Karenanya aku menulis


hemmmm

Saya ingat ketika masih duduk di bangku SMA (entah kelas berapa) ada keinginan kuat untuk bisa mengunjungi banyak tempat (bertualang), dengan seperti itu akan banyak hal-hal baru yang bisa kutemui dan tentunya penalgalam baru. keinginan kuat untuk bertualang, mungkin karena dipengaruhi background kecil, aku dilahirkan di Palu, meskipun hingga saat ini tidak sedikitpun kenanganan tentang waktu kelahiranku di palu nayangkut kepala.

Menurut nenekku (ibu dari Mamaku, telah almarhum), ketika kecil saya pernah tinggal di jakarta, dan bandung bersamanya, sehingga secara bahasa saya pernah memiliki kemampuan berbahasa sunda meski dibelakang hari kualtias bahasa ini terkikis oleh tempat baru, Balikpapan, dan kemudian Maridan, kecamatan sepaku, sekarang berada di Kabupaten Penajam Paser Utara, tempatku mengenyam pendidikan dari SD hingga tamat SMA.

Saya teringat ketika pulanga dari mengikuti Youth Exchange Program di kota kecil,Whitsburg (kalo boleh menyebutnya begitu) negara bagian Ketucky, USA, Mama saya mengungkapkan sejarah kelahiran saya, bahwa tembuni saya dibuang kelaut oleh dukun yang membantu mengeluarkanku dari rahim mamaku, tujuanya membuang tembuniku kelaut agar aku menjadi perantau, kata si dukun Kampong kepada mamaku.

Entah apakah ada korelasi antara tembuni yang dibuang kelaut dengan anak perantau, yang jelas diantara kami (5 bersaudara) aku yang paling sering melakukan pertualangan, kehidupanku saat inipun jauh dari orang tua, agak sulit menyatakan bahwa membuang tembuni di laut akan menjadikan seseorang menjadi perantau seperti yang dilakukan sidukun tersebut adalah benar, untuk mengatakan tidakpun faktanya saya menjadi perantau, sehingga untuk menafikan kesan mitos, aku berargumentasi bahwa pernyataan dukun pada saat akan membuang tembuniku ke laut sama dengan seperti sedang menaruh harapan, kata lainnya berdoa, yang kemudian dengan samar Mamaku mengaminkan sehingga jadilah takdir yang berlaku padaku saat ini.

Kebiasaan Menulis
Sebenarnya bukan karena aku sering melakukan pertualangan yang melahirkan kebiasaan menulis, tetapi mungkin sebaliknya keabiasaanku menulis yang menghantarkanku kebanyak tempat dibantu dengan aminnya mamaku terhadap pernyataan (harapan dan doa) si dukun beranak itu. lebih dari itu aku ingin bercerita, bahwa kebiasaanku menulis pada awalnya sangat dipengaruhi oleh Kakakku (Harun Aprianto) aku masih ingat ketika masih duduk di bangku kelas 1 (satu) SMA di ITCi, saya pernah menyontek tulisannya, tentang profil teman yang dibuat dengan gaya ngebanyol(ngepop, ala majalah aneka).

bukan hanya kebiasaan menulis, kebiasaan membacapun kutiru dari dia, secara tidak langsung saya mengagumi figur saudara saya ini, hingga ada perasaan ingin mengcopypasete kesenangan, hobi, mungkin bisa disebut bahwa ada keinginan dalam diriku untuk identik dengan dia. keinginan menulis karena melihat dia, kesukaan membaca karena juga dipengaruhi dia, main bolapun begitu, tidak berlebihan rasanya kalo kukatakan bahwa dia insipirasi pertamaku dalam hal membaca dan menulis.

Awal aku menulis sektiar kelas 2 SMA, dimulai dari menulis profil tentang kawan, karena mendapat respon positif, merasa mendapat dukungan kemudian aku mencoba menulis puisi-puisi, dilanjutkan menulis cerita pendek (cerpen) dan tentunya yang tidak kalah menarik menulis surat cinta. Sangat disayangkan bahwa tulisan-tulisan yang kubuat ketika masih SMA tidak terdokumentasi dengan baik, tidak tersimpan, hilang. Andai saja, mungkin kumpulan tulisan tersebut dapat menjadi sebuah memoar disatu ketika aku akan menutup usia, atau setidaknya bisa menjadi bahan refleksiku saat ini.

Aku sangat menyadari bahwa kesukaan terhadap kegiatan tulis menulis semakin kental saat aku mulai mengenal hubungan personal dengan lawan jenis (pacaran, kata yang digunakan anak remaja dizamanku), karena hidup di zaman dengan keterbatasan teknologi dalam berkomunikasi tidak secanggih sekarang, tidak ada celuller phone untuk mengirim sms, tidak ada internet untuk berjejaring di sosial media (macam FB atau twitter, yahoo massenger) seperti sekarang, menjadikan praktek surat menyurat (surat-suratan) sebagai media yang paling kugandrungi dan juga digandrungi pemuda seusiaku di zaman itu, keadaan selalu melahirkan kreatifitas, dari keadaan dengan keterbatasan kebiasaan menulis diperkuat, memasukan kalimat tutur dalam kertas, dan bersamaan dengan itu kebiasaan membacapun muncul karena mustahil menulis tanpa membaca.

