Membangun Kaltim Tanpa Utang

Membangun Kal TimTanpa Utang
tulisan ini pernah di publikasikan di kaltim post 5 - 6 maret

Pembangunan dengan utang luar negri (ULN) merupakan trend dalam pembangunan di Indonesia, dalam catatan sejarah Indonesia melakukan praktek pembiayaan pemabangunan dengan utang telah dilakukan sejak masa kepemimpinan presiden pertama Soekarno sampai dengan kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat ini.

PRAKTEK pembiayaan pembangunan dengan menggunakan dana-dana utang yang berasal dari negara (bilateral) ataupun badan kreditor terus dilakukan meskipun sudah sangat jelas bahwa keberadaan utang dalam pembiayaan pembangunan telah menyebabkan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) selalu mengalami defisit karena terbebani oleh utang yang terus membesar. Hal itu disebabkan oleh ketidakmampuan anggaran nasional dalam pembayaran hal tersebut diperparah dengan solusi yang kerap diberikan lembaga konsultatif untuk Indonesia (CGI) dan IMF (lembaga keuangan international).

Untuk mengatasi defisit anggaran yang disebbkan oleh utang maka pemerintah harus mengajukan permohonan utang baru yang pada akhirnya kebijakan pemerintah tersebut malah semakin menjebak negara secara terus menerus pada dalam jeratan utang yang berarti indonesia akan selalu berada dalam penguasaan negara-negara kreditur dan lembaga multilateral, tercatat hingga tahun 2006 utang pokok pemerintah Indonesia mencampai 2.510 juta USD dengan utang pokok sebesar 1.967 juta USD dan bungan utang sebesar 543 juta USD (sumber Sekretarit nasional Koalisi Anti Utang).

Kenyataan utang Indonesia yang begitu besar yang kemudian menyebabkan negara ini terjerat dalam kooptasi pemiliki modal dalam hal ini adalah negara bilateral (kreditur) dan lembaga multilateral (lembaga kreditur sejenis World bank, Asian Development Bank dan lain-lain), serhingga tidak heran tingginya angka eksploitasi yang dilakukan Indonesia tidak banyak menyentuh rakyat dengan fakta bahwa pemerintah Indonesia belum mampu secara signifikan melepaskan rakyatnya dari jurang kemiskinan.

Kenyataan yang merupakan pil pahit ditengah meningkatnya praktek eksploitasi yang ada, dalam laporan perkembangan pencapaian tujuan pembangunan millenium Februari tahun 2004 disebutkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia (IPM) berada di urutan 111 dari 177 negara, hanya 46,8% saja dari anak-anak usia pendidikan dasar yang bisa enyelesaikan sembilan tahun pendidikan dasar.

Hanya 68,4% ibu-ibu yang melahirkan dengan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, Angka kematian ibu sudah mencapai 307 orang setiap 100.000 kelahiran, Setiap 1000 kelahiran 35 bayi harus meninggal, kemudian 46 dari 1000 balita meninggal karena buruknya pelayanan kesehatan, penduduk dibawah garis kemiskinan nasional, sudah berjumlah 38.394.000 orang dan yang memiliki rumah hanya 32,3%, pengangguran juga meningkat dari 3.738.000 orang tahun 1994 menjadi 9.531.000 orang tahun 2003 (Asian Development Bank - Key Indicators 2004.

Jeratan utang juga telah melahirkan berbagai praktek privatisasi aset pemerintah oleh swasta, penguasaan sumber daya alam yang seharusnya dapat mensejahterahkan kehidupan rakyat dan melepaskan rakyat dari jeratan kemiskinan dikuasai oleh TNC / MNC, jelas sekali utang telah melahirkan praktek-praktek liberalisasi atas aset dan sumber daya rakyat, agak miris pemerintahan negara ini hampir kehilangan kedaulatan dalam mengelola bumi, air dan kekayaan yang ada didalamnya dalam usaha mensejahterakan rakyat.
Berdasarkan laporan perkembangan pencapaian tujuan pembangunan millenium Februari 2004 disebutkan, kualitas sumber daya manusia Indonesia (IPM) berada di urutan 111 dari 177 negara, hanya 46,8% dari anak-anak usia pendidikan dasar bisa menyelesaikan 9 tahun pendidikan dasar.

