kami tiba persis di Pool Damri Rawaterate, tempat peristirahatan bis yang telah tunai melaksanakan tugasnya.

Dengan segera Pak Dedi saya kontak, dia keluar dari pelataran Pool Damri, masih dengan pakaian dinasnya, berwana putih ke abu-abuan, menggunakan songkok, dipunggunya bergelayut ransel, melangkah menujuku.

“Pak Dedi ?”

“Benar Pak”

“Masyaallah Alhamdulillah”

“ini yakan dompetnya Pak” sembari menunjukkan dompet yang ada ditangannya kearahku

“benar pak”aku terima dompet tersebut tanpa memeriksa ada tidak yang hilang, dari tampilannya aku menaruh keyakinan bahwa dia orang baik, bagaimana tidak, ketika menemukan dompet yang kubawa, dia mencariku melalui facebook, untuk bisa menghubungi.

“saya minta maaf pak, harus membuka-buka isinya, karena harus mencari kontak bapak”

“jika tidak demikian, aku jadi orang paling malang di Jakarta, tidak punya tanda pengenal, bahkan uang”jawabku dan kami tertawa.

Pak Dedi nampak Lelah, pun aku dan aries, dengan segala hormat aku meminta beliau berkenan foto bareng, sebagai tanda dan penanda peristiwa yang saya  alami. Setelah peristiwa itu kami masih terhubung, sesekali saling memberi kabar baik. 

Komentar

Postingan Populer