Raisah Zahra

Catatan kecil tentang Raisah Zahra Sudah lama saya ingin menuliskan tentang Raisah Zahra, mengenai arti namanya, seperti apa dia waktu lahir, seperti apa wajahnya, perkembangannya yang begitu sedikit kuketahui karena kehidupan yang saya jalani sebagai bapaknya berjarak kurang lebih 4 jama dari dia dan ibunya (istri saya), dan reaksi yang ditimbulkan ke saya dan juga mamanya waktu dia akan lahir dan setelah lahir. Raisah Zahra lahir pada tanggal 18 november 2007, tepatnya pukul 00.40 dini hari melalui proses yang panjang kurang lebih satu jam (dalam ingatan saya). Berdebar dibuatnya menantikan waktu transformasi diri dari seorang laki-laki yang disebut suami menjadi seorang yang akan disebut ayah, bapak. 

Tidak hanya debar yang kurasakan menanti kelahirannya, saya juga merasakan perasaan takut melihat usaha istri (nama istriku Jubaidah) yang begitu mengiris dengan perjuangan yang keras dan sakit luar biasa dirasakan olehnya hal ini tercermin dalam eranganya, tarikan nafasnya dan jerit pedih yang memilukan. Yang kutahu perasaan ini dikecamukan antara bahagia akan lahir seorang makhluk (yang tidak pernah kami identifikasi laki atau perempuanya sebelumnya) yang akan memanggilku bapa dengan manja, kecerdasan dan kebahgiaan dan takut bahwa proses itu akan merenggut nyawa satu diantara keduanya (dia dan istri) atau keduanya sekaligus. Tepat jam 00.40 bayi itu keluar dari rahim istriku, baru kuketahui ternyata anak yang berada dalam rahim istri selama sembilan bulan lebih empat hari adalah seorang anak perempuan yang menurutku lucu, manis, dengan daya tarik khas (mengenai ini ada sesinya sendiri). 

Berbicara tentang anak, jauh sebelumnya saya sangat antusias dan berharap bahwa anak yang ada dalam rahim istriku adalah seorang anak laki-laki jadi saya hanya mempersiapkan satu nama yaitu “Satyagraha” yang artinya jalan menuju kebenaran secara etimologi tersusun atas “satya” yang artinya kebenaran dan “agraha” yang artinya ketegaran mungkin tergambar saya sebagai seorang patriarkis. Setelah Raisah Zahra bayangan tengtang anal laki-laki atau perempuan tidak menjadi penting lagi bagiku, begitu jahil dan tidak bersyukurnya saya terhadap fikiran saya tentang anak laki-laki, saya merasa sikap seperti itu tidak ubahnya laki-laki arab di zaman jahiliyah yang menganggap bahwa anak perempuan adalah bencana dan harus dikubur hidup-hidup atau dibunuh (apa bedanya saya dengan umar). Astagfirullah, ini adalah tantangan dari Allah atas apa yang selama ini saya pelajari apakah saya seorang jahiliyah yang mengaku berIslam atau memang berteguh pada tali Agamanya yang menyelamatkan, maka dengan cepat fikiran itu saya delet. Tentang Namanya Kami belum tahu harus memberi nama apa kepada dia? Ternyata, mama (saya) jauh hari sebelum kelahiran berdoa dan berharap bahwa anak yang di kandung jubai (panggilan singkat istriku) adalah perempuan hal ini saya mengerti karena lima kali mempunyai pengalaman melahirkan tidak satupun anaknya adalah perempuan sehingga begitu berharapnya dia (mama) memiliki cucu perempuan dan alhamdulillah terkabul, mama juga mempersiapkan nama untuk cucu pertamanya yaitu Raisyah. Nama itu begitu menarik hati kami lalu malam itu juga kami mencari artinya dalam kamus bahasa Arab melalui teman “Herdi” yang kebetulan adalah guru MTs, ternyata nama itu berasal dari kata “Rais” yang artinya pemimpin, dan “Syah” yang artinya raja, tetapi jika digabung Raisyah memiliki arti burung, berbeda jika Raisah memiliki pengertian Raja. Maka dengan sedikit mengkebiri nama pemberian mama akhirnya Raisyah kami ubah menjadi Raisah. Selanjutnya untuk menemukan nama belakangnya kami juga sempat menghubungi ka Topik seorang sahabat, guru dan saudara bagi saya, dia sempat memberi referensi nama calon anak perempuannya (saya lupa) dimana dalam nama tersebut ada kata Zahra jadi dengan tempo sesingkat-singkatnya maka sekitar pukul 03.00, jadilah Raisah Zahra sebagai nama anak kami, yang secara literal berarti pemimpin yang memancarkan cahaya. Zahra dalam salah satu situs feminisme (www.femisnismemuslim.com) berarti yang memancarkan cahaya. Yang lebih penting bahwa nama tersebut merepresentasikan doa dan harapan kami sebagai orang tua. Fisiologi Zahra