HANYA 68,4% ibu-ibu yang melahirkan dengan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, Angka kematian ibu sudah mencapai 307 orang setiap 100.000 kelahiran, Setiap 1000 kelahiran 35 bayi harus meninggal, kemudian 46 dari 1000 balita meninggal karena buruknya pelayanan kesehatan, penduduk dibawah garis kemiskinan nasional, sudah berjumlah 38.394.000 orang dan yang memiliki rumah hanya 32,3%, pengangguran juga meningkat dari 3.738.000 orang tahun 1994 menjadi 9.531.000 orang tahun 2003 (Asian Development Bank - Key Indicators 2004.

Jeratan utang juga telah melahirkan berbagai praktek privatisasi aset pemerintah oleh swasta, penguasaan sumber daya alam yang seharusnya dapat mensejahterahkan kehidupan rakyat dan melepaskan rakyat dari jeratan kemiskinan dikuasai oleh TNC / MNC, jelas sekali utang telah melahirkan praktek-praktek liberalisasi atas aset dan sumber daya rakyat, agak miris pemerintahan negara ini hampir kehilangan kedaulatan dalam mengelola bumi, air dan kekayaan yang ada didalamnya dalam usaha mensejahterakan rakyat.

Menurut Didik J. Rachbini dalam Ekonomi Politik Utang, bahwa Bisnis utang yang dilakukan oleh negara-ngera bilateral dan lembaga multilateral terus menerus dijadikan solusi terhadap permasalahan perkonomian di Indonesia disebabkan oleh Pertama, sirkulasi uang dari transaksi utang kembali ke negara dan lembaga donor melalui mekanisme kontrak dengan pengusaha negara kreditor, bantuan teknis, konsultan dan prasyarat-prasayrat lainnya.

Dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh beberapa peniliti ekonomi utang dihasilkan fakta bahwa 70 % dari aliran utang kembali kenegara asalnya melalui mekanisme tersebut. Kedua, bisnis utang adalah merupakan bisnis yang tanpa resiko dan menghasilkan keuntungan (bahkan diatas normal) bagi negara pemberi pinjaman (kreditur). Sehingga sulit untuk bisa mempercayai bahwa hubungan Indonesia dengan lembaga bilateral dan Multilateral adalah merupakan hubungan yang dapat memberdayakan Indonesia untuk mandiri secara ekonomi dan politik sebaliknya hubungan tersebut tidak lebih sebagai bentuk hubungan penjajahan.

Mengutip pendekatan Samuel Huntington dalam Buku Benturan Peradaban dan Masa depan politik dunia, dalam menggambarkan tentang bentuk penguasan (baca penjajahan) hari ini dilakukan dengan dua pendekatan pertama pendekatan soft power yaitu dengan introduksi (eksportasi) kebudayaan dan ideologi yang dilakukan negara-negara dominat (pemeilik modal, kreditor) kepada negara dunia ketiga seperti saat ini berlaku importasi kebudayaan dan ideologi seakan menjadi trend dalam berbudaya di banyak negara penerima utang sehingga cara pandang dan sikap hidup bangsa-bangsa ini terkikis. Selanjutnya berganti bentuk pada pemujaan terhadap budaya pragmatisme, hedonisme dan liberalisme ekonomi yang selalu di produk oleh media negara-negara tersebut untuk melemahkan negara-negara dunia ketiga. kedua pendekatan Hard Power yaitu dengan menggunakan kekuatan ekonomi dan militer.

