Kemanusiaan Yang Tersekat


Hari Dermanto

Ketua HMPS Hukum Universitas Balikpapan

Kabar dari saudaraku sesama manusia yang ada di belahan bumi timur tengah tepatnya palestina begitu miris dan mengiris hati, bagaimana tidak sudah hampir dua pekan penyerangan yang dilakukan oleh Israel terhadap Hamas organisasi politik yang memenangi pemilu secara sah di Palestina memakan korban jiwa dengan jumlah yang tidak sedikit, bukan hanya itu fasilitas publik berupa sekolah, rumah dan tempat ibadah hancur karena serangan yang lahir dengan dalih mempertahankan diri tersebut.

Dimana rasionalisasi mempertahankan diri ketika tertuang dalam bentuk agresi berupa penguasaan, serangan yang tidak berkemanusiaan menyebabkan banyak korban berjatuhan. Apa yang diinginkan dari serangan massif dan melahirkan korban banyak selain lahirnya dalih yang mempersalahkan hamas, karena sikap kerasnya untuk tidak berada dalam penjajahan bangsa pendatang korban holocaust jerman, menyebabkan korban.

Bukan hanya korban yang membuat aku miris betapa dibelahan bumi tempat manusia berpijak tidak merasa terusik kemanusiaanya melihat kejadian itu, Negara-negara arab dan mungkin kita sesama manusia yang mengaku bermartabat karena agama yang kita sandang ternyata bungkam ketika berhadapan dengan kenyataan adanya penganiayaan manusia atas manusia, tidak hanya berlangsung selama dua minggu ini melainkan sudah beberapa dekade sebelum ini, bagaimana bisa didepan mata manusia ada tragedi pengusiran pemilik sah atas wilayah terdesak menyempit dan menuju peniadaan. Upaya perundingan internasional yang dilakukanpun tidak bergerak maju di bawah veto amerika yang membenarkan sebuah agresi dengan dalih mempertahankan diri, membenarkan terror dengan dalih mengejar teroris, siapa yang dimaksud teroris hamaskah atau mereka yang mengetahui terror terhadap kemanusiaan tetapi diam dan tidak berbuat sesuatu dan menyerah pada veto.

Kurasakan kemanusiaan manusia mulai tersekat oleh kecintaan pada diri dan duniaanya sehingga tidak ada ruang untuk sedikit melihat mereka yang terampas, apakah kita bisa menjawab sebuah pertanyaan kemanusiaan berikut “apa yang menjadikan manusia itu manusia yang tanpa itu manusia tidak dikatakan manusia?” ketika ketidakadilan manusia atas manusia di bumi manusia bisa hidup dan tidak terjangkau oleh kesadaran kemanusiaan kita, apa beda kita dengan mereka yang telah melunturkan kemanusiaanya dengan menghancurkan peradaban kemanusiaan seperti yang terjadi disana.

Kemajuan peradaban telah membentuk dinding tinggi terhadap kemanusiaan yang menyebabkan kita tidak bisa mengintip, merasakan dan bahkan menerobos perasaan ketidakadilan yang terjadi. Kemanusiaan kita tersekat oleh apa yang kita ciptakan yaitu invidualisme, bukan hanya perasaan kemanusiaan yang telah kita singkirkan dari diri kita, Tuhanpun telah kita singkirkan dengan deklarasi “Hari ini Tuhan telah Mati” dimana pada saat yang sama kita telah mendeklarasikan kematian manusia, terus siapakah kita ini pada akhirnya? Apakah peradaban manusia sebagai pemangsa atas manusia yang lain seperti ungkapan seorang pmikir barat telah menjadi pakem kita, lantas manusiakah kita ketika etika kebintangan yang menjadi standar.

Mungkin tulisan ini juga tidak berarti apa-apa oleh mereka yang kemanusiaanya tercerabut oleh sekat yang telah dia ciptakan dan mungkin lahir anggapan bahwa penulis adalah manusia yang tersekat yang seolah-olah bebas dari sekat lalu berbicata tentang sekat kemanusiaan. Allahualam bi showab

Komentar

Postingan Populer