Menahan Pemberontakan

Dalam kamus bahasa Indonesia Pemberontakan diartikan sebagai penentangan terhadap kekuasaan yang sah, asosiasi pemberontakan identik dengan gerakan perlawanan mereka yang oleh kekuasaan sah sebagai perbuatan ilegal, tidak sah, melawan hukum, meskipun pada titik tertentu ketika perbuatan melawan kekuasaan yang sah berhasil, pemberontak berubah posisi menjadi penguasa sah yang baru. Sebagaimana gerakan kemerdekaan, oleh kekuasaan penjajah gerakan tersebut kerap dianggap melawan hukum, sejarah mencatat, warga negara pertama Republik Indonesia, pernah dipenjara baik melalui proses hukum yang sah, atau dipenjara tanpa pernah melalui proses hukum. 

Dikesempatan ini saya tidak sedang membicarakan pemberontakan yang berhubungan dengan kekuasaan "pemerintahan" akan tetapi berbagi cerita tentang pemberontakan yang terjadi dalam metabolisme tubuhku, ini tentang pengalaman pemberontakan saat sedang berlari. 

Dua tahun ini, mendahului Pandemi Covid19, lari menjadi olahraga yang kugeluti, selain boxing, dan olah otot tubuh dengan menggunakan berat badan (kalistenik), olahraga mulai rutin saya lakukan selain karena pertimbangan berat badan mulai tidak berkesesuian dengan tinggi, juga sebagai upaya menyeimbangkan kebiasaan merokok+ngopi yang dianggap tidak sehat, selain itu untuk menepis pandangan negatif lain. 

Sebagaimana semua proses memulai sesuatu, pada awalnya berat, begitu juga dengan olahraga yang saya lakukan, khususnya lari, meski lari merupakan olahraga tertua didunia, seumur dengan peradaban manusia, ternyata tidak mudah juga, karena lari harus ditopang oleh kekuatan otot inti tubuh yakni otot pada bagian dada bawah, perut, punggung, panggul, dan otot kaki. Maka untuk meningkatkan peforma lari, kegiatan pembentukan otot penunjang laripun kulakukan sebagai satu kesatuan rutinitas. 

Sebagaimana pelari pemula, memulai dengan jalan bercampur lari keong (kecepatan lari yang setara dengan jalan cepat,11 menit/km), sampai akhirnya bisa berlari dengan kecepatan di atas kecepatan pelari pemula di bawah pelari beneran (atlit atau setidaknya setara atlit) dengan kecepatan 6 menit/km, dengan jarak tempuh tidak malu-maluin, 5 km/ 30-35 menit. Ketika untuk pertama kali lari, untuk jarak 1 km kutempuh dengan cara jalan 300 m kemudian lari 600 meter dan ditutup dengan jalan 100 meter, kemudian meningkat jalan 200 m dilanjutkan lari 800 meter, sampai akhirnya bisa lari 1 km, 2 km, 3 km, dan akhirnya 5 km tanpa berjalan. Tanpa guru berbayar, hanya bermodal olah pengetahuan dari chanel Youtube yang membahas tentang lari. 

Ledakan hormon edorfin yang memberi rasa bahagia setelah lari, kesuksesan menaklukan jarak tempuh dan waktu tempuh membawa saya pada kecanduan lari, bahkan dalam banyak kesempatan keluar kota sepatu lari selalu turut serta, untuk mengecap pengalaman lari diberbagai kota, tercatat aku telah merasakan lari di Acah, Bogor, Bandung, Jakarta, Malang, Cirebon, Cianjur, surakarta dan 10 kabupaten kota yang ada di kaltim. Alarm tubuh selalu berdentum dengan sendirinya untuk mengingatkan "waktunya lari bung!!" yang pada awalnya (sekitar 6 bulan awal) jarak tempuh hanya 8-10 km/minggu, menjadi 15-20 km/ minggu. Akibatnya berat badan menjadi terkontrol dan pencernaan menjadi lancar bahkan terlalu lancar, intensitas berak meningkat. 

