Harga Diri

Pengalaman sebagai penjaga warung orang tua, membuat egoku sebagai pembeli meronta ketika diperlukan tidak hormat, tidak dipandang sebagai raja. Jari kuarahkan pada barang yang kukehendaki, sebungkus rokok kretek, sementara si penjual, yang kuketahui pemilik ruko tiga pintu itu, melayaniku tanpa menatap, satu tanganya menyangga telepon seluler untuk tetap berada di telinga, dia asyik dengan pembicaraan, sumbu kesabaranku sudah habis terbakar, ketika rokok yang kukehendaki diberikan tanpa rasa hormat, dan pertanyaanku soal harga tidak dijawab karena dia lebih asyik dengan percakapan, segera saja uang yang sudah kusiapkan kukembalikan kesaku dan pergi meninggalkan sebungkus rokok telah diletakan penjual dihadapanku. 

Boleh jadi, aku tidak lebih kaya dari pemilik warung, semiskin apapun, sebagai pembeli aku ingin diperlakukan istimewa, karena pembeli adalah raja, sebagaimana pesan yang disampaikan orang tua ketika aku masih menjaga warung miliknya saat belia dulu, karenanya setiap pembeli kuperlakukan dengan baik, memuliakan dengan prioritas utama. Bukan bermaksud memberi pembelajaran pada si pemilik warung, tapi kepada rokok tersebut, kenapa dia harus ada di warung itu? betapa pedihnya dia saat aku berbalik arah, kutinggalkan dia teronggok tanpa sempat berkata-kata. 

Komentar

Postingan Populer