Raisah Zahra, lahir dengan berat badan sekitar 4,3 kg, tinggi 50 cm, dengan pipi yang dinaungi dua buah bandul yang mennggelayut (dia temben banget, bahsa prokemnya cabi), rambut yang hitam, lebat, panjang, jigrak, sedikit ikal dengan lingkaran rambut terdapat 2 di bagian muka dan 2 di bagian tengah kepala (total 4 lingkaran), dengan arsitektur wajah yang menurut pengamat bayi (ditempat Raisah lahir) Raisah sangat menyerupai saya, oia hidungya ketarik ama kedua pipinya jadi kelihatan agak gemuk seperti buah tomat, satu lagi space keningnya (jidad. Red) ruangnya agak luas tapi harus diakui bahwa “Zahra” (panggilan sayang kami ke dia) anak yang manis sampai dengan saat ini dia tumbuh menakjubkan, dan selalu mengagetkan ku. Perempuan dan revolusi

Nama Raisah Zahra (sebut, pemimpin yang memancarkan cahaya) tidak hanya merepresentasikan doa dan harapan kami lebih dari itu melahirkan tanggung jawab bagi kami sebagai orang tuanya untuk mengarahkan dan mendidik dia sebaik-baiknya agar dia bisa menjadi seperti yang kami doakan sebagaimana terkandung dalam namanya. Kami ingin mendidiknya menjadi generasi yang jauh lebih baik dari kami baik dalam mengenal Allah SWT, Rasul dan para Imam serta para kekasih Allah serta mengamalkan semua kebaikan yang berasal dari kesadarannya tentang apa yang diketahui, oleh karenanya kami telah mempersiapkan perpustakaan untuknya, kami tingkatkan kualitas diri kami sejauh yang kami bisa untuk mendukungnya. Perempuan adalah penyokong lahirnya revolusi Islam Iran kata Imam Khomeini (semoga Allah mencurahkan kemuliaan atasnya), karena jika tidak ada perempuan yang berani untuk rela dirinya menjadi janda, rela anak-anaknya menjadi yatim bahkan kehilangan anak laki-lakinya maka revolusi islam iran tidak akan terjadi, oleh sebab itu ada satu perisitiwa Imam begitu marah ketika ada sekumpulan ibu-ibu ingin menemuinya dan kemudian dihalang-halangi (baca, hak-hak wanita dalam Islam karya Imam Khomeini). Atas dasar itulah Kami berkesimpulan bahwa masyarakat yang cerdas atau moralitas dalam masyarakat akan terbangun pastilah ditopang oleh keberadaan keluarga-keluarga cerdas dan keluarga-keluarga cerdas itu ada karena ada perempuan cerdas didalamnya. Kenapa demikian, saya percaya satu sistem kufu bahwa ketika ada seorang perempuan cerdas pastilah laki-laki yang ingin mendekatinya adalah laki-laki yang cerdas atau setidak-tidaknya setiap laki-laki yang ingin mendekatinya akan termotivasi untuk mencerdaskan dirinya (merevolusi diri). 

Seperti halnya Imam Ali as (Gerbang Umat muslim menuju Kota Ilmu, salam dan shalawat atasnya) bagitu syaidah fatimah (shalawat dan salam atasnya) merevolusi eksistensi dirinya sehingga tidak ada yang layak atasnya kecuali dirinya, syaidah fatimah juga adalah tokoh perempuan yang merevolusi pandangan umat yang pada saat itu bungkam atas sabotase hak sayidina Ali dengan kotbah dahsyat di masjid yang tidak terbantahkan oleh seorangpun atas pernyataanya, dia juga merevolusi sejarah dengan tidak memaafkan perlakuan orang-orang yang melakukan kezaliman atas dirinya dan hak Ahlul Baith dengan mengulang pernyataan rasul bahwa siapa yang membuat fatimah marah maka rasul marah kepadanya, kemarahan rasul sama halnya denga kemarahan Allah dan hari itu fatimah menyebut orang-orang yang membuatnya marah hingga wasiat kematiannyapun tidak mengizinkan diektahui oleh mereka yang fatimah marah kepadanya (shlawat). Kemarahan fatimah atas mereka mengkonstruksi kita untuk berfikir dan merevolusi pandangan melihat sejarah yang pada akhirnya kita di perhadapkan pada elegi keluarga Rasul.

Eksistensi perempuan identik dengan revolusi, dan doa kami semoga Raisah Zahra dapat menjadi perempuan yang dapat merevolusi keluarganya, orang-orang yang berada disekitarnya, serta masyarakat, setidak-tidaknya saat ini keberadaan Zahra diantara kami memberi pengaruh, merevolusi kami sebagai orang tuanya untuk menuntunya mengenal mereka perempuan-perempuan revolusioner dibalik perjuangan Rasul, Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain dan seterunya untuk menumbuhkan karakter revolusionernya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer