Menyoal Program Penanggulanan Kemiskinan Bank Dunia

Menyoal Program Penanggulanan Kemiskinan Bank Dunia
Oleh : Hari Dermanto

Mahasiswa Fakultas Hukum UNIBA

Kemiskinan yang terjadi di Indonesia sangat sulit untuk dilepaskan dari persoalan utang luar negri, besarnya utang luar negri kerap menyebabkan defisit pada anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) yang mana persoalan ini pada akhirnya mengakibatkan lahirnya berbagai persoalan yang mengorbakan kepentingan rakyat atas anggaran, sebut saja pencabutan subsidi BBM dan pencabutan subsidi pupuk merupakan persoalan yang dilahirkan seiring terus bertambahnya utang luar negri dan bunga utang Indonesia kepada kreditor bilateral dan multilateral.

Defisit APBN tentunya akan berimplikasi pada lahirnya persoalan tidak berjalanya perencanaan program dan proyek pemerintah keadaan ini yang kemudian oleh negara-negara kreditor dan lembaga multilateral dimanfaatkan untuk bisa secara terusmenerus memaksakan penggunaan dana utang untuk pembangunan Indoensia. Alih-alih program tersebut membantu Indonesia untuk keluar dari jerat permaslaahan multidimensional sebaliknya negara ini terus-menerus berada dalam dominasi Bank Dunia untuk menjadi penerima utang. Seperti yang terjadi saat ini bahwa Bank Dunia mendanai program pengendalian kemiskinan di Indonesia program tersebut di beri nama program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), ditingkat daerah program ini bernama program penganggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP), PPK (program pemekaran kecamatan) yang berada hampir disleluruh provinsi di Indonesia.

Program kemiskinan yang menjadi agenda bank dunia harus dilihat secara kritis, pada titik permukaan memang skema program tersebut memberikan bantuan langsung kepada masyarakat, tetapi kenyataan tersebut dilihat pada aspek yang lebih luas program tersebut hanya akan menambah beban anggaran negara (APBN) dengan semakin bertambahnya jumlah utang negara dan juga menambah bunga utang tentunya, jika melihat kenyataan pembiayaan APBN yang tidak terlalu cukup untuk membiayaai (memperkecil) beban utang bilateral dan multilateral. Bukanya hanya itu, beban cicilan dan bunga utang telah mengakibatkan 20 % (155 triliun rupiah) anggaran APBN lari kepada negara-negara kreditor dan lembaga multilateral seperti yang termuat dalam APBN tahun 2008, ini berarti bahwa terjadi arus modal keluar (negative transfer) Indonesia yang disebabkan oleh utang luar negri, dan dalam tiga tahun terakhir (2006 – 2008) Indonesia juga terus menggunkan dana-dana yang berasal dari ULN dalam pendaan program dan projek yang berarti bahwa dengan kondisi tersebut rakyat Indonesia akan terus berada dalam jerat utang, berupa kemiskinan karena tercabutnya subsidi publik untuk pembiayaan defisit anggaran negara.

Melihat kenyataan tersebut menjadi sangat mustahil bahwa program penganggulanan kemiskinan yang didanai oleh Bank Dunia dalam bentuk program PNPM P2KP akan dapat berkontribusi terhadap perbaikan ekonomi masyarakat ketika keberdayaan negara terus ditekan dengan tercabutnya subsidi BBM dan liberalisasi yang disebabakan oleh utang yang terus meningkat, dimana menerima utang untuk penanggulangan kemiskinan pada dasarnya hanya akan menghambat proses negara untuk lepas dari jeratan utang, hal tersebut akan membawa konsekuensi yaitu lahirnya penguasaan sector sumberdaya alam dalam bentuk liberalisasi dan privatisasi oleh kapitalisme internasioanl seperti yang terjadi saat dimana struktur perekonomian nasional yang bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat sudah takluk di bawah dominasi korporasi asing, penguasaan korporasi asing mencapai 85,4 persen konsesi pertambangan migas, 70 persen kepemilikan saham di Bursa Efek Jakarta, dan lebih dari separo kepemilikan perbankan di Indonesia. "Bahkan, sekitar 85,4 persen dari 137 konsesi pengelolaan lapangan migas di Indonesia masih dikuasai korporasi asing.

