Stellae

Shalawat Tarhim sayup berkumandang dari surau yang tak jauh dari rumah, bersamaan dengan itu suara pintu berdencit diikuti langkah kaki yang beradu dengan lantai terdengar, setelahnya kamu menyibukkan diri dengan semua persiapan sekolah, menyetrika, mandi, sholat, berdadan, padahal aku tahu, kamu sering tidur larut karena mengerjakan tugas, membaca, mengikuti perkembangan media sosial, dan sesekali menonton. 

Hampir 3 (tiga) tahun kamu melakukan itu, kebiasaan yang terbentuk dari pengalamanmu mondok di Sabilal ar Rasyad, sekolah menengah pertama (SMP / Madrasah Tsanawiyah), yang sering kamu ceritrakan ketika kami mengunjungimu, harus bangun lebih pagi untuk bisa mandi tanpa berdesak-desakan, mencuci, menunaikan sholat malam, dan kewajiban lain sebagai santri. Kini, hampir tiga tahun, sejak duduk di Madrasah Aliya Dahrul Ihsan, kebiasaan anak pondok kamu praktikan di rumah.  

---

Melihatmu sekarang, rasanya waktu bergerak cepat, masih terpelihara dalam ingatanku ketika kamu terlahir, di puncak malam, dihadapanku seorang bayi dengan rambut hitam lebat dan panjang, berat 4,1 kg, ada yang bilang wajahmu merepresentasikan wajahku, menurutku tidak juga, kamu merepresentasikan kami, orang tuamu. 

Sebagai anak pertama, pasangan yang sedang berjuang, kamu terlibat dalam gelut kehidupan kami, ditahun-tahun awal keberadaanmu, saat itu, mamamu seorang mahasiswa tingkat akhir yang akan menamatkan pendidikan sarjana sebagai seorang guru, dan aku mahasiswa fakultas hukum setengah perjalanan dengan pekerjaan sebagai pendamping masyarakat, di Yayasan Padi, tidak mudah di awal-awal kehidupanmu dalam usia muda perkawinan kami. 

Kamu membersamai di awal-awal perkawinan kami dengan segala kekurangan, di resdes, bontang, balikpapan dan sekarang di samarinda. Dari mulanya bayi kecil yang seluruh pilihanya kami tentukan, semakin bertambah usia semakin bisa menentukan pilihan. Sekarang sebagian besar kepentinganmu mulai kamu tentukan sendiri, begitulah perjalanan hidup kita semua, semakin beranjak dewasa, kita semakin tahu apa yang terbaik buat diri kita, dan kita semakin menjadi penentu kehidupan kita sendiri. Akan tetapi, diantara kebebasan menentukan, memilih, mengambil keputusan batasanya selalu ada, baik-buruk, patut-tidak. 

---

Dari perempuan kecil nan manja, yang menangis minta ikut ketika aku hendak pergi, sekarang kamu menjadi perempuan yang mandiri, tidak lagi ada tangis minta ikut ketika aku hendak pergi, aku teringat kita terlibat dalam berbagai ketegangan, yang menurutku spele, yang mungkin menurutmu penting, tentang kasur, tentang laptop, tentang pertengkaranmu dengan adikmu yang menguras emosi, terkadang aku merasa menghadapi diriku sendiri dengan wujud perempuan, bapakmu yang keras kepala, tinggi ego, terkadang keras hati, terduplikasi pada dirimu, yang kadang Mamamu (semoga Allah SWT menerima amal dan mengampuni dosanya) menangis karena harus menahan diri begitu kuatnya, sudah menghadapi aku, dan kemudian menghadapi kamu. 

Kami bangga dengan apa yang kamu persembahkan untuk kami, pencapaian akademis di sekolah yang tidak pernah benar-benar bisa kami samai, dengan segenap kesibukan yang membawamu menjadi semkin percaya diri, cerdas, dan tentu kami mendokan semua itu akan membawamu pada perjalanan yang semakin menakjubkan, langkahmu boleh jadi akan semakin jauh, lebih dari yang pernah kami bayangkan tentang diri kami sendiri, tapi ingatlah pesana mamakmu "bukan tentang dapat bersekolah ditempat terbaik, tapi bagaimana mereka dapat menjaga adab". 

---

Selamat bertambah usia nak, 17 tahun engkau kini, sebagai anak pertama sebagaimana yang pernah kusampaikan, ada namanya "kutukan anak pertama" yakni harus menjadi teladan, pelindung, pelayan bagi adik-adiknya dan andalan orang tuanya, boleh jadi berat jika dipandang sebagai beban, tapi dengan kesabaran kutukan anak pertama dapat berbuah manis, membentuk pribadi yang mandiri, berani mengambil sikap (menentukan pilihan dan mengambil keputusan) yang membuatnya menjadi seorang pemimpin. Kamu anak pertama kami, kamu adalah tanda kehormatan kami, bukan hanya aku dan almarhum mamamu, juga keluarga besar dari kami semua, serta adik-adikmu. 

---

Ketika kamu lahir dan kini 17 tahun, aku bercerita tentangmu, mungkin saatnya kamu mulai menuliskan ceritamu sendiri, membuat jalan ceritamu, pertanyaan sederhana sebagai bahan perenungan, siapa Raisah Zahra di 5 - 10 - 15 tahun mendatang? lukiskanlah versi terbaik dirimu, sebagai sejarah yang akan kamu cipta, kemudian siapkan dirimu untuk mencapai itu, bahkan melampaui itu semua. Sebagai bekal, kamu sudah punya kebiasaan baik, kebiasaan anak pondok yang bangun pagi dan mempersiapkan diri menghadapi tantangan harian yang perlu terus kamu jaga. sebagaimana namamu Raisah Zahra, jadilah pemimpin yang memendar cahaya. 


Dari Sudut Nusantara, 11 Desember 2024

Gue, 


Bapakmu.



Komentar

Postingan Populer