----------

Selain pengalaman lari diberbagai kota yang punya cerita sendiri, ada satu pengalaman yang tidak terlupakan, yakni ketika perasaan ingin berak tetiba muncul ketika intensitas lari mulai dilevel terbaik (kecepatan stabil, umumnya setelah melwati 10 menit pertama). 

Udara sejuk menghinggapi kota Samarinda sore itu, hujan baru saja berhenti, sabtu sore, diakhir pekan, meski sudah lari dihari aktif, alarm tubuh tetiba berdentum, ajakaan lari begitu kuat dalam diri, setelah terjadi perdebatan "aku yang hendak istirahat" melawan "aku yang ingin istirahat" ternyata keinginan "aku yang ingin lari" lebih dominan. Udara yang sejuk, jalan yang tidak terlalu ramai karena masa karantina mandiri selama masa pandemi, serta keinginan mersakan ledakan endorfin sebagaimana hari sebelumnya, maka persiapan lari kulakukan. 

Karena sedari pagi baru berak sekali, maka kupastikan dulu tidak ada sampah yang tersisa di usus besar, maka kutenggak air hangat sebagai pendorong, ada perasaan sampah yang bergerak dari usus besar ke usus dua belas jari tapi rasa itu masih teramat kecil, butuh waktu, ditengah himpitan waktu dimana matahari tidak bekompromi meski sesaat, terus bergerak kebrat, dan hasrat lari yang terus membuncah, maka kuabaikan rasa itu, rasa hendak melepas hajat (berak) "paling habis lari akan berak besar" ujarku pada diriku sendiri sembari mamakai sepatu, dan mempersiapkan diri untuk pemanasan, 15 menit melakukan pemanasan, perasaan itu masih sama, akhirnya perlahan aku bergerak. menyusuri Jl. MT Haryono kearah kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Timur, jalur itu kupilih karena ada tantangan untuk menaklukan tanjakan MT. Haryono yang curam itu. 

kilometer pertama mendaki tanjakan MT. Haryono sebagaimana yang sudah-sudah bisa kulakukan meski tertatih, keringat deras mengucur karena memang butuh energi lebih saat berlari mendaki, sesampai di puncak pelan-pelan perasaan ingin berak semakin menguat, sambil berlari aku berusaha menahan katup pembuangan sekuat-kuatnya, menuruni tanjakan memasuki kilometer kedua aku sukses menjaga pertahanan, ketika melewati lampu lalulintas perempatan Jalan M. Said-Jl. Tengkawang- MT Haryono, sampah produksi energiku sepertinya sudah terakumulasi di usus dua belas jari, boleh jadi karena desakan berlari, perlahan mereka bergerak keujung saluran pembuangan, semakin kuat pula aku merapatkan pertahanan menjaga jangan sampai kebobolan di jalan. 

Untuk mengurangi tekanan, kecepatan lari kuturunkan, tapi energi dari dalam mendesak keluar terasa semakin kuat, kulewati beberapa kantor yang dapat kuduga pada pos jaga tersebut terdapat wc, tapi apa yang harus kukatakan, "pak izin berak" masa harus aku sampaikan demikian atau "izin kencing" untuk mengkamuflase keinginan berak, ada rasa malu melakukannya, karena ada hipotesis bahwa mereka (satpam) akan menaruh curiga padaku, izin buang air hanya kedok untuk memetakan pertahanan kemananan perusahaan, tidak ada pilihan, aku terus bergerak maju, menatap kedepan, mataku tertumbuk pada pombensin berjarak kurang dari 300 meter "tempat yang aman" sembari menggunakan sekuat-kuatnya energi menahan katup pembuangan, bajuku basah, produksi keringatku meningkat. 

