Komunikasi Yang Baik Memberi Kebaikan
Beberapa waktu ini saya larut ke dalam pemikiran Larry King Bill Gilbert melalui bukunya Seni Berbicara yang saya pinjam dari seorang kawan, dalam buku ini Larry mengulas secara mendalam dengan gaya bahasa yang sangat mengalun, dari bukunya saya berkesimpulan bahwa Larry bukan hanya seorang yang pandai dalam bertutur dalam lisan, juga pandai dalam berbicara dalam tulisan. Dalam bukunya Larry mengungkapkan tehnik-tehnik komunikasi yang dia peroleh dari pengalamannya sebagai seorang Publik Speaking dan juga uraianya terhadap pakar-pakar komunikasi yang dia anggap sebagai figur komunikasi.
XXX
Waktu menunjukan pukul 08.00 WITA, kurang lebih 1 (satu) jam lagi registrasi ujian Advokat bertempat di Balai Bahasa Unmul segera dibuka. Dengan bergegas saya keluar dari kantor Kawal Borneo Comunity Foundation (KBCF) yang terletak di komplek perumahan Juanda 1 Samarinda, maklum jarak kantor KBCF dengan Balai Bahasa Unmul cukup jauh dan harus di tempuh dengan 2 (dua) kali ganti angkutan Kota.
Saya melangkah nyaris seperti berlari, setelah kurang lebih melewati 10 rumah gedong di kompleks tersebut seorang Ibu paruh baya yang sejak dari kejauhan memperhatikan saya memberikan senyuman, sangat tulus sehingga melambatkan langkahku untuk membalas senyumannya dan kemudian menyapanya "Wah jalan-jalan pagi nih bu" kataku dengan senyum, diapun membalas dengan Senyum yang ramah seraya membalas sapaku "Ia naik, berangkat kuliahkah nak?" tanyanya dibarengi senyum tulus yang tak dia lepaskan, "Ia Bu pagi ini saya ada ujian" kataku, diapun tersenyum, akpun tak lupa membalas senyumnya disertai anggukan kemudian berlalu, di ujung mata kulihat dia kemudian memasuki beranda rumahnya.
kembali saya bergegas melanjutkan perjalanan ke ujung gang yang berbatasan dengan jalan Juanda, sesampainya di mulut Gang saya langsung menyeberang ke jalan yang juanda yang berada di sisi lain yang mengarah kawasan air putih. Tidak lupa saya membuka peta jalan (Road Mape) untuk mengetahui angkutan kota (angkot) yang harus kugunakan, setelah beberapa saat melihat catatan kemudian saya memilih angkot yang dapat mengantarkan saya kepasar pagi, setelah masuk angkot saya sedikit kaget karena ibu yang berbicara dengan saya tersebut masuk ke angkot setelah perempuan di belakang saya, saya gak habis fikir untuk orang setua dia, jalanya cukup cepat.
kemudian ibu itu duduk disamping saya, percakapanpun dimulai, "Wah Ibu cepat juga nih, diantarkah atau jalan keluarnya bu?" kataku menyapanya, setelah menghela nafas panjang diapun memberi jawaban "Ulun dihantar ding sanak" jawabnya dengan logat banjar ala samarinda. Mengetahui dia orang banjar akhirnya saya menggunakan logat yang berbau banjar seperti kata "Pian = anda, Ulun = Saya, kaina = nanti" untuk mendekatkan psikologis kami, dengan cara kultural akhirnya komunikasi kamipun semakin luwes, diapun tak sungkan bercerita tentang pengalaman pertamanya merantau ke Samarinda, menikah, kehilangan suami, anak-anaknya, sampai penyakitnya.
Dalam komunikasi tersebut saya mencoba menerapkan metode komunikasi seperti yang ditawrkan Larry King, Saya mencoba membuka percakapan seperti orang yang akrab denganya dengan mencoba menghindar pertanyaan yang berakhir dengan jawaban ya dan tidak, saya mencoba membangun komunikasi yang menyebabkan si Ibu mau bercerita, ketika dia bercerita saya mencoba membangun sikap emaptik mendengarkan dia, tidak hanya menggunakan rumusan angguk-anggukan sesekali saya melakukan konfirmasi hal-hal tertentu yang perlu saya ketahui, sehingga terbangun kesan perhatian terhadap apa yang dia bicarakan, yang saya ikuti dengan bahasa tubuh penuh antusias terhadap ceritanya, dengan kontak mata terus memperhatikan dia.
Seperti yang saya sebutkan di atas dengan leluasa dia bercerita banyak hal tentang dirinya, kehidupanya, pengalaman sakitnya, kehidupan anaknya, yang menarik komunikasi berakhir dengan niat baiknya menawarkan diri untuk membayarkan ongkos angkotku, karena kebetulan dia deluan turun. "nak biar ibu yang bayar ya" katanya sejenak sebeum turun dari angkot, diikuti dengan tanganya merogoh uang Rp. 20.000,-- dari saku dompetnya, "Pa saya bayarkan ini untuk ade yang di belakang juga ya" katanya kepada supir angkot setelah turun.
Setelah turun dia sempat menyapaku dengan senyum hangat disertai dengan lambaian tangan. Aku membalas senyumnya, kemudian saya berujar dalam hati "betapa Komunikasi memiliki kekuatan, dia bisa menjadi energi yang menggerakan kebaikan-kebaikan, jika komunikasi yang kita bangun baik InsyaAllah kita akan mendapat efek baik dari komunikasi, sebagaimana yang saya rasakan". Peristiwa yang saya alami hari ini, pernah saya alami juga beberapa waktu lalu, dengan menggunakan pendekatan komunikasi simpatik, emaptik dan aktif. Saya jadi teringat Buku Psikologi Komunikasi yang ditulis Jalaluddin rakhmat, bahwa 75 % kehidupan kita berhubungan dengan komunikasi, sehingga komunikasi yang baik menjadi sangat penting untuk memberikan keuntungan kepada kita.
