HMI tanpa Membaca, Menulis n Diskusi
membaca, menulis n berdiskusi merupakan tiga pilar dalam membangun budaya Intelektual, saya mengenal tiga pilar tersebut ketika menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) beberapa tahun yang lalu, melalui Latihan Kader - 1 (LK-1, Basic Training) di Cabang Balikpapan, pembangunan budaya intelektual melalui tiga pilar tersebut merupakan pemahamanan yang dicangkokan kepada kader-kader di HMI, tujuannya sederhana agar kader-kader tersebut tidak hanya menjadikan tiga pilar tersebut sebagai slogan, tetapi dapat menjadi bagian dari dirinya, tidak sempurna dirinya tanpa hal-hal tersebut.
membaca, menulis n berdiskusi harus diakuai merupakan cara jitu untuk mensucikan seseorang dari kebodohan, kejumudtan berfikir atau sektarian pahaman ungkap Ustadz Ashar, yang juga mantan aktivits HMI, tiga pilar ini mengandung kekuatan yang memotifasi kepada setiap kader-kader di HMI untuk selalu belajar, belajar dan belajar, karena hanya dengan itu pembangunan dan pembumian budaya intelektual bisa diwujudkan.
melalui membaca kita memperoleh informasi dan pengetahuan tetang berbagai hal yang dapat bermanfaat bagi diri dan orang lain melalui membanca kita dirangsang untuk menulis n berdiskusi, melalui menulis kita menyebarkan pengetahuan, membagi kesadaran, mendorong transformasi sosial dan melalui diskusi semua pemahaman yang ada dalam benak direporoduksi, diganti dengan pemahaman yang baru yang lebih kuat atau semakin memperkokoh keyakinan terhadap pemahaman tersebut. seperti mata rantai ketiga pilar ini saling berhubungan dan saling menguatkan.
Krisis HMI
saat ini sangat terasa bahwa HMI Cabang Balikpapan mengalami krisi kader Pelopor dalam mendorong tiga pilar budaya intelektual (membaca, menulis n berdiskusi), sehingga aktivitas membaca, menulis n berdiskusi terasa asing lagi di tubuh HMI cabang Balikpapan, kader yang membangun tiga pilar tersebut seperta barang langkah. untuk menilai krisis tersebut, indikatornya sederhana kita dapat melihat melalui aktivitas di kampus. Kampus yang merupakan medan perjuangan kader-kader HMI, tidak pernah lagi tersentuh oleh budaya ini, mading kampus yang bisa menjadi sarana menuangkan ide-ide hanya berisi iklan lowongan pekerjaan, forum-forum diskusi yang kerap menjadi sarana menuangkan ide-ide kritis kader seperti tidak pernah tersentuh oleh komentar kader-kader HMI.
membaca, menulis dan berdiskusi menjadi sesuatu yang asing, sulit ditemui dalam aktivitas HMI Cabang Balikpapan, tidak salah ketika Anas Urbaningrum dalam sambutannya mengakatan "HMI harus tetap menjaga dan mengembangkan terus karakter intelektual dengan tiga tradisi utama yaitu membaca, menulis n berdebat yang sehat" apa yang diungkapkan Anas tersebut bisa jadi berangkat dari kesadarannya bahwa HMI telah jauh dari budaya ini sehingga dia berkewajiban untuk mengingatkan.
konsekuensi logis bahwa ketika kader-kader HMI telah meninggalkan budaya ini maka kader-kader HMI akan kehilangan karakter, organisasi ini tidak lagi dapat menjadi wadah penempaan yang selama ini dikenal sebagai organisasi yang memproduksi kader umat dan kader bangsa. membaca, menulis dan berdiskusi bagaikan roh bagi keberadaan organisasi HMI, tanpa itu keberadaan HMI menjadi tidak penting.
merajut kembali budaya yang hilang
saya teringat ketika mengikuti perkaderan awal di HMI pernah ada selorohan seorang pengurus HMI "di HMI yang mudah hilang itu buku dari pada uang, kalo uang anda tercecer di sekretariat HMI pasti akan kembali, tapi kalo buku anda yang tercecer pasti sulit kembali" ada juga slogan "orang yang meminjamkan buku itu bodoh, lebih bodoh lagi orang yang mengembalikan buku yang dipinjam" selorohan tersebut menegaskan karakter intlektual dalam organisasi HMI. Selorohan itu benar, ketika masih aktif dan tinggal di sekretariat HMI Cabang Balikpapan buku-buku saya, baik yang tercecer atau saya letakan dalam lemari pribadi beberapa raib dan tak kembali.
bukan berarti bahwa kader-kader HMI suka mencuri atau memiliki barang yang bukan hak, tapi apa yang tergambar diatas menegaskan tentang kecintaan kader-kader HMI (saat itu) terhadap hal-hal yang dapat memperkaya keilmuannya. saya juga masih mengingat setiap ada undangan diskusi, seminar atau forum-forum intelektual, sehari sebelum kegiatan tersebut diadakan kami selalu mempersiapkan diri dengan mencari informasi yang berhubungan dengan seminar, diskusi atau forum ilmiah tersebut, tujuannya sederhana kami dapat memahmi konteks yang akan didiskusikan dalam forum tersebut, kami dapat membuat pertanyaan, menguasai forum, dan tentunya hal tersebut akan memberi efek positif tentang kompetensi kader-kader HMI di hadapan publik.
pembangunan budaya intelektual di dalam diri kader-kader HMI merupakan problem yang sedang dihadapi kader-kader HMI Cabang Balikpapan, tetapi ini bukan problem serius yang membutuhkan perenungan panjang dan penemuan cara-cara penyelesaian yang rumit. untuk menjawab persoalan tersebut,setiap orang yang memiliki kesadaran untuk membumikan pilar intelektual tersebut harus berwatak "messiah progresif", bukan orang yang mengharapkan pertolongan sampai datangnya juruslamat, tetapi orang yang menjadikan dirinya juruslamat dalam pembangunan budaya tersebut, tidak pasif melainkan aktif, tidak menunggu tapi menciptakan, bukan produk budaya tetapi pencipta budaya.
salam
membaca, menulis n berdiskusi harus diakuai merupakan cara jitu untuk mensucikan seseorang dari kebodohan, kejumudtan berfikir atau sektarian pahaman ungkap Ustadz Ashar, yang juga mantan aktivits HMI, tiga pilar ini mengandung kekuatan yang memotifasi kepada setiap kader-kader di HMI untuk selalu belajar, belajar dan belajar, karena hanya dengan itu pembangunan dan pembumian budaya intelektual bisa diwujudkan.
melalui membaca kita memperoleh informasi dan pengetahuan tetang berbagai hal yang dapat bermanfaat bagi diri dan orang lain melalui membanca kita dirangsang untuk menulis n berdiskusi, melalui menulis kita menyebarkan pengetahuan, membagi kesadaran, mendorong transformasi sosial dan melalui diskusi semua pemahaman yang ada dalam benak direporoduksi, diganti dengan pemahaman yang baru yang lebih kuat atau semakin memperkokoh keyakinan terhadap pemahaman tersebut. seperti mata rantai ketiga pilar ini saling berhubungan dan saling menguatkan.