Semakin dekat dengan Pom Bensin, katup pertanahanku perlahan-lahan membuka, bagaimanapun kuatnya aku menahan desakan dari dalam begitu kuat, semakin dekat bukaan katub pembuanagan sepertinya semakin membesar, ketika jarak kurang dari 10 meter dari wc Pom bensin, nampak seorang ibu berada dipintu salah satu wc, "ingin segera kuserobot dia, sebelum sempat masuk" syukurnya masih terdapat  1 wc lain dalam keadaan kosong, "itu untukku, untukkuuuuu" aku berlari sebisanya sembari menahan pemberontakan dari dalam yang sudah meyibak pintu pertahanan. 

Benar saja, belum sempat pintu wc kukunci dengan rapat, pemberontakan itu terjadi, pertahananku jebol, sebelum aku duduk sempurna, dan menyalurkan para pemberontak itu pada wadah yang tepat, dengan cepat kusibak celana yang kukenakan, untuk melokalisir pemberontakan tidak mengenai celana yang menjadi penjaga martabatku, sayang seribu kali sayang dalam perjuanganku itu aku tidak sempat menyelematkan celana dalamku. sebagian pemberontak sempat kusalurkan pada tempatnya, sebagian yang lain terserak di lantai wc, setelah tunai tanpa sisa, aku harus meluangkan waktu membersihkan lantai, celana dalam dan harus rela meninggalkanya di tong sampah, 

lega rasanya karena tidak harus terberak di jalan tapi sedih rasanya harus kehilangan celana dalam, tapi itu langkah yang harus kutempuh, dari pada harus membawanya bersamaku, cukup lama aku di wc karena harus membersihkan dan menetralisir keadaan, setelah memastikan semua aman, pelan aku membuka pintu wc, ketika melangkah keluar, mataku tertumbuk pada mata seorang pengendara perempuan dalam antrian mengisi bensin,  dengan apa yang terjadi di dalam, aku tidak berani menentang matanya, kutundukan mata menjaga pandangan yang menghakimiku, hidup harus berlanjut langkah harus dikayuh, sekecil apapun langkah akan membawamu pada tujuan, kuabaikan mata yang berpotensi menghakimiku atas apa yang dia duga dan mungkin dia dengar juga tentang keberisikan yang terjadi selama aku di dalam, semakin jauh dari Pom Bensin, semakin ringan langkahku semakin cepat lariku. 



Komentar

  1. Setidaknya melalui bacaan saat sarapan pagi ini saya bertemu dengan 3 keadaan. Pertama situasi serius yang mengingatkan pada kisah seorang alim dan pintar dengan keras dan kasar akan mengkritisi Harun Ar-Rasyid, akan tetapi harus Ar-Rasyid justeru menyuruh diam karena tidak pantas ujarnya, seorang raja yang kejam dan dzalim seprti Fir'aun saja Allah mengutus dua orang yang lebih alim (Nabi Musa dan Harun) datang dengan nasihat yang lembut (QS. Thaha ayat 33-34,
    kedua situasi dimana mendengarkan cerita yang cenderung "pamer", yang secara tidak langsung Seakan ingin menyampaikan "saya sudah melalui semua ini diberbagai kota dengan tingkat kelembaban udara yang bervarian".
    ketiga dihadapkan dengan kelucuan yang receh banget tapi menarik untuk disimak dengan baik, karena sebenarnya suatu "derita" yang datang "tidak tepat waktu" tapi penyajian yang begitu menarik sehingga pecah menjadi sesuatu yang lucu.

    Diam2 ketawa sendirian. Kwkwkwkk

    BalasHapus
  2. Wkwkwkwkwkwkwkw.... Berak berak berak n berak.... 🤣🤣🤣🤣🤣🤣

    BalasHapus
  3. Kenapa berak kirain hanya tepecirit��

    BalasHapus
  4. Awalnya cukup bagus tapi akhir tulisan tak Kuat membayangkan apa yang terjadi...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer