Hari H (Wisuda Sarjana UNIBA Ke XXIII)
Sekitar pukul 06.00
Istriku membangunkanku, dihajar lelah beberapa hari mengurusi sibuah hati (skripsi) membuat tidurku begitu pulas, tidak terasa pagi telah berkumandang, bumi tempat kami berpijak berputar menantang matahari, langit cerah suara riuh burung bersautan, tidak ada awan yang berani menutup cahaya matahari, Tuhan seperti memberikan ijin untuk terselenggaranya wisuda angkatan XXIII di kampus Universitas Balikpapan, ku cek SMS yang kuabaikan semalam.
SMS Fajrin : “bung sepatu ku taro di tempat helm, semalam aku ke LBH gak ada orang” segera kubuka pintu dan kucek tempat yang dimaksud fajrin, sepatu coklat yang bagus tapi sayang kakiku terlalu kecil untuk memanfaatkanya, kurelakan saja sepatu itu parkir. “hem kalo memang tidak ada sepatu biar saja pake sepatu cat yang biasa kugunakan itung-itung nyentrik” kataku dalam hati coba bersantai mengatasi keadaan.
SMS Fitriady: gimana bung sudah dapat sepatukah? sms sekitar pukul 00.00
Aku membalas : belum bung, kamu adakah? ponsel hpku member keterangan kalo pesan tertunda, biasanya karena ponsel sipenerima mati.
Tidak terlalu lama setelah keterangan pesan tertunda, keterangan pesan terkirim ke ahmad muncul, tidak terlalu lama berselang Ahmad membalas
SMS Ahmad : ada bung sepatu, ukuran 40 nanti kubawakan
SMS ku : thanks bro, bawakan ya.
SMS Ahmad : Ok bung
Kubuat keputusan yang tidak biasa, tidak umum soal pakaian disaat semua menggunakan Jas, Tuxedo dengan trandi, dendi dan parlente aku pergi menggunakan batik, bukan karena alasan ingin tampil beda tapi karena memang sudah tidak berkeinginan menggunakan pakaian seperti itu.
Pukul 07.45
Pa Budi Santoso, salah satu pengemudi taxi Kokapura menghampiriku di kantor LBH, bermaksud hati menghantakanku kepanggung perayaan wisuda.
Pukul 08.00
Sudah banyak mahasiswa membanjiri kampus dengan pakaian kebesaran wisuda (Toga.red), ku dantangi fakultas hukum untuk mengambil pakaian serupa seperti yang telah dikenankan pada wisudawan, kudapati Ahmad Fitriadi, Ahmad Kurniawan, dan Siti dengan penampilan terbaiknya. Melihat sepatu yang kugunakan cat Ahmad bergerak cepat mengangkat bungkusan yang berisi sepatu, kulihat isinya begitu bagus, hitam, elegan dan di pas dikakiku, hanya perlu mengelap debu di permukaannya dan wisudawan fakulta hukum universitas balikpapan-pun beraksi. Dilanjuti dengan melengkapi Toga yang menurut mas Ardi sampai dengan H-1 (sehari menjelang acara) toga tersebut belum juga sampai dari sipembuat.
Sekitar pukul 08.15
Meninggalkan istri, anak, mertua yang duduk dikursi tamu, menuju kursi wisudawan sarjana hukum aluan piano mellow instrumentalia, membuat fikiranku melayang jauh mengingat-ingat masa lalu. Instrumental mellow itu mengaduk-aduk perasaan, dadaku terasa sesak, emosiku memuncak, dan tak sanggup menahan emosi, yang terus menderu mendesak ingin dimuntahkan, tanpa sadar buliran bening dari sudut mata mengalir membentuk parit diselah-selah pipi, aku gak sanggup menahan emosi, perasaanku sebiru langit.
Emosiku terus menderuh seiring dengan dentingan piano, lirih lagu membuka jalan memori alam bawah sadar untuk kukenang, kuingat sekitar 4 tahun lalu ketika aku mendaftar kuliah di Fakultas Hukum Universitas Balikpapan, dengan uang satu juta setelah dikurangi pembayaran SPP, DKM, SKS aku hanya mampu membayar uang gedung sebesar Rp. 5.000,--, teringat juga saat naik semester 2 (dua) hampir gak bisa kuliah tetapi berbekal “loby” bersama Edy Adha ke pak Hendro (dekan fakultas hukum pada sat itu) akhirnya kami dijinkan untuk bisa masuk semester 2 (dua) meski belum melunasi uang gedung, ketika semester 3 persoalan keuangan melanda dan saya hampir bernasib naas menyetop kuliah ditengah jalan tapi beasiswa Provinsipun cair, begitu juga ketika memasuki semester 4 (empat) kembali beasiswa membantuku kali ini beasiswa Migas yang jumlahnya cukup besar yang sangat membantuku hingga semester akhir. begitu juga ketika hendak melakukan penelitian skripsi di Hutan Lindung Gunung Lumut, di Kampong Muluy, ketika krisis keuangan melanda aku kembali memperoleh bantuan (beasiswa) yang berasa dari Kantor Desa Sungai Terik, sehingga penelitian skrispsi bisa kuselesaikan, ketika harus menyelesaikan skrispi untuk seminar hasil saya mendapati dorongan moral dari Istri, dan para sahabat.