Krisis HMI
saat ini sangat terasa bahwa HMI Cabang Balikpapan mengalami krisi kader Pelopor dalam mendorong tiga pilar budaya intelektual (membaca, menulis n berdiskusi), sehingga aktivitas membaca, menulis n berdiskusi terasa asing lagi di tubuh HMI cabang Balikpapan, kader yang membangun tiga pilar tersebut seperta barang langkah. untuk menilai krisis tersebut, indikatornya sederhana kita dapat melihat melalui aktivitas di kampus. Kampus yang merupakan medan perjuangan kader-kader HMI, tidak pernah lagi tersentuh oleh budaya ini, mading kampus yang bisa menjadi sarana menuangkan ide-ide hanya berisi iklan lowongan pekerjaan, forum-forum diskusi yang kerap menjadi sarana menuangkan ide-ide kritis kader seperti tidak pernah tersentuh oleh komentar kader-kader HMI.
membaca, menulis dan berdiskusi menjadi sesuatu yang asing, sulit ditemui dalam aktivitas HMI Cabang Balikpapan, tidak salah ketika Anas Urbaningrum dalam sambutannya mengakatan "HMI harus tetap menjaga dan mengembangkan terus karakter intelektual dengan tiga tradisi utama yaitu membaca, menulis n berdebat yang sehat" apa yang diungkapkan Anas tersebut bisa jadi berangkat dari kesadarannya bahwa HMI telah jauh dari budaya ini sehingga dia berkewajiban untuk mengingatkan.
konsekuensi logis bahwa ketika kader-kader HMI telah meninggalkan budaya ini maka kader-kader HMI akan kehilangan karakter, organisasi ini tidak lagi dapat menjadi wadah penempaan yang selama ini dikenal sebagai organisasi yang memproduksi kader umat dan kader bangsa. membaca, menulis dan berdiskusi bagaikan roh bagi keberadaan organisasi HMI, tanpa itu keberadaan HMI menjadi tidak penting.
merajut kembali budaya yang hilang
saya teringat ketika mengikuti perkaderan awal di HMI pernah ada selorohan seorang pengurus HMI "di HMI yang mudah hilang itu buku dari pada uang, kalo uang anda tercecer di sekretariat HMI pasti akan kembali, tapi kalo buku anda yang tercecer pasti sulit kembali" ada juga slogan "orang yang meminjamkan buku itu bodoh, lebih bodoh lagi orang yang mengembalikan buku yang dipinjam" selorohan tersebut menegaskan karakter intlektual dalam organisasi HMI. Selorohan itu benar, ketika masih aktif dan tinggal di sekretariat HMI Cabang Balikpapan buku-buku saya, baik yang tercecer atau saya letakan dalam lemari pribadi beberapa raib dan tak kembali.
bukan berarti bahwa kader-kader HMI suka mencuri atau memiliki barang yang bukan hak, tapi apa yang tergambar diatas menegaskan tentang kecintaan kader-kader HMI (saat itu) terhadap hal-hal yang dapat memperkaya keilmuannya. saya juga masih mengingat setiap ada undangan diskusi, seminar atau forum-forum intelektual, sehari sebelum kegiatan tersebut diadakan kami selalu mempersiapkan diri dengan mencari informasi yang berhubungan dengan seminar, diskusi atau forum ilmiah tersebut, tujuannya sederhana kami dapat memahmi konteks yang akan didiskusikan dalam forum tersebut, kami dapat membuat pertanyaan, menguasai forum, dan tentunya hal tersebut akan memberi efek positif tentang kompetensi kader-kader HMI di hadapan publik.
pembangunan budaya intelektual di dalam diri kader-kader HMI merupakan problem yang sedang dihadapi kader-kader HMI Cabang Balikpapan, tetapi ini bukan problem serius yang membutuhkan perenungan panjang dan penemuan cara-cara penyelesaian yang rumit. untuk menjawab persoalan tersebut,setiap orang yang memiliki kesadaran untuk membumikan pilar intelektual tersebut harus berwatak "messiah progresif", bukan orang yang mengharapkan pertolongan sampai datangnya juruslamat, tetapi orang yang menjadikan dirinya juruslamat dalam pembangunan budaya tersebut, tidak pasif melainkan aktif, tidak menunggu tapi menciptakan, bukan produk budaya tetapi pencipta budaya.
salam
Komentar
Posting Komentar