Ultimum Remidium
Bagian V
Klarifikasi Wahyudin di Polres sempaja merupakan hal positif, karena status Wahyudin dalam hubungan hukum jual beli kendaraan makin terang, dapat diduga dia adalah Korban, dari model segititga penipuan jual beli. Sigit bertindak sebagai perantara dirinya dengan Radit, pembeli, padahal keduanya bermufakat untuk menipu Wahyudin, setidaknya itu teori kasus yang paling terang, jika dihubungkan dengan fakta bahwa Radit menjadi salah satu tersangka kasus serupa pada yurisdikasi hukum polres samboja, dari Radit bisa diketahui siapa Sigit.
Kasus yang menimpa Wahyudin boleh jadi dihadapi oleh banyak masyarakat, mereka menjadi korban, tapi didudukan sebagai “pelaku”oleh para pelaku sebenarnya. Para pelaku ini mengambil manfaat dari ketakutan masyarakat dalam berurusan dengan penegak hukum, satire yang berkembang di masyarakat “karena urusan 1 ekor sapi yang dicuri berikutnya mereka akan kehilangan seluruh sapi miliknya” sebagaimana Wahyudin, memilih gantirugi kepada Radit, dari pada harus bolak balik menghadapi pemeriksaa yang kemudian berujung pada penetapan tersangka dan dinyatakan bersalah, meski ada ruang kemungkinan bawah Radit tidak cukup berani, tapi Wahyudin terlanjur dikuasai ketakutan.
Ultimum Remidium, pidana dianggap sebagai obat terakhir, bagi Wahyudin, pemidanaan tidak cukup mengobati, karena ada kerugian materiil yang harus dipulihkan, uang yang telah dia keluarkan, kepercayaan diri yang direnggut oleh para pelaku macam Radit dan Sigit. Bagi mereka yang memiliki kecukupan, boleh jadi pemidanaan terhadap para pelaku adalah obat, mengobati kemarahan, harga diri, tapi bagi mereka yang hidupnya terbatas, papa, baru merintis usaha, tentusaja pemidanaan sekedar obat sementara, selanjutnya mereka harus berjuang sendiri memulihkan kerugian materiilnya.
U-Man tidak menyangka, ternyata Wahyudin mangambil keputusan sendiri membayar sejumlah uang kepada Radit. Dia mencoba memaklumi keputusan itu boleh jadi karena ketakutan telah menguasainya, begitu banyak ketidakpastian yang harus dihadapi mengingat begitu besar keraguan bahwa penegak hukum akan menangani ini secara profesional, tidak hanya dipermukaan, menyederhanakan masalah, kita bisa tengok kasus pinjaman online yang oleh majalah Tempo disebut sebagai "rentenir 4.0", aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian baru benar-benar menggunakan sumberdayanya ketika ini menjadi perhatian Presiden.
“jadi bagaimana bung selanutnya, bisakah uangku kembali”
“kita harus
menunggu proses penyidikan terhadap Radit di Polres Samboja, sore ini kami ke
samboja untuk koordinasi persiapan bipartit Satya besok, selepas itu kami akan
coba koordinasi dengan reskrim yang menangani, kita akan lihat jika memang
Radit membuka nama-nama dalam berkas Aiptu Santoso, dan dapat menghubungkan dengan
perkaramu, sehingga jelas siapa Sigit apakah dia salah satu dari daftar yang
ada maka akan semakin terang motif, aksi dan korban-korbanya” Terang Uman
“jika dia
terbukti bersalah, dan terbukti Sigit adalah temanya yang mengerjai aku, apakah
uangku bisa langsung dikembalikan” kejar Wahyudin
“jika saja
uang itu masih ada, kita akan berupaya memasukan masalahmu sebagai bagian dari
rangkaian kejahatannya terlebih dahulu, sehingga Jaksa bisa memasukan itu ke
dalam dakwaanya, itu akan memudahkan kita untuk mengupayakan, missal, Jaksa
memasukan dalam dakwaan dan tuntutanya agar Radit, Sigit atau siapapun dia untuk
mengganti rugi, atau ketika kamu dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan,
kamu ajukan permintaan ganti rugi tersebut kepada Majelis Hakim, sehingga Majelis
Hakim dalam putusanya nanti memasukan kepentinganmu” U-Man menjelaskan dengan
terang jelas
Mendapat penjelasan demikian Wahyudin merasa legah, ada keraguan dihatinya, mendapati pengalamanya dengan Aiptu Santoso, membuat kepercayaan diri dan keberanianya meningkat.
Sangat mencerahkan, kasusnya sering kita jumpai di kehidupan masyarakat
BalasHapusTuntutan ganti kerugian mengikuti putusan pidananya.
BalasHapus