Kita Hadapi
Aku tidak tahu apa yang terpendam dalam hatimu atas kepulangan mamamu, aku hanya bisa meraba dan mencoba merasakan sebagaimana yang aku rasakan atas kepergianya, kesedihan yang mendalam, pun sampai dengan saat ini dalam kesendirian aku kerap mengenangnya, Perempuan yang selama 17 tahun menemaniku, dengan berbagai keadaan, berkhidmat padaku sebagai istri dengan segenap hatinya, kadang dia seperti teman, saudara, guru, bisa menjadi apa saja dalam peran kehidupan kami, kita. Bapa masih tidak percaya mamamu pergi, karena ketika berada di rumah sakit aku sangat optimis dia akan sembuh, ternyata itu adalah waktu-waktu terakhir mamamu Bersama Bapa, Bersama kita, dan sedihnya karena berada di ruang ICU (intensive care unit) Bapa tidak bisa menemaninya dengan waktu yang cukup.
Bapa mengenal mamamu sebagai Wanita yang kuat, tangguh, optimis, sabar, bijaksana ada juga sich pemarahnya, tidak sebagaimana banyak orang yang pernah bapa temui dalam kehidupan, dia tidak pernah mengumbar kesedihanya, pun dengan kebahagiaanya, dia merasakan semua itu dalam ruang yang terbatas, diantara kita saja atau dalam ruang sunyinya ketika kita semua terlelap dia terjaga, merenungi kehidupanya, bahagia-sedih-serta mimpinya. Kau tahu kenapa aku menyayangi mamamu, karena kesederhanaan, kesabaran dan tentunya kegemaranya akan buku, aku sering mendapatinya ketika terbangun malam dia asyik dengan buku, kebiasaan yang jarang dimiliki seseorang saat ini, dan aku merasa beruntung dengan itu, dalam benakku, kebiasaanya itulah yang akan menjadi warisan bagi anak-anak kelak, gemar membaca, kebiasaan yang menjaga kualitas peradaban.
Hari-hari kedepan tentu tidak akan sama, dengan ketiadanya, bapa merasakan itu, pun dengan kalian, terkadang bapa merindukan kebisingan, ketika mamamu memarahi kalian yang tetiba malas sekolah karena alasan diluar nalarnya, atau keriuhan menangani dua anaknya yang sering berselisih karena “ Zahra yang terkadang usil dan Zakiyya yang sensitive” perpaduan yang kerap melahirkan kegaduhan, dan tentu saja Alifa yang aktif luar biasa, mamamu pernah menasihatiku “Abang, jangan juga ikut marah kalo saya lagi marah sama anak-anak, ambil peran lain dong”, iya kadang aku tersulut dan ingin melepaskan emosiku ketika situasi itu terjadi, mungkin tidak seperti pengalamanya bersaudara dengan “angah” yang tidak pernah ribut, baik oleh hal besar apalagi hal sepele, dia ingin seperti itu, kakak-beradik yang saling menyayangi, mendukung dan menguatkan.
Pada titik tertentu aku nyaris putus asa, karena bagaimanapun mamamu adalah penopang perjuanganku ketika diluar, kubutuhkan penguatan, dan energinya yang menyalakan semangat ketika pergi bekerja, dan dia benteng pertahanan di rumah, tapi kusadari, ada amanah, kalian, anak-anak, yang tidak boleh meredup karena keadaan ini, seperti pesan Angah “hidup harus terus berlanjut” langkah tidak boleh terhenti, sepanjang masih dianugerahkan kehidupan, tidak ada kata lain selain terus bergerak maju.
Tidak terasa, kalian terus tumbuh, mahluk yang kami timang-timang sudah semakin besar, punya dunia sendiri, dan tentu akan semakin mandiri, Raisah akan menjalani proses akhir sekolah sebelum melanjutkan ke Pendidikan tinggi, sedangkan Aliya memasuki Pendidikan menengah pertama sebagai remaja baru, kalian akan menghadapi dinamika kehidupan yang tidak sederhana tentunya, tapi semua bisa dilewati sepanjang kalian mau berbagi keresahan, kita akan saling menopang, menjaga serta memberi dukungan terbaik satu sama lain dan selalu berharap baik pada Allah SWT, pemilik alam semesta.
Kita cukupkan kesedihan ini, jadikan setiap kenangan bersama mamamu sebagai energi untuk menapaki jalan dengan optimis, yakin dan berani, sehingga menjadi ibadah Zariah untuk beliau, sempatkan hadiah amalan untuk beliau, sebagai Bapak, aku juga meminta kalian menjadi teman tumbuh paling hebat satu dengan yang lain, pun untuk Alifa Iustitia Zhahira. Jadilah bijaksana, keraslah pada kehidupanmu dimasa muda, agar lapang masa tuamu.
Bihaqqi Muhammad wa Aali Muhammad
Sholawat
Dari Gue
Bapakmu
Komentar
Posting Komentar