Proyek, Banjir dan Banjir Proyek

Proyek, Banjir dan Banjir Proyek
Hari Dermanto
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Balikpapan

Banjir adalah bencana bagi masyarakat korban, bagi kelompok tertentu banjir adalah berkah dan kelompok yang laen bajir adalah konsekuensi pembangunan.

Hujan bagi mereka yang tinggal di Balikpapan tepatnya daerah DAM Jln. MT Hariyono, Gunung Sari JLn. A Yani, Kampung Baru Jln. Jend Sudirman adalah kekhawatiran, ketakuatan, kehilangan, susah tidur karena daerah tersebut adalah daerah yang rawan banjir. Dalam tiga tahun terakhir hampir setiap datang hujan banjirpun menghampiri ketiga wilayah ini. Bukan bermaksud mencari kambing hitam atas keadaan yang kerap menghantui masyarakat daerah tersebut tetapi pertanyaan mengenai siapa yang harus bertanggung jawab atas keadaan yang berlarut ini toh akhirnya tetap harus dikeluarkan setidaknya untuk mengidentifikasi siapa penyebab dan siapa yang mengambil keuntungan. Apakah pemerintah, masyarakat ataukan pihak ketiga yaitu para pemilik modal yang beberapa tahun aktif mengkomoditikan kawasan kota balikpapan untuk pengembangan sector jasa dan perumahan

Pembangunan sektor jasa (perhotelan, swalayan dan sebagainya) dan property (perumahan) yang mengkomoditikan lahan-lahan yang berfungsi menjadi daerah serapan air baik yang berada di hulu hingga hilir berupa hutan kota dan hutan mangrove merupakan faktor penentu atas lahirnya situasi ini, ditambah lagi keberadaan proyek-proyek yang di ganang-ganang akan mendorong pertumbuhan ekonomi balikpapan tersebut juga telah menyebabkan terjadinya penyempitan parit dan sungai yang pada hasilnya seperti apa yang kita saksikan saat ini kota Balikpapan begitu rentan dengan banjir.

Proyek-proyek tersebut telah melahirkan dampak destruktif yang luar biasa adalah kenyataan yang tidak bisa dipandang sebelah mati atau menutup mata, bahwa proyeksi pemerintah kota balikpapan atas pertumbuhan ekonomi yang ramah atas sektor jasa dan properti pada dasarnya telah meminggirkan hak dasar masyarakat atas ekologi. Bahwa proyek-proyek tersebut sebaliknya menjadi penyebab lahirnya banjir, lebih tepatnya sektor jasa dalam bentuk pengembangan hotel, supermarket, properti pada dasarnya adalah proyek banjir (proyek yang menyebabkan adanya banjir). Seperti yang terungkap dalam harian yang ada di kaltim bahwa bapedalda mengakui adanya pengembang yang melakukan pelanggaran dalam melakukan pengembangan yang berkontribusi pada lahirnya banjir misalkan pelanggaran atas pembangunan drainase yang sistematis dan propenghijauan, tidak adanya pembuatan bozem dan pengupasan lahan secara habis dalam membangun kawasan perumhan adalah bentuk pelanggaran yang dilakukan pengembang.

Bahwa pengembangan proyek yang dilaksanakan pengembang (developer) tersebut dengan tidak memperhatikan fungsi lingkungan secara langsung telah mengakibatkan banjir yang merugikan masyarakat. Dibalik itu bencana banjir yang kerap hadir ketika hujan tiba lagi-lagi menyebabkan lahirnya banjir proyek bagi kelompok pengusaha tertentu, kenyataan ini memunculkan asumsi bahwa ada relasi antara proyek yang menyebabkan banjir dengan banjir proyek sebagai konsekusnsi menagani banjir, bahwa bencana banjir yang menimpa masyarakat kota balikpapan malah memberi keuntungan bagi pihak tertentu, tidak sedikit anggaran publik yang lagi-lagi terserap untuk mendanai banjir dalam bentuk perbaikan jalan, drainase (saluran pembuangan air lainnya), serta sarana dan prasarana umum lainnya yang rusak akibat banjir tiap tahunnya.

Siapa yang bertanggung jawab

Berita akhir-akhir ini telah terungkap bahwa ada beberapa developer nakal melakukan pelanggaran dalam proses pengembangan property, sikap pemerintah atas developer yang terlalu lama seperti yang tertuang dalam media (kaltimpost tanggal 1, 6 dan 7 nopember) nampak kesan bahwa pemerintah tidak cukup berani untuk bertindak tegas atas developer nakal.

Dalam pasal 27 undang-undang no 23 tahun 1997 tentang lingkungan hidup dijelaskan bahwa pemerintah memiliki hak melakukan pencabuatan izin usaha atas pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan kegiatan usaha, artinya pemerintah kota balikpapan memiliki dasar hukum yang kuat untuk menindak baik secara administrasi maupun pidana terhadap developer atau kegiatan usaha lain yang telah berkontribusi atas banjir yang kerap terjadi di balikpapan.

Jika hal tersebut tidak dilakukan opini bahwa ada realasi yang sangat kuat antara developer nakal tersebut dengan pemerintah dapat dibenarkan ditambah lagi dengan sikap anggota dewan perwakilan rakyat yang terkesan acuh tak acuh atas persoalan yang dihadapi masyarakat, semakin mempertegas pernyataan lain bahwa banjr di balikpapan pada dasarnya adalah jembatan untuk mendapatkan banjir proyek. Mungkin pernyataan-pernyataan tersebut tidak relevan tetapi fakta mengenai penanganan banjir yang dilakukan oleh pemerintah dan legislatif hanya bersifat aksidental yaitu penanganan dalam bentuk akibat dengan melahirkan proyek gorong-gorong, peninggian jalan, pembuatan bozem tidak bersifat radikal dengan menggunakan hak yang termuat dalam undang-undang tentang lingkunan hidup untuk memberi pelajaran kepada developer nakal semakin mempertegas bahwa elit kekuasaan tidak berani berhadap-hadapan kepada pemilik modal.

Dilain sisi diamnya kelompok masyarakat sipil, mahasiswa, korban terhadap pelanggaran hak-hak tersebut pada akhirnya akan menjadi sebuah justifikasi kesewenang-wenangan pemerintah atas rakyat, kesewenangan pemilik modal atas alam tempat kita berpijak. Atau superioritas ide mengenai balikpapan kondusif yang terus di injeksi oleh pemerintah dan kepolisian telah benar-benar merepresi kesadaran atas hak sehingga melahirkan masyarakat yang tidak memiliki kesadaran akan haknya. Pada akhirnya absolutisme akan melanggeng bebas tanpa kontrol dan kekuasaan yang tak terkontrol akan semakin represi hari ini mungkin represi terjadi pada ide besok jika tidak dilakukan pembelaan atas hak represi akan berubah dalam bentuk fisik.

Komentar

Postingan Populer