Akhir cerita sayapun sampai pada lokasi ujian dengan pengalaman yang luar biasa.
Salam Komunikasi
XXX
Waktu menunjukan pukul 08.00 WITA, kurang lebih 1 (satu) jam lagi registrasi ujian Advokat bertempat di Balai Bahasa Unmul segera dibuka. Dengan bergegas saya keluar dari kantor Kawal Borneo Comunity Foundation (KBCF) yang terletak di komplek perumahan Juanda 1 Samarinda, maklum jarak kantor KBCF dengan Balai Bahasa Unmul cukup jauh dan harus di tempuh dengan 2 (dua) kali ganti angkutan Kota.
Saya melangkah nyaris seperti berlari, setelah kurang lebih melewati 10 rumah gedong di kompleks tersebut seorang Ibu paruh baya yang sejak dari kejauhan memperhatikan saya memberikan senyuman, sangat tulus sehingga melambatkan langkahku untuk membalas senyumannya dan kemudian menyapanya "Wah jalan-jalan pagi nih bu" kataku dengan senyum, diapun membalas dengan Senyum yang ramah seraya membalas sapaku "Ia naik, berangkat kuliahkah nak?" tanyanya dibarengi senyum tulus yang tak dia lepaskan, "Ia Bu pagi ini saya ada ujian" kataku, diapun tersenyum, akpun tak lupa membalas senyumnya disertai anggukan kemudian berlalu, di ujung mata kulihat dia kemudian memasuki beranda rumahnya.
kembali saya bergegas melanjutkan perjalanan ke ujung gang yang berbatasan dengan jalan Juanda, sesampainya di mulut Gang saya langsung menyeberang ke jalan yang juanda yang berada di sisi lain yang mengarah kawasan air putih. Tidak lupa saya membuka peta jalan (Road Mape) untuk mengetahui angkutan kota (angkot) yang harus kugunakan, setelah beberapa saat melihat catatan kemudian saya memilih angkot yang dapat mengantarkan saya kepasar pagi, setelah masuk angkot saya sedikit kaget karena ibu yang berbicara dengan saya tersebut masuk ke angkot setelah perempuan di belakang saya, saya gak habis fikir untuk orang setua dia, jalanya cukup cepat.
kemudian ibu itu duduk disamping saya, percakapanpun dimulai, "Wah Ibu cepat juga nih, diantarkah atau jalan keluarnya bu?" kataku menyapanya, setelah menghela nafas panjang diapun memberi jawaban "Ulun dihantar ding sanak" jawabnya dengan logat banjar ala samarinda. Mengetahui dia orang banjar akhirnya saya menggunakan logat yang berbau banjar seperti kata "Pian = anda, Ulun = Saya, kaina = nanti" untuk mendekatkan psikologis kami, dengan cara kultural akhirnya komunikasi kamipun semakin luwes, diapun tak sungkan bercerita tentang pengalaman pertamanya merantau ke Samarinda, menikah, kehilangan suami, anak-anaknya, sampai penyakitnya.
Dalam komunikasi tersebut saya mencoba menerapkan metode komunikasi seperti yang ditawrkan Larry King, Saya mencoba membuka percakapan seperti orang yang akrab denganya dengan mencoba menghindar pertanyaan yang berakhir dengan jawaban ya dan tidak, saya mencoba membangun komunikasi yang menyebabkan si Ibu mau bercerita, ketika dia bercerita saya mencoba membangun sikap emaptik mendengarkan dia, tidak hanya menggunakan rumusan angguk-anggukan sesekali saya melakukan konfirmasi hal-hal tertentu yang perlu saya ketahui, sehingga terbangun kesan perhatian terhadap apa yang dia bicarakan, yang saya ikuti dengan bahasa tubuh penuh antusias terhadap ceritanya, dengan kontak mata terus memperhatikan dia.
Seperti yang saya sebutkan di atas dengan leluasa dia bercerita banyak hal tentang dirinya, kehidupanya, pengalaman sakitnya, kehidupan anaknya, yang menarik komunikasi berakhir dengan niat baiknya menawarkan diri untuk membayarkan ongkos angkotku, karena kebetulan dia deluan turun. "nak biar ibu yang bayar ya" katanya sejenak sebeum turun dari angkot, diikuti dengan tanganya merogoh uang Rp. 20.000,-- dari saku dompetnya, "Pa saya bayarkan ini untuk ade yang di belakang juga ya" katanya kepada supir angkot setelah turun.
Setelah turun dia sempat menyapaku dengan senyum hangat disertai dengan lambaian tangan. Aku membalas senyumnya, kemudian saya berujar dalam hati "betapa Komunikasi memiliki kekuatan, dia bisa menjadi energi yang menggerakan kebaikan-kebaikan, jika komunikasi yang kita bangun baik InsyaAllah kita akan mendapat efek baik dari komunikasi, sebagaimana yang saya rasakan". Peristiwa yang saya alami hari ini, pernah saya alami juga beberapa waktu lalu, dengan menggunakan pendekatan komunikasi simpatik, emaptik dan aktif. Saya jadi teringat Buku Psikologi Komunikasi yang ditulis Jalaluddin rakhmat, bahwa 75 % kehidupan kita berhubungan dengan komunikasi, sehingga komunikasi yang baik menjadi sangat penting untuk memberikan keuntungan kepada kita.
Akhir cerita sayapun sampai pada lokasi ujian dengan pengalaman yang luar biasa.
Salam Komunikasi
Komentar
Posting Komentar