Hampir seluruh negara-negara maju berperan sebagai kreditur khususnya negara-negara yang tergabung dalam G8 dan negara-negara tersebut juga memiliki saham di lembaga-lembaga multinasional macam World bank, ADB, IBRD. Beberapa lembaga lain dimana negara-negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang pada jaman penjajahan pernah menjadi koloni negara maju saat ini tunduk pada kebutuhan akan utang yang terus menjerat termasuk Indonesia.

Akhirnya lahir sebuah kesimpulan besar bahwa kita tidak pernah lepas dari praktek penjajahan, kita berada dalam 350 tahun dalam penguasaan penjajahan bersenjata (imperealisme) dan setelah kita merdeka secara yuridis tetapi secara hakiki masih berada dalam bentuk penjajahan yang kita sebut neo imperealisme.

Mengingat bahwa kontribusi lahirnya utang adalah disebabkan karena kondisi yang ada di daerah maka penting bagi pemerintah daerah untuk memiliki sikap yang kuat untuk tidak menggunakan dana-dana utang dalam membangun daerah. Melihat kenyataan di kaltim dengan eksploitasi yang ada seharusnya dapat membuat Pemerintah Provinsi Kaltim dan kabupaten – kota yang ada di kaltim seharusnya mampu membangun Kaltim dan mengangkan kesejahteraan masyarakatnya tanpa utang. harapan besar ini tentu mampu diwujudkan oleh gubernur yang memiliki kesadaran nasional (universal) atas keadaan masyarakat Indonesia dan masa depanya. Begitu juga dengan Kaltim kedepan.

Tetapi menurut pengamatan saya terhadap visi dan misi dalam soft kampanye yang dilakukan oleh mereka yang merasa mampu memimpin kaltim kedepan tidak ada satu sikapun lahir terhadap utang luar negri dengan bentuk penolakan yang tegas terhadap dana-dana utang yang berasal dari luar negri dalam pembangunan kaltim. Penolakan dana utang dalam pembangunan kaltim dalam perspektif pembangunan nasional adalah merupakan gerakan yang dapat membantu mengurangi beban masyarakat kaltim atas utang dan juga negara jika sikap ini bisa di transformasikan oleh gubernur terpilih kedepan kepada pemerintah daerah yang lain.

Hasil evaluasi Indpendet yang pernah dilakukan PADI Indonesia atas proyek utang ADB dalam program CERD di beberapa daerah di Kaltim menunjukan bahwa bangunan infrastruktur hanya menghambur-hamburkan anggaran karena tidak ada sasaran dan fungsinya di masyarakat. Masyarakat Kaltim tidak membutuhkan utang tetapi utang pada dasarnya di butuhkan oleh negara-negara kreditur dan lembaga multinasional untuk dapat mengakumulasi keuntungan secara terus menerus dari Indonesia melalui bunga utang dan fee komitmen yang didapat dari poreses memberikan utangan.

Penolakan dana utang secara moral harus didukung oleh sikap keadilan anggaran dalam APBD di kaltim (baik ditingkat provinsi atau kabupaten kota) dimana pemerintah harus berani untuk mengurangi pembiayaan berlebihan yang menyebabkan beban anggaran tidak menyentuh program-program rakyat sebaliknya hanya memperkaya aparat yang jumlahnya seleintir. Bukan berarti penolakan atas dana-dana utang dalam pembangunan Kaltim kemudian menghalalkan liberalisasi sekotor daya yang ada di kaltim, untuk itu keadilan anggaran perlu diwujudkan.

Semoga Gubernur Kaltim mendatangn dapat menjadi motor dalam penolakan dana utang dalam pembangunan kaltim kedepan, menakan angka eksploitasi yang tinggi tetapi tidak menyentuh rakyat. Tentunya komilment eperti ini hanya mampu dijalankan oleh pemimpin yang tidak terjebak pada investasi politik yang tidal menjanjikan atau menjual kekayaan alam dalam memajukan dirinya. Semoga Allah merahmati langkah kita dalam menjaga alam dan manusia untuk lepas dari penjajahan global. Amin...

Komentar

Postingan Populer