Faktor lain yang memperkuat, ketika sekolah keadaan ekonomi orang tua sangat terbatas, sehingga sering sekali kami tidak memiliki uang saku untuk jajan, keadaan ini menyebabkan saya sering memilih mengasingkan diri di perpustakaan sekolah, menyibukan diri membaca apa saja untuk mengalihkan keinginan untuk jajan, menurutku perpustakaan tempat paling aman untuk mengatasi keadaan, dalam fikiranku saat itu di cap kutu buku mungkin lebih baik dari pada di cap miskin, aku bersyukur karena melalui pengasingan diri di perpustakaan yang kerap kulakukan kebiasaan membacaku terfasilitasi dengan baik, aku ingat pernah menghabiskan Novel-novel karya Sardono (anggota kelompok lawak DKI yang akrab di panggil dono) dan beberapa novel tebal lainya, belum terhapus juga dalam fikiranku membaca karya pemikir Islam asal perancis Maurice Buckaile disaat masih SMA.

Aku sangat bersyukur dengan keadaan itu, dan aku mengerti kenapa orang tuaku tidak memanjakan atau memaksakan diri untuk kami ketika masih SMA, kusadari itulah caranya mendidik kami, mengenalkan kami bagaimana harus bertarung dengan kehidupan, bagaimana menemukan cara mengatasi keadaan yang kadang sulit diajak untuk berdamai, tetapi hanya bisa dikendalikan. Hasilnya, meski belum bisa kuakatakan aku telah berhasil tapi aku berproses untuk kesana, setidaknya pencapaianku saat ini tidak terlepas dari keadaan itu.

Saya ingat bagaimana senang dan harunnya saya ketika tulisanku untuk pertama kalinya di Muat di Harian Tribun Kaltim pada bulan desember 2005, kuberi judul Pemilu dengan Masa Sadar ada perasaan candu yang ditimbulkan,ku kirimkan pesan kepada guruku, kukatakan padanya kalo tulisan muridnya di muat harian Tribun Kaltim, kuterima pesan darinya yang memacu semangatku, dimulai dari tulisan itu hasarat menulis terus terbangun hingga aku bisa menulis sekitar 15 (lima belas kali) di harian lokal kalimantan timur (kaltim Pos dan Tribun kaltim), tulisan-tulisan itu di buat saat masih tergabung di Himpunan Mahasiswa Islam, organisasi yang juga banyak mempengaruhi bacaanku belakangan ini, dan yang menumbuhkan kebiasaan baru yang melengkapi kebiasaanku membaca dan menulis yakni kebiasaan berdiskusi.

kebiasaan membaca, menulis dan berdiskusi menghantarkanku di dunia Aktivis, lembaga swadaya masyarakat, organisasi non pemerintah, dan sebutan lainnya. pergulatan di dunia aktivis inilah yang kemudian memberikan aku kesempatan untuk mengunjungi berbagai tempat, bahkan sampai ke luar Negeri, sesuatu yang tidak mungkin mengingat aku lahir dari keluarga biasa, bahkan teramat biasa, yang memiliki malu teramat tinggi untuk bisa bermimpi ke luar negeri. Tapi fikiran inferior tersebut terbantahkan.

Aktivitas menulis masih kugeluti, karena menurutku aktivitas menulis adalah aktivitas yang menggerakan banyak perubahan di belahan dunia (seperti yang sering saya ungkapkan ketika mengajak budaya menulis kepada beberapa teman), selain juga tetap ditunjang membaca dan berdiskusi tentunya. aktivitas menulis membantu menguatkan nalar, analisis (juga menurutku), dengan menulis kita telah menyiapkan satu arsip (museum) intelektual untuk generasi yang akan datang, bisa untuk anak, atau masyarakat. meminjam bahasa jusuf kalla dalam pengantar buku Indra J Piliang menulis adalah instrumen peradaban (kira-kira seperti itu).

alasan lain, banyak hal dihadapan yang menurut kita adalah hal biasa tetapi bisa menjadi berarti luar biasa bagi orang lain, dengan alasan itu hingga saat ini saya terus menulis, menulis hal-hal biasa yang mungkin banyak ditemui orang lain. Juga turut membantu menghidupkan kebiasaan menulisku saat ini tentunya istri dan anakku, perasaan kangen karena hidup dengan jarak yang berjauhan, pergolakan-pergolakan yang kurasakan untuk menjadi suami yang baik dan ayah yang teladan kerap melahirkan inspirasi untuk selalu menulis.

terhadap istriku, kutuliskan surat-surat cinta, sedangkan untuk anakku kutuliskan harapan-harapanku , diamana ketika kelak dia dewasa dia dapat membaca tulisan-tulisanku melalui blog ini.

Menulis, kurasakan seperti jendela yang mempertemuakanku dengan hal-hal baru, dan juga sebagai penghubung (benang berah) antara Aku kemaren, hari ini dan esok. Karenannya Aku Menulis.

Bontang, 2 Maret 2011



HD
dari bilik kerja

Komentar

Postingan Populer