Warung Messiah: Tangan Tuhan Dibalik Keberadaan Warung Seroja

Warung itu begitu biasa, sangat biasa, bisa dikatakan tidak ada yang istimewa jika dinilai dari penataan ruang baik luar maupun dalam. Pada bagian luar chat berwarna biru menjadi satu-satunya warna, sedangkan pada bagian dalam warna chat pudar menjadi satu-satunya lukisan, ditemani dengan TV 14 inci berisi beraneka chanel pada bagian pojok kanan atas ruangan dari arah pintu masuk. Ukuran warung tersebut sangat kecil kurang lebih 3 x 6 meter pada ruangan makan plus tempat penyajian, dan 3 x 5 meter untuk tempat masak dan mencuci piring.

Pada ruang makan terdapat 2 meja, satu meja menempel di dinding warung dengan tempat duduk kayu permanen yang menghabiskan 1/4 lebar ruangan, sedangkan sisanya diisi meja sepanjangan 3 meter dengan dikelilingi bangku berbentuk huruf “U”. Di meja-meja tersebut setiap pagi hingga sore hari komunitas buruh, supir, tukang ojek, mahasiswa dan masyarakat sekitar warung secara bergantian memadati. Oleh pemiliknya warung tersebut diberi nama Warung Seroja, tetapi jangan berharap anda menemukan tulisan “Warung Seroja” pada dinding baik luar ataupun dalam warung, karena nama warung seroja hanya menempel pada mulut si pemilik, anda hanya tahu ketika anda bertanya.

Bertempat di jalan menuju Kompleks Bukit Damai Sentosa, persis berada di Depan kantor Pemuda Pancasila, orang-orang yang berpenghasilan pas-pasan sangat akrab dengan Warung Seroja, karena harga makanan yang dijual terjangkau, untuk satu porsi makanan yang berisi sayur, sebiji gorengan dan ikan hanya dikenakan tariff Rp. 7.000,– (tujuh ribu rupiah), tidak hanya itu jika pembeli memilih makan ditempat terdapat sambal beraneka ragam : sambal kacang, tomat, terasi, kecap, mangga (terkadang diganti dengan sambal belimbing asam) yang bisa dinikmati tanpa harus mengeluarkan ongkos tambahan, pemilik warungpun tidak menuntut bayaran lebih jika pembeli memilih minum dengan air putih. Hal ini yang menyebabkan pada pukul 18.00 WIT Warung Seroja kerap tidak bisa memenuhi hasrat mereka yang ingin menikmati hidangan murahnya. Mesikpun murah makanan di Warung Seroja tidak murahan, tidak hanya kuantitas, kualitas makananyapun sangat baik dan memenuhi standar kebutuhan gizi khususnya para buruh yang membutuhkan makanan dengan kandungan energi yang lebih.

Warung Seroja = Messiah

Bagi mereka yang akrab dengan Warung Seroja, keberadaanya bak Messiah, juru selamat. Tidak berlebihan jika kata itu disandangkan pada Warung seroja, bagi orang-orang yang berpenghasilan sebatas Upah Minimum Kota (kurang lebih Rp. 1.200.000 / bulan) sulit untuk dapat bertahan hidup sebulan, adanya Warung Seroja sangat membantu mereka mengatasi keadaan di Balikpapan, Warung Seroja hadir bak messiah, keberadaanya bukan untuk gengsi sebaliknya menjawab kebutuhan.

Sekitar 5 tahun warung ini berdiri keadaanya masih sama, sederhana dan tidak banyak perubahan, begitupun dengan pemiliknya, mereka seperti menyadari bahwa pilihan membuka Warung Seroja bukan pilihan yang tepat untuk menumpuk kekayaan, jauh lebih dari itu warung tersebut di buka dengan kesadaran yang sangat tinggi terhadap sesama, mereka bertahan hidup tanpa harus mengekploitasi orang-orang kecil, faktanya untuk makanan murah yang disediakan pemilik Warung Seroja tetap menjaga kualitas dan kuantitasnya. Karena pemilik warung inipun orang kecil.

Apa yang dilakukan pemilik Warung Seroja, persis seperti apa yang ditulis Ali Syariati dalam buku Ummah dan Imamahnya, dalam buku tersebut dia menjelaskan bahwa ada dua kelompok Nabi (orang-orang yang membawa rahmat bagi banyak orang, tafsir penulis), pertama kelompok nabi yang lahir dari status sosial tinggi, dimana dengan status sosialnya dia dapat menjangakau banyak hal sehingga memiliki kesadaran sosial kemudian lahir menjadi penyelamat bagi orang-orang yang terpinggirkan, seperti Nabi Sulaiman, Nabi Musa, Ibnu Sina, Alfarabi, Gus Dur, sedangkan kelompok kedua adalah para nabi yang lahir dan hidup ditengah massa rakyat yang tertindas, kesadaranya untuk memerdekakan dirinya dan mereka yang sama dengan dirinya tumbuh ditengah keadaan tersebut, kemudian menyebarkan kesadaranya kepada mereka yang terzalimi untuk bangkit menjadi manusia merdeka, kelompok ini diwakili oleh Muhammad SAW, Abu Dzar Al Gifari.

Pemilik Warung Seroja bisa jadi dikategorikan sebagai orang yang memiliki kualitas Nabi dari kelompok kedua sebagaimana diungkap Ali Syariati, dengan keberadaanya yang terbatas, dengan kemampuan yang terbatas mereka keluar dari keterbatasan mencitapkan Warung Seroja, dan melalui warung tersebut mereka hadir menjadi wakil Tuhan (nabi) diantara orang-orang kecil. Sebagaimana juga diungkap Ali Syariati dalam buku Islam Agama Protes, Pemilik warung messiah tidak memilih menjadi orang yang menunggu datangnya jurus selamat (messiah) dalam bentuk penantian pasif, sebaliknya kesadaran akan adanya juru selamat yang akan datang pada manusia ditengah ketidakadilan yang massif justru menumbuhkan kesadaranya untuk menjadi seorang Messiah, Pemilik warung tersebut melahirkan dirinya sebagai Messiah ditengah penantian mereka yang berpenghasilan rendah untuk memperoleh makan siang yang terjangkau.

Melalui mereka (Pemilik Warung Seroja) eksistensi Tuhan dihadirkan di Bumi, mereka menjadi wakil Tuhan menyebar rahmat bagi orang-orang dengan ekonomi kecil. Ada sebuah kisah hikmah percakapan kanjeng Nabi Muhamad SAW, ketika sahabatnya bertanya, “dimana Tuhan?” kemudian kanjeng Nabi menjawab “Tuhan berada di dekat mereka orang-orang yang teraniaya”, penggalan hadis tersebut mengingatkan kepada para pecinta Tuhan untuk selalu berada bersama orang-orang yang teraniaya. Bahwa mereka yang dekat dengan Tuhan dalam praktek kehidupanya adalah orang-orang yang memiliki peran sebagai Messiah bagi mereka yang teraniaya. Melalui mereka Allah tunjukan kebesaranya, mereka tidak menunggu menjadi kaya untuk melakukan perubahan besar. Wahai yang terpandang di sisi Allah berikanlah Syafaatmu di sisi Allah.

Balikpapan, 16 November 2011

HD

Komentar

Postingan Populer