PNPM P2KP di Provinsi Kaya

Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi kaya yang juga mengakomodir program PNPM P2KP, dimana program tersebut terdapat di 10 (sepuluh) kabupaten kota yaitu kabupaten Paser, kabupaten Kutai Kertanegara, kota Samarinda, Kutai Barat, Kutai Timur, kabupaten Malinau, kabupaten Penajam Paser Utara, kota Bontang dan kota Tarakan yang terhitung sebagai kabupaten/kota kaya dengan jumlah APBD yang cukup besar. Adanya penerimaan program utang P2KP dikabupaten dan kota yang cukup kaya di Kalimantan timur ini menjadi bukti bahwa politisi, aparat pemerintah, dan kepala daerah tidak memiliki sikap yang tegas terhadap persoalan utang luar negri dan masa depan rakyat, lebih dari itu bahwa penerimaan dana utang dalam program kemiskinan (P2KP) merupakan bukti bahwa tidak ada keberpihakan dalam kebijakan anggaran pemerintah daerah untuk melindungi rakyatnya dengan mengoptimalkan anggaran APBD, jika kita perbandingkan dengan melihat kenyatan kemampuan anggaran daerah (APBD) kabupaten/kota yang ada di Kaltim sejatinya dapat mengongkosi kepentingan masyarakat dalam hal membuka sector riil tetapi masuknya program utang telah melahirkan peralihan pembiayaan daerah untuk rakyat kepada kepada aparat dalam hal ini eksekutif dan legislative.

Kutai Kertanegara adalah sebuah contoh kasus, daerah kaya dengan total APBD sepertiga dari APBD provinsi kenyataan yang terjadi daerah ini juga terlibat dalam program pengendalian kemiskinan P2KP, jika diperbandingkan antara jumlah masyarakat dan besarnya APBD kukar sejatinya mampu mendanai program pengurangan kemiskinan tetapi komitment elit politik (legislative dan eksekutif) yang rendah dalam memenuhi hak-hak dasar rakyatnya telah melahirkan kebijakan anggaran yang pro elit politik. Ini adalah salah satu bukti bahwa program Bank Dunia masuk kedaerah tidak mempertimbangkan potensi daerah dalam mengatasi kemiskinan rakyatnya, keberadaan program utang di daerah-daerah kaya yang ada di kaltim juga pada umumnya telah melahirkan efek hilangnya keberpihakan dalam memuat kepentingan public dalam APBD karena bertumpuh pada dana utang.

Harus diingat bahwa keterlibatan Indonesia dalam program utang negara kreditor / lembaga multilateral telah berlangsung selama 59 tahun tetapi kenyataanya tidak melahirkan perubahan peningkatan kesejahteraan pada rakyat, sebaliknya bisnis utang negara bilateral dan lembaga multilateral telah menggerus nasionalisme elit-elit politik dan dominasi sector-sektor publik kepada investasi asing.

Program utang yang berasal dari negara kreditor dan lembaga multilateral harus disadari merupakan alat untuk mendikte dan meruntuhkan system prekonomian Indonesia sehingga masuk kedalam mekanisme penguasaan kapitalisme Internasional, Untuk itu penting kiranya dibangun sebuah gagasan pembangunan daerah Kalimantan Timur yang tidak bertumpuh pada program utang, liberalisassi sumber daya alam dalam mengetaskan kemiskinan karena hal tersebut hanya akan menjadi justifikasi langgengya penguasaan global atas sumber daya alam Indonesia yang menjadi inceran kapitalisme internasional yang berasal dari negara-negara kreditor. Kepala daerah kabupaten/kota kaltim harus mampu menjadi motor perlawanan (penolakan) terhadap program-program utang, karena utang adalah bisnis yang akan menjerat negara dunia ketiga kedalam skema neo-liberalisme. Semoga Allah mebukakan jalan menuju kaltim yang lebih baik. Amin.

Komentar

Postingan Populer