Sulit dipercaya bahwa saya yang kuliah dengan berbagai keterbatasan keuangan, tetapi hari ini duduk haru dengan baju kebesaran wisudawan. Keterbatasan keuangan yang menjadi momok banyak orang “tua” untuk bisa melanjutkan sekolah anaknya kejenjang yang lebih tinggi (kuliah) aku kalahkan, ternyata uang bukan persoalan bagi orang-orang yang ingin maju, aku merasakan bahwa Tuhan menggerakan hati banyak orang yang terpilih menjadi wakilnya untuk menolongku mengatasi persoalanku. Teringat sebuah buku yang berjudul The Secret karangan seorang pendeta, mengungkapkan bahwa ketika kamu berfikir bahwa kamu mampu untuk sampai pada suatu tujuan maka makro kosmos akan bergerak memenuhi harapanmu, intinya sangat penting untuk berfikir positif tentang hidup dan masa depan.
Ingatanku melayang bersamaan dengan denting piano, beberapa kali kucoba menenangkan diri yang hanyut dibawa emosi, segera kuusap air mata yang hendak melenggang membasahi pipi, untuk menghilangkan kesan cengeng ditengah banyak orang yang memperhatikanku, berkali-kali kuucap syukur atas perolehanku ini, kubayangkan wajah bangga orang tuaku yang memiliki anak seorang sarjana hukum (lagi-lagi hatiku bergejolak sendu), hingga upayaku untuk mengirimkan ucapan terimakasih memanfaatkan bonus SMSpun tidak sanggup kulakukan, karena setiap kata yang akan kutuliskan selalu diikuti emosi dan lagi-lagi air mata (haru), untuk mengatasi itu kutarik nafas dalam.
Pukul 09.30
Hamrin melalui pesan singkat mengabarkan kepadaku bahwa dia berhasil menemukan ibuku di pelabuhan untuk mengantarkan ke lokasi wisuda, senangnya hatiku karena memang niatku mengikuti wisuda hanya untuk membuat dia bahagia, bangga bahwa dia mampu melahirkan anak yang bisa sarjana meski dalam keterbatasan ekonomi, jika bukan karena ingin membuat ibuku, istriku dan mertuaku bahagia niscaya akan kuabaikan ritual seperti ini.
Pukul 09.00 s/d selesai
Wawan sanjaya, mengumumkan bahwa senat akan memasuki ruang rapat senat dan seterusnya, kegiatan wisuda ini kemudian diteruskan dengan parade sambutan dari Rektor hingga perwakilan mahasiswa, penyematan tanda sakral merubah posisi benang pada di sisi kiri topi toga menuju sisi kanan oleh Rektor, yang dalam tafsirku kiri adalah symbol dari kelalaian, kegelapan sedangkan sisi kanan symbol dari kebenaran dan pencerahan, sedangkan Rektor adalah symbol sang pencerah yang mengarahkan dan membimbing. Sehingga pemindahan benang pada topi toga oleh Rektor dari sisi kiri menuju sisi kanan adalah pengertian bahwa si Mahasiswa yang dalam proses pendidikan cenderung salah, belum terarah telah mendapat pengesahan, pengakuan dari sang pencerah menjadi manusia yang memiliki kebenaran yang mencerahkan, sehingga dapat dilepas kemasyarakat, menjadi cendikia seperti yang disebutkan Amin Rais dalam pengantar buku Ali Syariati “Tugas Cendikiawan Muslim” yang dia terjemahkan “cendikia yang bersama masa, menerangi masa dan menghantarkan masa pada perubahan (pencerahan)”
Menjelang tengah malam
23.40 Wita, ditengah gongongan anjing tetangga yang menyeringai dalam pekat dan sunyi
Dari bilik ruang diskusi LBH Pos Balikpapan, lagi-lagi menulis dengan Laptop Pinjaman dari Wawan Sanjaya
Hari Dermanto
Komentar
Posting Komentar